Trustworthy News
  • Indeks Berita
  • Berita Utama
  • Politik dan Pemerintahan
  • Kota Manado
  • Hukum dan Kriminalitas
  • Agama dan Pendidikan
BeritaManado.com: Berita Terkini Kota Manado, Sulawesi Utara
  • Indeks Berita
  • Berita Utama
  • Politik dan Pemerintahan
  • Kota Manado
  • Agama dan Pendidikan
  • Hukum dan Kriminalitas
No Result
View All Result
  • Indeks Berita
  • Berita Utama
  • Politik dan Pemerintahan
  • Kota Manado
  • Agama dan Pendidikan
  • Hukum dan Kriminalitas
No Result
View All Result
BeritaManado.com: Berita Terkini Kota Manado, Sulawesi Utara
No Result
View All Result
  • Indeks Berita
  • Berita Utama
  • Politik dan Pemerintahan
  • Kota Manado
  • Hukum dan Kriminalitas
  • Agama dan Pendidikan
Home Berita Utama

Kuasa Hukum Pdt Hein Arina, Michael Jacobus: Dana yang Sudah Dihibahkan Bukan Lagi Uang Negara

by Jenly Wenur
Jumat, 23 Mei 2025, 17:45 pm
in Berita Utama, Hukum dan Kriminalitas
A A
  • 10shares
Kuasa Hukum Pdt Hein Arina, Michael Jacobus: Dana yang Sudah Dihibahkan Bukan Lagi Uang Negara.

Manado, BeritaManado.com — Perjalanan hukum yang tengah dihadapi oleh Pendeta (Pdt) Hein Arina, ThD, (HA), dalam mencari keadilan kini memasuki babak baru.

Setelah penarikan gugatan praperadilan pada 5 Mei 2025, langkah hukum Pdt HA yang masih merupakan Ketua Sinode Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) tidak berhenti.

Pdt HA yang ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan dalam kasus dugaan korupsi dana hibah GMIM, kini mendapatkan dukungan penuh dari tim advokasi hukum yang baru dibentuk.

Pada 6 Mei 2025, berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor: 023.1/SK.PID/MRJ-HA/V.2025, Pdt HA resmi memberikan kuasa kepada MRJ Law Office.

Tim kuasa hukum ini terdiri dari para profesional, di antaranya Dr Michael Remizaldy Jacobus, SH, MH, Eduard Manalip, SH, MH, Franklin Aristoteles A Montolalu, ST, SH, MH, Notje Oltje Karamoy, SH, James Rama, SH, Rosilin Masihor, SH, MH, Debie Z Hormati, SH.

Jacobus yang dipercaya keluarga untuk menjadi ketua tim advokasi langsung bergerak cepat.

Ia menjelaskan bahwa timnya telah menelaah dokumen-dokumen kunci seperti proposal, permohonan pencairan, perjanjian hibah, hingga laporan pertanggungjawaban penggunaan dana.

”Bahkan beberapa saksi terkait perkara sudah kami wawancarai sehingga ditemukan banyak kejanggalan dalam kasus ini”, papar Jacobus.

Lulusan dengan predikat cuumlaude Doktor Ilmu Hukum Universitas Trisakti ini menyampaikan, dari penelusuran awal, ditemukan sejumlah kejanggalan yang langsung dikonsultasikan kepada ahli hukum administrasi dan keuangan negara dari Universitas Indonesia, Dr Dian Puji Nugraha Simatupang, SH, MH, pada 10 Mei 2025 lalu.

Salah satu poin penting yang dikritisi adalah penetapan objek tindak pidana korupsi oleh penyidik.

Dana hibah yang dipermasalahkan diketahui telah masuk ke rekening institusi Sinode GMIM, bukan ke rekening pribadi Pdt HA.

Menurut pendapat ahli, ini menandakan bahwa dana tersebut sudah menjadi milik subyek hukum non pemerintah, dan bukan lagi uang negara atau daerah.

Sebab seperti penjelasan ahli keuangan hukum keuangan negara Universitas Indonesia itu, hibah daerah itu dibagi dua, yakni hibah kepada subyek hukum pemerintah dan/atau perusahaan milik pemerintah, dan hibah yang diberikan kepada subyek hukum non pemerintah.

Dengan demikian, jika dana hibah masuk ke rekening subyek hukum pemerintah/pemerintah daerah dan/atau badan usaha milik negara/daerah, maka itu masih uang negara/daerah.

Sebab, kata dia, dalam neraca keuangan, penerima hibah dari unsur pemerintah atau BUMN/BUMD itu tercatat pendapatan hibah pada instansi pemerintah/pemerintah daerah atau perusahaan ”plat merah”.

“Sedangkan hibah yang diberikan kepada subyek hukum non pemerintah, terhitung bukan lagi uang negara karena telah tercatat sebagai pendapatan hibah sinode GMIM atau subyek hukum non pemerintah lainnya”, tutur Jacobus.

Advokat yang juga menjabat sebagai salah satu Penatua di GMIM Getsemani Madidir Wilayah Bitung 9 ini menerangkan bahwa untuk memastikan dalam kasus ini ada tindak pidana korupsi, maka perlu diperjelas dana hibah masih uang negara/daerah atau bukan.

Jacobus menegaskan semua pihak harus memahami lebih dulu apa definisi yuridis ”hibah” supaya memiliki pengertian mendalam tentang kasus ini.

Menurut Pasal 1666 KUHPerdata, menyebutkan: “Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara Cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang itu.”

Berdasarkan definisi ini terdapat unsur-unsur “hibah”, yaitu hibah adalah perbuatan hukum perdata berupa perjanjian atau persetujuan dua pihak, di mana yang satu berkedudukan sebagai pemberi, yang lain penerima, dan pemberi menyerahkan suatu barang kepada penerima secara Cuma-Cuma tanpa dapat menariknya kembali.

“Perlu diingat bahwa tidak ada definisi lain dari perbuatan hibah dalam Undang-Undang atau Peraturan lainnya terkait hibah, sehingga rujukannya definisi hibah secara yuridis tidak bisa-tidak harus tunduk pada Pasal 1666 KUHPerdata”, ungkap Jacobus.

Menurut penjelasan ahli hukum administrasi dan keuangan negara kepada tim advokasi Pdt HA, memang sumber dana hibah adalah dari uang negara/daerah.

Akan tetapi, batasan kepemilikan negara/daerah atas uang yang beralih ke rekening subyek hukum lain non pemerintah, sangat ditentukan pada “mekanisme hukum apa yang mendasari peralihan uang” tersebut.

“Jika uang negara/daerah beralih ke rekening subyek hukum non pemerintah atas dasar pinjam meminjam, maka itu masih uang negara/daerah karena uangnya beralih penguasaan ke pihak lain tetapi hak kepemilikan terhadap uang tidak beralih. Sama halnya dengan uang negara/daerah yang ditransfer atas dasar perjanjian pekerjaan konstruksi kepada perusahaan, itu masih uang negara karena proyek yang dihasilkan akan tercatat sebagai aset negara, sehingga jika dibuat dibawa spek (under the spec) oleh Perusahaan akan dinilai sebagai kerugian negara,” tutur Jacobus.

Jacobus selanjutnya memberikan contoh yang disampaikan oleh ahli hukum administrasi dan keuangan negara bahwa pengalihan hak atas benda termasuk uang dalam sudut pandang hukum terjadi karena adanya peristiwa hukum atau perbuatan hukum.

Peristiwa hukum itu, kata dia, bisa berbentuk peristiwa kematian, semisal jika seorang pemilik uang atau benda lainnya meninggal, maka aset itu akan beralih hak kepemilikan kepada ahli waris.

Selanjutnya, jelas dia, peralihan hak karena perbuatan hukum seperti jual beli, hibah, wakaf, perjanjian kerja (pembayaran gaji majikan kepada pekerja), dan lain-lain.

“Saya komparasikan saja antara peralihan hak karena jual beli dan hibah ya. Pasal 1457 KUHPerdata tentang jual beli dan Pasal 1666 KUHPerdata tentang hibah serta pembayaran gaji pegawai, ketiga perbuatan hukum ini membawa akibat beralihnya suatu benda, tetapi bedanya jual beli adalah pengalihan hak yang disertai dengan kompensasi, sama halnya dengan pembayaran gaji pegawai, di mana ada transfer uang tetapi atas dasar ada pekerjaan yang sudah atau akan dilakukan,” jelas dia.

“Sedangkan, uang yang ditransfer karena hibah, uangnya sudah beralih hak tetapi tanpa ada kompensasi atau diberi secara Cuma-Cuma. Jadi sangat janggal jika ada uang yang sudah ditransfer dari rekening negara dalam transaksi jual beli atau dalam pembayaran gaji atau hibah yang jelas-jelas kepemilikan uangnya sudah beralih, lantas dikualifisir sebagai uang yang dikorupsi,” tambah Jacobus.

Doktor hukum pidana yang menyelesaikan disertasinya dibidang korupsi ini mengatakan bahwa publik mesti paham benar legal history dari pengaturan hibah daerah.

“Ingat baik-baik ya, hibah itu dialokasikan ketika spending mandatory dalam APBD seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan urusan wajib sudah tertata. Oleh karenanya hibah ini bersifat tidak wajib karena tergantung pemerintah masih memiliki sisa dana atau tidak. Hibah adalah dana “sisa”. Itulah sebabnya, pemberian hibah kepada subyek hukum non pemerintah seperti Sinode GMIM itu pasti bersifat menguntungkan GMIM, tetapi didasari oleh perbuatan yang tidak melawan hukum yakni hibah,” tutur mantan komisi pemuda Sinode GMIM periode 2011 – 2014 ini.

Jacobus kemudian mengingatkan bahwa terpenuhinya syarat minimal dua alat bukti bukanlah final bahwa kliennya bersalah dalam kasus dugaan korupsi dana hibah.

“Menetapkan tersangka berdasarkan minimal 2 (dua) alat bukti itu memang kewenangan penyidik. Namun, hanya pengadilan yang bisa menilai dan menguji apakah dua alat bukti itu relevan dan cukup kuat untuk memastikan seseorang terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana. Jangan vonis seseorang sebelum waktunya,” ujar Jacobus

Dirinya kemudian mencontohkan, di mana pada Tahun 2014, kliennya ditetapkan tersangka dan ditahan oleh Penyidik karena penipuan dengan dasar ada 2 (dua) alat bukti, yakni 2 (dua) orang saksi dan alat bukti surat berupa Perjanjian serta kwitansi yang akhirnya diputus onslag (lepas dari segala tuntutan pidana) oleh Pengadilan karena bukan perbuatan pidana melainkan wanprestasi (ingkar janji).

Demikian juga pada tahun 2018, kliennya dituntut karena membakar Sekolah dan polisi menetapkannya sebagai tersangka, diajukan sebagai terdakwa oleh Jaksa di Pengadilan, tapi pengadilan memutuskan tidak cukup bukti, bahkan hingga mahkamah agung keputusannya vriejspraak (bebas dari segala tuntutan hukum).

“Saat ini berkas perkara sudah dilimpahkan ke Kejaksaan, dan kami masih yakin, Kejaksaan Tinggi Sulut akan memeriksa berkas perkara ini dengan teliti, objektif, dan profesional,” kata Jacobus.

Dirinya juga menjelaskan terkait adanya Laporan Hasil Audit BPKP yang menyatakan adanya dugaan kerugian keuangan negara.

Menurutnya, sebelum ada putusan berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewiesjde), Pdt HA belum pasti bersalah.

Kata dia, pada tahun 2019, kliennya mantan bendahara inspektorat disalah satu Kabupaten di Sulut juga pernah ditetapkan tersangka dan ditahan karena korupsi berdasarkan hasil audit BPK, tapi diputus vriejspraak (bebas dari segala tuntutan hukum) oleh Pengadilan Tipikor.

Menariknya, kata dia, hasil audit BPK tersebut juga dibatalkan oleh Pengadilan dan terhadap kasus itu, Mahkamah Agung memutuskan untuk menguatkan putusan pengadilan sehingga saat ini kliennya sudah berdinas kembali.

“Itu fakta bahwa hasil akhir tipikor dana hibah ini belum tentu menvonis Pdt HA bersalah,” tutup Jacobus, seraya menambahkan kalau minggu depan timnya akan membeberkan hasil konsultasi dengan ahli hukum pidana Prof Dr Jamin Ginting, SH, MH, MKn, dari Universitas Pelita Harapan agar kasus ini dapat didudukkan secara proporsional.

(***/jenlywenur)






  • Facebook
  • Twitter
  • WhatsApp
  • 10shares
Tags: dana hibahgmimHein ArinaMichael Jacobuspemprov sulut

Berita Terkini

Hendrik Polii Tuntut Keadilan atas Tanah Warisan yang Diduga Dikuasai Pihak Lain Secara Ilegal

Hendrik Polii Tuntut Keadilan atas Tanah Warisan yang Diduga Dikuasai Pihak Lain Secara Ilegal

23 Mei 2025

Alfamidi Ajak Orang Tua Dukung Tumbuh Kembang Anak Lewat Aktivitas Kreatif

23 Mei 2025
DAW Gelar Honda Regional Technical Skill Contest 2025

DAW Gelar Honda Regional Technical Skill Contest 2025

23 Mei 2025
Kuasa Hukum Pdt Hein Arina, Michael Jacobus: Dana yang Sudah Dihibahkan Bukan Lagi Uang Negara

Kuasa Hukum Pdt Hein Arina, Michael Jacobus: Dana yang Sudah Dihibahkan Bukan Lagi Uang Negara

23 Mei 2025

OJK Sulutgomalut Bertemu Sherly Tjoanda, Perkuat Ekosistem Keuangan di Malut

23 Mei 2025

OJK Dukung Perempuan UMKM Mampu Kelola Keuangan dan Terhindar dari Aktivitas Ilegal

23 Mei 2025
Konsep Otomatis

Ini Penyebab Badai PHK Bagi Karyawan Bank yang Makin Meluas

23 Mei 2025
Setelah Diperiksa Bareskrim, Ijazah SMA dan Kuliah Joko Widodo Dinyatakan Asli

Setelah Diperiksa Bareskrim, Ijazah SMA dan Kuliah Joko Widodo Dinyatakan Asli

23 Mei 2025
Festival Budaya Kota Langowan, Momentum Perkuat Jati Diri Tou Tontemboan

Festival Budaya Kota Langowan, Momentum Perkuat Jati Diri Tou Tontemboan

23 Mei 2025
  • Beranda
  • Indeks Berita
  • Redaksi
  • Kode Etik Jurnalistik
  • Pedoman Media Siber
  • Trustworthy News
  • Privacy Policy
  • Disclaimer

© 2008-2025 PT. BMCOM. All rights reserved.

No Result
View All Result
  • Indeks Berita
  • Berita Utama
  • Politik dan Pemerintahan
  • Kota Manado
  • Hukum dan Kriminalitas
  • Agama dan Pendidikan

© 2008-2025 PT. BMCOM. All rights reserved.