Bitung – Iven Hari Konservasi Alam Nasional (HKAN) 2018 di Camping Ground TWA Batu Putih telah usai digelar selama empat hari berturut-turut.
Di hari terakhir pelaksanaan, Kamis (30/08/2018), sejumlah peserta dan pengunjung memberikan kesan tersendiri degan iven bertajuk konservasi itu sebagai kegiatan yang mewah dan sangat berisik karena menggunakan sound system layaknya sebuah konser musik.
Selain itu, lokasi pelaksanaan juga dinilai terlalu jauh dari pemukiman warga sehingga peserta yang ingin berbagi sekaligus memberikan edukasi tentang meencintai taman nasional serta konservasi tak terwujut.
“Tujuan utama iven ini jambore inikan untuk mengajak masyarakat atau mau memberikan edukasi kepada masyarakat, tapi lokasinya terlalu jauh. Jadinya hanya antara kami peserta yang saling mengunjungi stan, jadi sasarannya tidak kena,” kata salah satu peserta dari BKSDA Papua Barat, Andi Agaki.
Ia juga memprotes, sound system atau pengeras suara yang terlalu kuat selama HKAN karena pasti mengganggu satwa di hutan konservasi Tangkoko.
“Saya saja terganggu dengan sound yang digunakan selama HKAN, apalagi satwa Yaki dan Tarsius serta satwa lainnya, harusnya bisa lebih tenang,” katanya.
Dirinya juga mengkritik stan yang disiapkan, yang menurutnya lebih tepat dilaksanakannya di mal atau dekat dengan masyarakat agar lebih banyak orang yang berkunjung serta bisa melihat, juga diberikan informasi dan edukatif agar mereka mengetahui cara menjaga alam.
“Tempat yang disiapkan sangat mewah, seperti pesta saja,” katanya.
Hal senada juga disampaikan penggiat alam dari Merapi Jogjakarta, Martono. Ia mengaku tercengang saat melakukan registrasi hari pertama karena sangat mewah, jauh dari kesan kegiatan konservasi alam.
“Saya pikir awalnya hanya tenda dan tempatnya sederhana, namun pas sampai saya kaget tempatnya sangat mewah,” katanya.
Martono merasa kurang setuju dengan pengeras suara yang digunakan terlalu keras karena sangat mengganggu satwanya, apalagi HKAN bicara tentang konservasi.
“Hari pertama saya registrasi, banyak burung yang saya lihat di sekiat lokasi, tapi setelah kegiatan justru tidak ada karena pengeras suara yang terlalu kuat. Sayang sekali, harusnya buat lebih tenang lagi,” katanya.
Dirinya lebih menyangkan ketika mendapati ada pohon yang ditebang karena dianggap mengganggu lokasi kegiatan.
“Harusnya jangan tebang pohon, ini kan hari konservasi alam,” katanya.
Baik Andi dan Martono, keduanya mengaku senang bisa berkunjung ke TWA Batuputih karena bisa melihat langsung satwa endemik kendati hanya diawal-awal kegiatan.
“Intinya kegiatan HKAN yang notabene untuk konservasi jangan malah mengabaikan satwa dan lingkungan,” kata keduanya.
Sementara itu, pengaras suara yang digunakan memang dari awal sudah menuai protes dari warga sekitar karena dianggap akan mengganggu satwa di TWA Batuputih. Namun entah mengapa, pengeras suara tetap digunakan hingga hari terakhir plaksanaan kegiatan.
(abinenobm)