Airmadidi-Meski masih dalam tahapan sosialisasi, arus penolakan terhadap rencana pembangunan Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sampah Regional di Desa Winuri Kecamatan Likupang Timur (Liktim) terus mengalir.
Ketua Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD) Roy Pitoy yang juga merupakan Hukum Tua (Kumtua) Desa Maen, mengatakan kalau pihaknya bersama Badan Pemerintah Desa (BPD) serta masyarakat mendukung pembangunan pariwisata di wilayah pesisir, namun menolak jika di wilayahnya dibangun TPA Regional.
“Kalaupun TPA Regional ini dibangun dengan sistim pengelolaan yang modern dengan meminimalisir dampak lingkungan, tetap saja mobilitas dari mobil pengangkut sampah tentunya akan sangat mengganggu kunjungan wisatawan mancanegara maupun wisatawan lokal,” kata Pitoy memberi alasan, Selasa (15/11/2016).
Ditambahkan Pitoy, kumtua lainnya di Liktim juga memberi penolakan, dan petisi tersebut sudah ditandatangani serta sudah dimasukan ke Keasistenan I Bidang Pemerintahan Pemkab Minut.
“Kami harap ada perhatian serius dari pemerintah tentang penolakan TPA ini. Sebab kami memperoleh kabar, diduga telah terjadi pembebasan tanah untuk TPA ini,” imbuh Pitoy.
Sebelumnya, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan dan Penelitian Pengembangan (Bappelitbang) Minut Hanny Tambani mengatakan, menurut Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Minut tahun 2016, untuk wilayah Liktim merupakan kawasan pariwisata, namun juga ditetapkan sebagai wilayah TPA.
“Namun tahun 2017 nanti saat akan diadakan revisi persoalan TPA ini akan ditinjau kembali,” terang Tambani.
Sementara itu, Camat Likupang Timur Styvi Watupongoh mengatakan, sebenarnya yang ditolak hanya TPA Regional saja dan bukan TPA lokal.
“Kalau untuk TPA lokal saja, mungkin tidak menjadi persoalan. Warga hanya menolak keberadaan TPA Regional sebab nantinya sampah yang ada termasuk dari Kota Manado, Kota Bitung dan mungkin saja Minahasa akan ditampung di TPA ini,” jelas Watupongoh.
Sementara itu, legislator Minut Denny Sompie mengatakan, pembangunan TPA Regional di Desa Winuri adalah proyek Pemprov Sulut yang menguntungkan masyarakat karena limbah sampah bisa diolah menjadi biogas metana sebagai pengganti minyak tanah ataupun gas elpiji serta bisa juga memasok listrik di desa.
“Justru TPA ini membantu masyarakat karena sampah di Likupang sudah ada lokasi pembuangannya. Lagipula kalau ada protes, harusnya kita duduk satu meja dan membicarakan hal ini. Karena secara akademis dan teknis, semua aspek harus dikaji agar nantinya semua warga dapat menerima keberadaan TPA ini. Jika memang mendatangkan kerugian kenapa pemerintah harus merencanakan program ini, kalau akhirnya merugikan warga?” tandasnya.(findamuhtar)