Manado – Sulawesi Utara terkenal dengan tanah yang subur. Inilah yang membuat banyak masyarakat Sulut memilih menjadi petani. Salah satu komoditi yang dilirik oleh petani adalah tanaman cengkih.
Di berbagai lokasi pertanian, kita bisa dengan mudah menemukan tanaman cengkih. Tapi akhir-akhir ini, turunnya harga cengkih membuat pusing para petani. Mengapa tidak, hasil penjualan cengkih dinilai tidak bisa menutupi biaya produksi dengan kata lain, petani merugi.
BeritaManado.com coba menghubungi Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Sulawesi Utara untuk meminta pendapat soal masalah cengkih. Menurut Ketua HKTI Sulut, Melki Suawah, soal harga merupakan permainan pedagang yang didasari oleh kondisi pasar.
“Kondisi sekarang memang bisa dikata panen cengkih. Tapi meskipun banyak tetap tidak bisa memenuhi semua kebutuhan pabrik. Banyaknya permintaan tidak serta merta menaikkan harga tapi justru menurunkan harga membuat petani harus menjual cengkih meski dengan harga yang rendah. Itulah kondisi sekarang yang dikeluhkan para petani,” ujar Melki Suawah SP, selaku Ketua HKTI Sulut kepada BeritaManado.com, Rabu (2/9/2015).
Menurutnya, ada hal yang bisa diupayakan untuk mengantisipasi kondisi semacam ini, tentu tergantung kebijakan pemerintah.
“Sebenarnya ada cara klasik mengatasinya yaitu dengan menerapkan Sistem Resi Gudang. Jadi, kalau harga rendah seperti sekarang, petani bisa menitipkan cengkihnya ke gudang milik pemerintah. Lalu pemerintah memberi dana ke petani. Nanti saat harga sudah mulai normal atau malah naik, petani bisa mengambil lagi cengkihnya lalu mengembalikan uang milik pemerintah. Petani tidak rugi, pemerintah pun begitu.
Sistem ini memang sudah sejak dulu diwacanakan. Istilahnya dibilang sistem yang sudah klasik. Tapi ya hal semacam itu yang kita butuhkan untuk mengantisipasi penurunan harga cengkih,” jelasnya.
Meski demikian, ia pun mengatakan bahwa meski sistem ini
baik untuk diterapkan tapi tetap keputusannya ada pada pemerintah.
“Meski baik tapi political will dari pemerintah yang ditunggu. Harus diakui para pemangku kekuasaan pun ada yang bisa dibilang pengusaha cengkih atau setidaknya punya kebun cengkih. Jadi semua tergantung pada kemauan atau niat dari pemerintah sendiri,” tukas Suawah. (srisuryapertama)