
Manado – Penetapan Careig Naichel Runtu atau CNR sebagai calon tetap Golkar minahasa untuk bertarung dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kabupaten Minahasa mendapat tanggapan dari berbagai pihak. kali ini pengamat politik dan pemerintahan DR. Ferry Liando. Kepada beritamanado Liando mengatakan bahwa ditetapkannya CNR sebagai calon bupati minahasa dari partai Golkar karena tidak ada alternatif lain lagi.
“Kelihatan Golkar tidak ada alternatif lain, hal itu di sebabkan tak ada kader lain yg lebih baik dari CNR, meskipun harus di akui CNR bukan berati tanpa kelemahan. Dari sekian apel yg tak layak makan, tapi masih ada satu yg bisa di makan dari pada tidak makan sama sekali,”kata Liando.
Dijelaskannya bahwa Golkar Minahasa memilih dan menetapkan CNR dari pada tidak sam sekali, dan kekuatan seoarng Vreke juga masih cukup diperhitungkan di Minahasa. “Dari pada tak ada yg di calonkan, maka calonkan saja siapa yg bisa. Kedua, power ayahnya yang merupakan ketua Golkar Sulut membuat CNR begitu leluasa dan mudah mendapat tiket PG,” lanjut akademisi Fisip Unsrat ini.
“Tapi sesuatu yang didapat dangan mudah, biasanya menemui kesulitan di kemudian hari. Golkar sebetulnya jgn terlalu terbiasa mendewakan hasil survey. padahal survey sering tidak valid. Bisa saja sampel yg diambil tidak tersebar dan menyeluruh hanya berpatokan pada sekelompok orang yg kebetulan sebagai pendukung. Kemudian waktu survey belumlah tepat sebab CNR belum punya pasangan. Bisa saja hasil survey turun jauh, karena ketidak senangan publik atas pasangan yg di pilih,” lagi jelas Liando.
“Namun harus diakui CNR tetap berpeluang. Paling tidak ada 4 kekuatan yg ia miliki. 1. Network politiknya bagus. Ia punya PG sebagai mesin politik sampai ke desa dan kekuatan birokrat yg tak kalah kuatnya dgn jaringan partai. 2. Kuat dari aspek finansial. Lamahnya keluarga ini berkuasa, secara otomatis sangat mempengaruhi kekuatan finansial. 3. Popularitas. Kebesaran dan popularita SVR pasti akan turun ke CNR. Mengenal ayahnya, pasti mengenal anaknya. Meski dengan kekuatan ini, bukan berati CNR tanpa tantangan. Paling tidaak kekalahan PG di Bolmong dan Sangihe harus dijadikan pelajaran, salah satu penyebab adalah kejenuhan,” tutup Doktor alumnus Universitas Padjadjaran ini.(gn)