Makassar, BeritaManado.com — Komite III Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), melakukan Uji Sahih penyusunan Rancangan Undang – Undang (RUU) Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh, 27-29 Juni 2022 di Universitas Hassanudin Makassar.
Pada kesempatan tersebut, Senator Maya Rumantir mengungkapkan bahwa sebagaimana diketahui bersama, bahwa masalah serikat pekerja atau perubahan/pekerja di Indonesia sering memunculkan permasalahan, baik dari pihak buruh maupun serikat pekerja.
Adapun masalah perburuan atau serikat pekerja itu sendiri berbeda dimasa orde baru dan saat ini pada masa reformasi, dimana saat ini serikat pekerja telah terbebas dari singke union selama 32 tahun masa orde baru.
Pada era Presiden Abdurahman Wahid tahun 2000 – 2001, telah diterbitkan Undang – Undang Nomor 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
Pengesahan UU tersebut menurut Senator Maya Rumantir sekaligus mengakhiri era serikat pekerja tunggal (Single Union) selama 32 tahun masa pemerintahan Orde Baru.
Menurut UU Nomor 21 Tahun 2000 tersebut, Serikat Pekerja/Serikat Buruh didefinisikan sebagai organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk pekerja/buruh, baik di perusahaan maupun luar perusahaan
“Hal itu bersifat bebas, mandiri, demokratis dan bertanggung jawab untuk memperjuangkan dan melindungi hak serta kepentingan pekerja/buruh beserta keluarga,” ungkap Senator Maya Rumantir.
Payung hukum ini mengatur mengenai pembentukan, keanggotaan, hak dan kewajiban, keuangan dan kekayaan, pembubaran dan lain sebagainya.
Sejak diberlakukan, UU 21 Tahun 2000 Tentang Serikat Pekerja pada 4 Agustus 2000, maka sejak saat itu mulai bermunculan serikat pekerja baru di Indonesia.
Hal itu berdasarkan hasil verifikasi Kementerian Tenaga Kerja RI, dimana terdapat 14 Konfederasi, 120 Federasi dan 12.302 unit Serikat Pekerja di tingkat pabrik.
Atas berbagai macam dinamika yang terjadi, maka UU ini diusulkan untuk dilakukan perubahan dengan melakukan penyesuaian terhadap perkembangan dan perubahan yang terjadi.
“Berdasarkan hasil penilaian kami, maka aturan hukum tersebut perlu mengatur keberadaan pekerja outsourcing dan aplikasi digital dalam perusahaan, apakah dapat menjadi anggota Serikat Pekerja atau tidak, serta pekerja kontrak yang membatasi ruang berorganisasi bagi pekerja,” ungkap Senator Maya Rumantir dalam penyampaiannya.
Hal itu sebagai akibat dari ketidaktegasan pengaturan hubungan kerja antara pekerja outsourcing.
Masalah pekerja migran juga tak kalah pentingnya untuk diatur bagaimana hak dan kewajiban menjadi anggota Serikat Pekerja.
Jumlah Serikat Pekerja dalam satu perusahaan yang berbeda organisasi sering menimbulkan masalah sehingga perusahaan agak kebingungan dan sulit dalam pengaturannya.
“Jadi dalam pertemuan ini, kami meminta pandangan dari para narasumber mengenai apa yang saya sampaikan, termasuk pandangan mengenai Draf RUU Perubahan Atas UU Serikat Pekerja,” katanya.
(***/Ftangki Wullur)