Kawangkoan, BeirtaManado.com — Sukses menjalani masa pendidikan dan pembinaan menjadi seorang Pendeta di lingkungan Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) tuntu diwarnai oleh berbagai kisah pahit dan manis saat masih anak-anak hingga dewasa.
Demikian juga dengan yang dialami Ketua Badan Pekerja Majelis Jemaat (BPMJ) Gereja Masehi Injili di Minahasa (GMIM) Sion Sentrum Kawangkoan Pdt Christian Luwuk MTh.
Kepada BeritaManado.com, Rabu (19/1/2022), Pdt Christian Luwuk berkenan berbagi kisah masa kecilnya hingga mulai merintis jalur pendidikan dan pembinaan calon Pendeta GMIM.
“Sejak kecil saya harus berbagi waktu antara belajar di sekolah dengan menjual pisang goreng dan nogosari, kue tradisional orang Minahasa. Saya melakukan itu saat diluar jam sekolah saat sudah pulang rumah,” ungkap Pdt Christian Luwuk.
Tak hanya itu, Pdt Christian juga ternyata melakoni pekerjaan membantu ayah sebagai tukang kayu di kampung halaman.
Singkat cerita, saat menyelesaikan pendidikan di tingkat SMA, Pdt Christian mengaku sempat dibentak guru, bukan karena berbuat kesalahan, namun karena saat itu sempat menyatakan tidak akan meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi.
“Alasan yang saya sampaikan ke guru yaitu karena tidak punya biaya kuliah. Namun tanggapannya hanya dibentak sambil membanting buku raport di atas meja. Akhirnya saya memutuskan untuk berkuliah di fakultas Theologi Universitas Kristen Indonesia (UKI) Tomohon. Itupun saya lalui dengan tetap menjalani pekerjaan membantu ayah sebagai tukang kayu,” ungkap Pdt Christian.
Ditambahkannya, tantangan terus berlanjut saat hendak melanjutkan ke jenjang pendidikan menjadi seorang Vikaris, dimana finansial menjadi kendala utamanya.
“Ternyata saya harus menempuh jalan menjadi pekerja proyek pemasangan pipa pelindung trotoar di pinggir jalan yang berlokasi di depan Kantor PDAM di wilayah Paal Dua Kota Manado. Puji Tuhan semua rintangan berhasil dilalui dengan segala pergumulan,” tutur Pdt Christian.
Saat menjalani masa Vikaris di Desa Kalatin Kabupaten Minahasa Tenggara saat ini sekitar tahun 1999, Pdt Christian mengukir cerita unik dan tak terlupakan.
Itu ternyata bukan terkait langsung pelayanan kepada jemaat setempat, namun soal cerita roda sapi dan saat bekerja dalam rangka pembangunan gereja.
Tentang roda sapi, Pdt Christian berkisah, pada suatu saat bersama seorang anggota jemaat dirinya menaiki roda sapi.
Karena rasa penasaran bagaimana rasanya menjadi kusir roda sapi, Pdt Christian pun mencoba mengambil alih posisi sebagai pemegang tali kendali yang menjulur dari ujung hidung sapi.
“Waktu itu sedang dalam sebuah perjalanan. Tanpa saya perhatikan, di salah satu sisi jalan ada gundukan tanah yang ditopang dengan akar pohon kelapa. Mungkin karena tidak mahir, salah satu roda menaiki gundukan tanah tersebut dan terbaliklah roda sapi. Saya pun mengalami cidera di bagian punggung,” ujar Pdt Christian.
Cerita ‘menyakitkan’ ternyata berlanjut saat gotong royong bersama jemaat mengangkut batu dari sungai menuju lokasi pembangunan gereja.
“Jadi batu itu diangkut satu per satu dari sungai ke lokasi pembangunan, dimana para pekerja berbaris dan batu diangkut dengan cara digilir. Saat itu tangan kiri saya memegang tiang kayu untuk menyangga badan karena medan kerja yang tidak rata. Ternyata setelah memegang batu, kondisi badan tidak stabil akibat berat beban batu itu. Kaki saya terkilir dan mengakibatkan cidera tangan kiri yang menyebabkan rasa sakit,” kisanya.
Bagi Pdt Christian sendiri, tentu ada banyak kisah yang mewarnai perjalanan panggilan menjadi seorang gembala jemaat, namun dua kejadian di Desa Kalatin itu menjadi spesial, karena menjadi pengalaman pada awal melakoni tugas sebagai Vikaris di sebuah desa terpencil.
“Saya bersyukur Tuhan membawa saya sampai saat ini dengan rupa-rupa dinamika. Keberhasilan ini juga berkat doa dan dukungan keluarga dan kerabat yang senantiada membantu. Tentu dengan pengalaman ini senantiasa menjadi penyemangat untuk tetap setia dengan tugas penggembalaan jemaat saat ini dan di masa yang akan datang,” ungkapnya.
(Frangki Wullur)