MANADO, beritamanado.com – Pasca putusan Menkum HAM Yasonna Laoly yang mengakui Golkar pimpinan Agung Laksono mendapat reaksi dari Ketua Mahkamah Partai Golkar Muladi. Dirinya heran dengan keputusan tersebut padahal Mahkamah Partai Golkar (MPG) tak pernah memenangkan salah satu kubu di Golkar.
“Saya anggota Mahkamah Partai agak bingung baca itu. Karena, MPG tidak pernah putuskan siapa yang menang,” kata Muladi. Muladi menyampaikan, dirinya dan Nattabaya berpendapat bahwa penyelesaian konflik di Golkar harus melewati jalur pengadilan. Sedangkan Djasri Maarin dan Andi Matalatta menilai kubu Agung harus menyusun pengurus dengan mengakomodir kubu Ical yang dinilai layak.
“Kami (Mahkamah Partai) belum tentukan siapa yang sah,” tegasnya. Menurut Muladi, Menkum HAM menafsirkan keputusan Mahkamah Partai hanya dengan melihat kepentingan politik. “Secara yuridis kami belum tentukan yang benar. Tapi, nampaknya Menkum HAM itu milih yang mungkin cocok itu. Ya itu urusan dia,” tutur Muladi.
Keputusan ini mengundang reaksi keras kubu Aburizal Bakrie. Melalui kuasa hukumnya Yusril Ihza Mahendra yang juga pakar hukum tata negara, mengatakan keputusan Menteri Yasona itu lebih berdasarkan pada tindakan sebagai seorang penguasa. “Tindakan Menkumham Yasonna Laoly yang menyurati kubu Agung Laksono dan memberi isyarat akan mensahkan susunan pengurus DPP Golkar kubu Agung adalah tindakan kekuasaan dan bukan tindakan hukum,” kata Yusril dalam keterangan persnya, Selasa 10 Maret 2015.
Yusril menjelaskan, MPG sudah jelas tidak mengambil keputusan apa-apa. Karena, lanjut dia, pendapatnya yang terbelah antara dua kelompok. Bahkan Yusril menilai, SK Menteri Yasonna yang mensahkan salah satu kubu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Dan bertentangan dengan asas-asas umum pemerintahan yang baik,” katanya. Terkait gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat terhadap kepengurusan Agung Laksono, Yusril memastikan bahwa ARB tetap melanjutkan proses itu. “Ini penting untuk menunjukkan bahwa langkah Menkumham mengesahkan DPP Golkar kubu Agung adalah salah,” kata Yusril.
Sementara itu, pascaputusan Kemenkumham yang memenangkan kepengurusan Partai Golkar kubu Agung Laksono siap menggelar Musyawarah Daerah (Musda) untuk merombak struktur yang ada di daerah. “Setelah keluarnya keputusan Kemenkumham langkah selanjutnya melakukan perombakan kepengurusan di tingkat daerah,” ujar Wakil Ketua DPP Golkar kubu Agung Laksono, Sabil Rachman.
Tak hanya itu, kubu Agung juga mulai mengancam DPD-DPD yang tidak mengakui kubu Agung. “Kami juga mengimbau kalau ada pengurus DPD yang tidak mengakui kepengurusan Golkar kubu Agung, maka kami akan mengambil langkah tegas. Berupa pemberhentian sementara,” ancamnya.
Di tempat terpisah, pengamat politik dari Universitas Parahyangan Bandung Asep Warlan Yusuf mengatakan langkah Kementerian Hukum dan Hak Azasi Manusia (Kemenkumham) merupakan tindakan reaktif dan tidak hati-hati. Menurutnya, sebelum memutuskan hal tersebut, seharusnya Menkumham terlebih dulu memanggil dua pihak yang bertikai untuk dimediasi. Jangan serta-merta memutuskan karena akan dipersepsikan tidak netral atau berpihak, katanya.
“Kalau ada salah satu pihak belum puas dengan putusan Mahkamah Partai, maka Kemenkumham harus menunggu proses peradilan selesai,” ungkapnya. Dengan begitu, Kemenkumham akan lebih mengayomi dua pihak tersebut. Dan juga efek keputusan tersebut, kata Yusuf, akan mengakibatkan konflik yang lebih panjang lagi. Karena keputusan Mahkamah Partai sebelumnya tidak clear dan mufakat. (*/ray)