Tanaman cengkih masih menjadi produk perkebunan andalan masyarakat Sulawesi Utara
Manado – Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Olly Dondokambey – Steven Kandouw telah menyiapkan konsep pengembangan sektor pertanian Sulawesi Utara sekaligus mengambalikan pamor komoditi cengkeh, kopra dan pala Sulawesi Utara.
Dijelaskan Olly Dondokambey, lebih separuh penduduk Sulawesi Utara masih sangat bergantung pada ekonomi pertanian baik perkebunan maupun holtikultura. Dari sektor perkebunan ada triliunan rupiah yang dapat beredar di masyarakat setiap tahun, dan jika potensi ini difasilitasi dengan pengembangan teknologi dan akses pasar yang baik maka Sulawesi Utara akan mencapai kembali kejayaannya sebagai daerah pertanian.
“Sektor perkebunan masih tetap menjadi pilar utama ekonomi Sulawesi Utara. Kami sudah menyiapkan konsep pengembangan sektor perkebunan,” tandas Olly Dondokambey dalam sebuah wawancara dengan tiga wartawan Freddy Roeroe, Joppie Worek, dan Victor Rarung beberapa waktu lalu, di Jakarta.
Menurut Olly, berbicara komoditi kopra, cengkeh, pala, fanili dan komoditi lainnya sebenarnya berbicara hayat hidup orang banyak di Sulawesi Utara.
“Ini penting, sebab saya amati selama sekitar duapuluh tahun terakhir ini sektor pertanian kita terabaikan dan mulai ditinggalkan,” tuturnya.
Dia mencontohkan komoditi cengkeh, adalah keliru jika Sulut mengabaikan dan hampir meninggalkan komoditi andalan cengkeh seperti yang terjadi tahun 1990-an, setelah era perdagangan BPPC.
“Sesuai penelitian para ahli dalam 20 – 25 tahun ke depan, harga pokok produksi (HPP) cengkeh masih akan berada di atas harga jual (HJ). Itu berarti komoditi cengkeh masih akan menguntungkan daerah, menguntungkan masyarakat petani.
Salah satu cara fasilitasi, kita akan mengembangkan sinergi yang saling menguntungkan pada semua elemen rantai pasar. Petani produsen, pedagang sebagai distributor dan pabrikan sebagai konsumen saling bergantung dan menguntungkan. Kita sudah punya cara menjaga dinamika pasar untuk itu,” tandasnya.
Tentang komoditi kopra dan pala, Olly Dondokambey menjelaskan, kedua komoditi ini sebenarnya tetap sangat potensial karena memiliki pasar yang luas. Ada banyak produk asal kelapa yang dipajang di supermarket-supermarket manca negara. Selama ini Sulut cuma produksi kopra dan tepung kelapa.
“Saya lihat di supermarket santan kelapa dalam kemasan juga ada coconut oil. Ternyata itu dari tetangga kita Filipina, Thailand dan Vietnam,” katanya.
Demikian juga komoditi pala yang juga memiliki pasar potensial di manca negara. Dulu dunia mengenal pala asal Sulut sebagai yang terbaik di dunia. Tetapi sekarang pala asal Sulut sering merosot harganya karena rendah kualitas.
“Kita perlu memberikan fasilitasi dan pendampingan secara intens pada petani pala agar menjaga kualitas dan menghindari panen muda. Pasar pala dunia masih sangat terbuka dan produksi pala Sulawesi Utara masih merupakan yang terbesar volumenya di dunia,” terang calon kuat Gubernur Sulut ini.
Dalam wawancara itu, Olly yang memang gemar berkebun juga menjelaskan panjang lebar tentang pertanian holtikultura serta pertanian pangan. Dikatakan, Sulawesi Utara ini sebenarnya daerah yang sangat diberkati dengan keragaman potensi pertanian. Sulut memiliki lumbung pangan potensial di Bolaang Mongondow, ada dua bendungan besar yang dapat dimaksimalkan yakni di Toraut dan Kosinggolan.
“Ini harus direhabilitasi total untuk mengairi sawah-sawah di Boloaang Mongondow. Jika kedua jaringan irigasi itu dikembangkan, Sulawesi Utara akan berjaya menjadi daerah swasembada pangan dan beras,” katanya.
Tentang holtikultura, di Modoinding, Tomohon, Tondano dan Tompaso, Olly Dondokambey memaparkan perlunya potensi holtikultura Sulut masuk ke industrialisasi. “Sayur dan kacang-kacangan harus disiapkan dan didorong masuk ke industrialisasi. Jangan lagi sayur Modoinding dikirim cuma dibungkus karung plastik,” terang Olly. (***/mc)