Tondano – Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Minahasa merencanakan akan mengusulkan perbahan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) sebagai regulasi pelaksanaan terhadap UU Nomor 1 Tahun 2015. Aturan tersebut terakhir dirubah dengan UU Nomor 10 Tahun 2016.
Ketua KPU Minahasa Meidy Tinangon mengatakan bahwa peraturan tersebut berpotensi menimbulkan permasalahan. Hal itu terkait dengan tahapan pemutakhiran data pemilih yang diatur dalam PKPU Nomor 4 tahun 2015. Perubahannya yaitu PKPU Nomor 8 tahun 2016.
Dasar pemikiran dan pertimbangan atas hal itu tercetus dalam kegiatan Focus Group Disscussion (FGD) Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Pemutakhiran Data Pemilih yang digelar KPU Minahasa, Kamis (24/11/2016) keamrin di ruang pertemuan Kantor KPU Manado.
Kegiatan tersebut juga masuk dalam rangkaian agenda persiapan Pilkada Minahasa tahun 2018 mnedatang yang sudah diprogramkan KPU Minahasa. Hadir dalam FGD antara lain Komisioner KPU Minahasa Lord Malonda SPd yang membidangi Divisi Perencanaan dan Data.
Materi yang dipaparkan yaitu potensi masalah regulasi tahapan pemutakhiran data pemilih. Agenda tersbeut mengungkapkan beberapa catatan berdasarkan kaian regulasi dan pengalaman penyelenggaraan Pilkada di Minahasa. Masalah yang diangkat yaitu sinkronisasi Daftar Penduduk Potensial Peilih Pemilihan (DP4) dengan DPT Pemilu atau pemilihan terakhir. Selain itu ada juga masalah penggunaan KTP elektronik (e-KTP) dalam pendaftaran pemilih.
“Ada perbedaan bunyi Pasal 58 ayat 1, jika kita bandingkan UU Nomor 1 Tahun 2015, UU Nomor 8 Tahun 2015 dan UU Nomor 10 Tahun 2016. Pada 2 Undang-undang terdahulu, DP4 merupakan bahan penyusunan Daftar Pemilih yang nantinya dimutakhirkan oleh PPS. Namun dalam UU Nomor 10 Tahun 2016, yang menjadi bahan penyusunan Daftar Pemilih adalah DPT Pemilu terakhir dengan mempertimbangkan DP4 dari pemerintah,” ungkap Mantan Ketua Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Kabupaten Minahasa ini.
Dirinya berpendapat bahwa dengan adanya perubahan Undang-undang tersebut, sebaiknya Peraturan KPU tentang pemutakhiran data pemilih tidak lagi mengatur adanya sinkronisasi dan analisis DP4, karena fungsinya hanya sebagai bahan pertimbangan atau data pembanding, bukan sebagai bahan dasar lagi.
“Kalau disinkronkan dengan DPT maka akibatnya berdasarkan pengalaman, jumlah pemilih dalam daftar pemilih potensial bertambah. Bahkan pengalaman Pilgub tahun 2015 di Kabupaten Minahasa, hasil sinkronisasi justru menyebabkan lonjakan jumlah pemilih sampai melebihi jumlah penduduk,” terang Malonda yang juga berpengalaman sebagai mantan Ketua Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) Kakas.
Disaat session diskusi, apa yang dipaparkan Malonda mendapat tanggapan dari Ketua KPU Minahasa, Meidy Yafeth Tinangon. Menurut Tinangon, harusnya tahapan pemutakhiran data pemilih mengikuti saja Undang-undang yang menurutnya lebih simpel dan menghindari kesalahan data pemilih.
Seharusnya setelah menerima DP4 dari pemerintah, KPU meneruskan DP4 tersebut bersamaan dengan DPT Pemilu terakhir kepada PPS dan langsung dimutakhirkan oleh PPS dengan bantuan Petugas Pemutakhiran Data Pemilih atau PPDP.
“Ini bisa mempersingkat waktu, karena Undang-undang hanya memberikan waktu 14 hari untuk menyerahkan DPT dan DP4 kepada KPU Provinsi dan KPU Kabupaten Kota serta oleh Kabupaten / Kota kepada PPS, terhitung sejak KPU menerima DP4 dari pemerintah,” pukasnya sambil mengingatkan ada ketidakcocokan pengaturan waktu sebagaimana tuntutan Undang-undang dalam PKPU Nomor 7 Tahun 2016 tentang perubahan tahapan, program dan jadwal.
Dalam undang-undang hanya diatur jangka waktu 14 hari setelah menerima DP4 dari pemerintah, maka pemutakhiran data oleh PPS harus dilaksanakan. Namun dalam PKPU 7 tahun 2016, jangka waktu yang diatur telah melebihi 14 hari.
Selain persoalan DP4 penggunaaan KTP elektronik dan keterangan Dinas Dukcapil juga menjadi agenda diskusi. Pasalnya 56 ayat 3 Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tidak mengalami perubahan sampai dua kali perubahan Undang-undang Pilkada tersebut.
Pasal 56 ayat 3 masih mencantumkan penggunaan surat keterangan domisili dari kepala Desa atau sebutan lain dan lurah. Sementara dalam PKPU jenis surat tersebut tidak lagi bisa digunakan.
Sementara itu, menurut Ketua Divisi Hukum KPU Minahasa, Dicky Paseki, SH, MH hal tersebut berpotensi menimbulkan sengketa atau gugatan bagi penyelenggara apalagi pasal tersebut mengatur tentang hak memilih sebagai hak konstitusional.
Berdasarkan hasil diskusi yang mengidentifikasi berbagai persoalanpemutahiran data pemilih, menurut Tinangon, KPU Minahasa berencana mengajukan usulan perubahan PKPU kepada KPU RI melalui KPU provinsi Sulut, agar kiranya peraturan KPU dapat dilakukan perubahan dengan menyesuaikan terhadap Undang-undang, bahkan bisa saja jika ada peluang perubahan Undang-undang sebelum Pilakada serentak gelombang ketiga tahun 2018.
“Kita ingin sistem pemilu, sederhana, efektif dan efisien sesuai prinsip Pemilu universal, termasuk didalamnya dalam sistem Pemutakhiran Data Pemilih,” ungkap Tinangon.
FGD pemutakhiran data pemilih merupakan paket FGD ketiga yang digelar KPU Minahasa. Sebelumnya telah dilksanakan FGD di bidang Anggaran dan Logistik serta Hukum dan Sengketa Pemilihan. (***/frangkiwullur)