Pilar Demokrasi
Hasil kerjasama beritamanado dengan KBR68H
“Artikel ini sebelumnya disiarkan pada program Pilar Demokrasi KBR68H. Simak siarannya setiap Senin, pukul 20.00-21.00 WIB di 89,2 FM Green Radio”
Korupsi di sektor kehutanan masih mengancam di tahun 2014. Terutama soal kebijakan daerah dalam Rencana Kerja Tahunan penebangan pohon hingga penerbitan izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman. Riau memiliki pengalaman dalam memberantas korupsi di sektor kehutanan.
Termasuk menjerat bekas Kepala Dinas Kehutanan Riau Asral Rachman. Dia divonis 5 tahun penjara karena terlibat korupsi kehutanan. Bekas Gubernur Riau Rusli Zaenal juga tengah duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa.
Riau: Pintu Masuk Korupsi Kehutanan
Mengungkap korupsi kehutanan di Riau ibarat membuka kota pandora. Kotak pandora adalah istilah yang berasal dari mitologi Yunani yang menceritakan pembukaan kotak yang memunculkan banyak masalah.
Direktur Eksekutif Walhi Riau Rico Kurniawan mengisahkan, upaya pada 2007 dari Kepolisian Riau untuk mengusut korupsi di sektor kehutanan hingga kini masih bergulir dan bahkan berhasil menyeret bekas Gubernur Riau Rusli Zaenal sebagai terdakwa. “Deforestasi masih terjadi di riau dan sayangnya kegiatan ini dihentikan dengan SP3 oleh kapolda riau terdahulu. Tatapi, yang menarik dari sini.
Fakta dan alat bukti terus berjalan, kasus terus berjalan,” ujarnya. Kerusakan hutan itu menimbulkan kerusakan besar. Rico Kurniawan menekankan betapa kerugian ekologis akibat penggundulan hutan jauh lebih merugikan ketimbang kerugian materi.
Dinas Kehutanan Provinsi Riau mengakui penggundulan hutan berjalan dengan cepat di Riau. Kepala Dinas Kehutanan Prov Riau, Zulkifli Yusuf mengatakan, “Riau memiliki 58 izin di bidang HTI, 5 di HPH. Luasnya 2,2 juta hektar dari luas riau 8,5 juta hektar.
”Ini diperparah dengan aksi pendudukan hutan. Menurutnya, aksi penebangan hutan sekarang kerap berlanjut dengan pendudukan kawasan hutan tertentu untuk dimanfaatkan. Kepala Dinas Kehutanan Prov Riau, Zulkifli Yusuf menenggarai muara luasnya izin penebangan hutan ini pada Kementerian Kehutanan. Sebab, Kementerian Kehutanan memiliki hak untuk mengeluarkan izin penebangan hutan dan menguasai hampir seluruh hutan di Indonesia.
Kepala Dinas Kehutanan Riau, Zulkifli Yusuf dengan singkat mengaskan, “tidak ada otonomi daerah dalam kehutanan!” Ia mengibaratkan dinas kehutanan seperti macan ompong yang hanya bisa memberi rekoemendasi pada Kementerian Kehutanan tanpa bisa melakukan tekanan.
Media Harus Awasi Korupsi Kehutanan
Peran media dalam mengawasi penindakan korupsi kehutanan dinilai penting untuk memberantas tindak rasuah tersebut. Namun, media sendiri masih mengalami sejumlah masalah untuk mengusut korupsi kehutanan. Ketua Aliansi Jurnalis Independen Eko Maryadi mengatakan setidaknya ada dua masalah menjerat media untuk meliput isu ini.
Pertama, media kekurangan jurnalis yang mampu melakukan liputan investigasi. “Kemampuan jurnalis untuk melakukan investiagasi itu sangat penting karena kasus korupsi di sektor kehutanan banyak sekali, biasanya berkelindan dengan kasus kriminalisasi terhadap petani, penyerobotan lahan, perampasan tanah rakyat oleh perusahaan, hph yang dikuasai oleh perusahaan yang tidak punya kompetensi.
Bahan itu banyak di lapangan,” paparnya. Kedua, sebagian besar pihak yang mengetahui dan memiliki data korupsi kehutanan enggan berbicara pada media. Padahal, angin kebebasan pers sudah berhembs segar di sebagian besar wilayah di Indonesia.
Permasalahan media ini bisa dituntaskan setidaknya dengan tindakan dari dua pihak, perusahaan media dan pemegang informasi. Ketua AJI Eko Maryadi meminta perusahaan media agar memiliki komitmen dalam pemberantasan korupsi di sektor kehutanan.
“Media melalui kantor-kantor media bisa mendorong dibentuknya tim audit kejahatan korupsi untuk kehutanan dan sumber daya alam.” Usulnya. Selain itu, pemilik informasi mesti terbuka pada media untuk menjadi bahan awal penelusuran data korupsi kehutanan.
“Saya menyarankan Menteri Kehutanan, jajarannya dirjen lebih terbuka pada media dan member input-input yang bermanfaat supaya media berani melakukan invesitgasi kasus korupsi,” kata Eko Maryadi. Direktur Eksekutif Walhi Riau Rico Kurniawan membenarkan pernyataan Eko Maryadi tersebut.
Ia yakin kerjasma organisasi lingkungan dengan jurnalis sangatlah strategis. “Saya pikir ke depan kalau sinergi ini, terutama organisasi lingkungan memasok informasi pada media dan membuka akses lebih luas media akan terus mengawasi karena media terus mengontrol persoalan korupsi,” ujarnya. Rico mengisahkan, ia dan teman-teman lingkugan pernah memasok data indikasi korupsi kehutanan ke jurnalis dan mereka mempublikasikannya. (*)
Pilar Demokrasi
Hasil kerjasama beritamanado dengan KBR68H
“Artikel ini sebelumnya disiarkan pada program Pilar Demokrasi KBR68H. Simak siarannya setiap Senin, pukul 20.00-21.00 WIB di 89,2 FM Green Radio”
Korupsi di sektor kehutanan masih mengancam di tahun 2014. Terutama soal kebijakan daerah dalam Rencana Kerja Tahunan penebangan pohon hingga penerbitan izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Tanaman. Riau memiliki pengalaman dalam memberantas korupsi di sektor kehutanan.
Termasuk menjerat bekas Kepala Dinas Kehutanan Riau Asral Rachman. Dia divonis 5 tahun penjara karena terlibat korupsi kehutanan. Bekas Gubernur Riau Rusli Zaenal juga tengah duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa.
Riau: Pintu Masuk Korupsi Kehutanan
Mengungkap korupsi kehutanan di Riau ibarat membuka kota pandora. Kotak pandora adalah istilah yang berasal dari mitologi Yunani yang menceritakan pembukaan kotak yang memunculkan banyak masalah.
Direktur Eksekutif Walhi Riau Rico Kurniawan mengisahkan, upaya pada 2007 dari Kepolisian Riau untuk mengusut korupsi di sektor kehutanan hingga kini masih bergulir dan bahkan berhasil menyeret bekas Gubernur Riau Rusli Zaenal sebagai terdakwa. “Deforestasi masih terjadi di riau dan sayangnya kegiatan ini dihentikan dengan SP3 oleh kapolda riau terdahulu. Tatapi, yang menarik dari sini.
Fakta dan alat bukti terus berjalan, kasus terus berjalan,” ujarnya. Kerusakan hutan itu menimbulkan kerusakan besar. Rico Kurniawan menekankan betapa kerugian ekologis akibat penggundulan hutan jauh lebih merugikan ketimbang kerugian materi.
Dinas Kehutanan Provinsi Riau mengakui penggundulan hutan berjalan dengan cepat di Riau. Kepala Dinas Kehutanan Prov Riau, Zulkifli Yusuf mengatakan, “Riau memiliki 58 izin di bidang HTI, 5 di HPH. Luasnya 2,2 juta hektar dari luas riau 8,5 juta hektar.
”Ini diperparah dengan aksi pendudukan hutan. Menurutnya, aksi penebangan hutan sekarang kerap berlanjut dengan pendudukan kawasan hutan tertentu untuk dimanfaatkan. Kepala Dinas Kehutanan Prov Riau, Zulkifli Yusuf menenggarai muara luasnya izin penebangan hutan ini pada Kementerian Kehutanan. Sebab, Kementerian Kehutanan memiliki hak untuk mengeluarkan izin penebangan hutan dan menguasai hampir seluruh hutan di Indonesia.
Kepala Dinas Kehutanan Riau, Zulkifli Yusuf dengan singkat mengaskan, “tidak ada otonomi daerah dalam kehutanan!” Ia mengibaratkan dinas kehutanan seperti macan ompong yang hanya bisa memberi rekoemendasi pada Kementerian Kehutanan tanpa bisa melakukan tekanan.
Media Harus Awasi Korupsi Kehutanan
Peran media dalam mengawasi penindakan korupsi kehutanan dinilai penting untuk memberantas tindak rasuah tersebut. Namun, media sendiri masih mengalami sejumlah masalah untuk mengusut korupsi kehutanan. Ketua Aliansi Jurnalis Independen Eko Maryadi mengatakan setidaknya ada dua masalah menjerat media untuk meliput isu ini.
Pertama, media kekurangan jurnalis yang mampu melakukan liputan investigasi. “Kemampuan jurnalis untuk melakukan investiagasi itu sangat penting karena kasus korupsi di sektor kehutanan banyak sekali, biasanya berkelindan dengan kasus kriminalisasi terhadap petani, penyerobotan lahan, perampasan tanah rakyat oleh perusahaan, hph yang dikuasai oleh perusahaan yang tidak punya kompetensi.
Bahan itu banyak di lapangan,” paparnya. Kedua, sebagian besar pihak yang mengetahui dan memiliki data korupsi kehutanan enggan berbicara pada media. Padahal, angin kebebasan pers sudah berhembs segar di sebagian besar wilayah di Indonesia.
Permasalahan media ini bisa dituntaskan setidaknya dengan tindakan dari dua pihak, perusahaan media dan pemegang informasi. Ketua AJI Eko Maryadi meminta perusahaan media agar memiliki komitmen dalam pemberantasan korupsi di sektor kehutanan.
“Media melalui kantor-kantor media bisa mendorong dibentuknya tim audit kejahatan korupsi untuk kehutanan dan sumber daya alam.” Usulnya. Selain itu, pemilik informasi mesti terbuka pada media untuk menjadi bahan awal penelusuran data korupsi kehutanan.
“Saya menyarankan Menteri Kehutanan, jajarannya dirjen lebih terbuka pada media dan member input-input yang bermanfaat supaya media berani melakukan invesitgasi kasus korupsi,” kata Eko Maryadi. Direktur Eksekutif Walhi Riau Rico Kurniawan membenarkan pernyataan Eko Maryadi tersebut.
Ia yakin kerjasma organisasi lingkungan dengan jurnalis sangatlah strategis. “Saya pikir ke depan kalau sinergi ini, terutama organisasi lingkungan memasok informasi pada media dan membuka akses lebih luas media akan terus mengawasi karena media terus mengontrol persoalan korupsi,” ujarnya. Rico mengisahkan, ia dan teman-teman lingkugan pernah memasok data indikasi korupsi kehutanan ke jurnalis dan mereka mempublikasikannya. (*)