Manado, BeritaManado.com — Viralnya film dokumenter ‘Dirty Vote’ membuat kubu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka bersuara.
Ketum Relawan Gatot Kaca Prabowo Gibran, Indra Simarta melihat sejumlah data dalam film itu keliru.
Terlebih, kata Gatot, perihal data bansuan sosial dalam film tersebut.
Menurutnya, dalam salah satu slide film menampilkan anggaran bansos dengan narasi ketika pada tahun pemilu anggaran itu sengaja dinaikkan.
“Kalau 2014 itu sebelumnya zaman Pak SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) dengan kata lain Pak SBY itu. Saya akan bahas pada tahun 2019 dan 2024. Di sini kan dikasih Rp 100-500 triliun. Diagram di 2019 dan 2018 itu hampir sama, tapi kita lihat diagramnya sama tingginya,” kata Indra saat jumpa pers di, Jakarta Selatan, Senin (12/2/2024).
Menurutnya, jika bansos 2020 justru naik dibandingkan 2019, yang merupakan tahun pemilu dan lebih tinggi daripada 2024.
Katanya, bansos sempat menurun pada 2021 sampai 2023 karena pandemi COVID-19.
Dan 2020, naik itu zaman Pak Jokowi. Malah angkanya itu Rp400-an triliun dibandingkan 2019 di Rp300 triliun, ini data dari mereka (menunjukan layar ponsel). 2021, 2022, 2023 ada penurunan sekitar Rp 400-an triliun, itu lagi COVID. 2020 lebih tinggi dibandingkan 2024,” jelasnya
Dikatakan, jika dilihat dalam narasi, 2019 dan 2024 sangat tinggi, padahal faktanya tidak.
“Ini yang kita khawatirkan, mereka kan tidak perhatikan hanya mendengar, itu yang saya katakan bahwa itu fitnah,” kata Indra.
Ketua Umum Relawan Arus Bawah Jokowi yang juga Wakil Sekretaris TKN, Michael Umbas menilai hadirnya film Dirty Vote sebagai upaya menjatuhkan Prabowo-Gibran dan menaikkan elektoral paslon tertentu.
Terlebih, katanya, terlihat serangan tuduhan kepada Prabowo.
“Dengan cara menjatuhkan paslon 02, membuat berbagai rekayasa tertentu yang ingin menyerang secara langsung dengan mencari format-format dalam bentuk yang kita mungkin sudah sama-sama lihat. Film dokumenter maupun ada serangan tuduhan yang diklaim kepada pasangan kepada Pak Prabowo pribadi yang kalau kita secara jernih melihatnya, tidak lain adalah kepentingan elektoral yang sedang dimainkan,” tegas Umbas.
Umbas menyayangkan film ini dipertontonkan di masa tenang pemilu.
Kondisi itu, lanjut Umbas, akan mengganggu masyarakat dalam menentukan pilihannya.
“Dan kita tentu kami atas nama relawan Pak Prabowo tidak bisa menerima pola-pola seperti ini karena ini pembajakan demokrasi, sama aja dengan mencegah proses demokrasi itu berlangsung dengan baik, dan memberikan proses yang dilakukan seperti ini kan tentu akan mengganggu cara-cara untuk masyarakat menentukan pilihan dengan baik dan benar,” ujarnya.
“Dengan menghancurkan seolah-olah ingin menghancurkan reputasi Pak Prabowo dan Mas Gibran, maka secara tidak langsung ini akan memilih dengan cara ini ingin mendapatkan dukungan elektoral,” lanjutnya.
Umbas sangat optimis paslon nomor urut 2 itu menang lolos satu putaran.
Apalagi, dari sejumlah hasil survei, elektabilitas Prabowo-Gibran selalu di atas 50 persen.
“Karena kita tahu bersama sampai hari ini kami masih meyakini dan percaya dengan lembaga-lembaga survei yang kredibel bahwa pasangan Prabowo Gibran akan meraih kemenangan di atas 50%, sehingga Pemilu kali ini akan berlangsung dengan sekali putaran untuk kemenangan pasangan Prabowo-Gibran,” jelas Umbas
Kubu Prabowo-Gibran, tambah Umbas, segera melakukan upaya hukum yang keras.
Dia mengaku memiliki bukti-bukti terkait dugaan kecurangan yang dilakukan paslon lain dalam memenangkan pilpres namun belum diproses oleh bawaslu.
“Karena kalau bicara penyerangan melalui media, kita punya juga bukti-bukti yang boleh dibilang valid terkait dengan adanya dugaan kecurangan seperti misalnya kalau bicara pengerahan aparat untuk bicara soal netralitas. kita tahu bersama ada bukti yang sampai hari ini belum ditindaklanjuti dengan serius yaitu temuan adanya penandatanganan semacam fakta integritas yang meminta dukungan pejabat Bupati Sorong waktu itu untuk mendukung pemenangan pasangan Ganjar-Mahfud dan pilih perjuangan sebesar 80%. Dokumen itu beredar secara umum dan hari ini belum ditindaklanjuti secara serius,” jelasnya.
Lebih lanjut, Umbas turut menyoroti tudingan terhadap aparat.
Dia mengklaim tidak ada bukti valid mengenai tuduhan ini.
“Nah, bagi kami bukti ini harusnya menjadi pintu masuk kalau kita sekarang ini lebih banyak cenderung termakan dengan seolah-olah yang di anggap melakukan kecurangan dan memobilisasi dan tidak netral adalah pasangan 02 dengan aparat yang seolah-olah digerakkan secara sistematis di bawah era pemerintahan presiden Jokowi. Dan fakta ini sama sekali sampai hari ini tidak ada bukti validnya ini hanya seperti gerakan opini saja,” tandasnya.
(Alfrits Semen)