Manado – Robby Mongisidi saudara Kandung Pahlawan Nasional Indonesia Robert Mongisidi membawakan puisi, dalam peringatan ke- 68 tahun gugurnya pahlawan Nasional Robert Wolter Monginsidi tahun 2017, di Lapangan Bantik Malalayang, Selasa (5/9/2017).
Puisi tersebut merupakan tulisan terakhir sebelum Wolter Mongisidi ditembak pada 5 September 1949 di Makassar.
Pantauan BeritaManado.com ratusan orang terpukau dengan puisi Wolter Mongisidi.
“Merdeka, merdeka,” kata Robi Mongisidi sebelum membacakan puisi.
Kucabik Belenggu
“Jangan cemas dan tetap tenang
Ku ajak diriku yakin pada sikap batin ini
Aku harus ada di dalam gelora segera bangsa
Kuhayati hakekat perjuangan martabat bangsaku
Sekalipun jelas resikonya amat sangat berat
Sebab bermacam firus bakteri melahap cipta mulia
Namun tekadKu tetap ikut mencabik belenggu tirani
Tegar! Teguh kokoh kuat dalam keyakinan
Meraup gapai tujuan agung
Kubertelut sembah kehadirat Allah Maha Perkasa
Mohon hikmat kekuatan Iman Bapa Samawi
Kucari jiwa -jiwa terbuang dan teraniaya
Merenda dan merajut serpihan-serpihan menjadi wujud
Kekuatan dahsyat runtuhkan kuasa penjajah!
Disela kisi-kisi himpitan penderitaan
Diantara benturan batu-batu penghambat martabat bangsaku
Ada mutiara-mutiara kehidupan indah cemerlang
Memancar sinar api kedamaian nan abadi
Terdengar jerit tangis anak bangsa tiada berkesudahan
Bagaikan alunan irama music symponi iringi derap revolusi
Mendorong gairah para Satria terjang hancurkan penguasa lalim
Sungguh kejam tangan tangan para algojo
Insan-insan tampa dosa disiksa didera tanpa ampun
Tulang belulang remuk patah bagaikan ranting
Daging, kulit biru lebam tak berbentuk
Tiada rintihan! Tiada teriakan ampun tanpa menyerah
Roman muka dipermak berubah bentuk tiada karuan lagi
Namun tak ada tetesan air mata setitikpun tanpa menyesal
Ini resiko terjun berjuang dalam Revolusi Bangsa
Sekalipun darah membanjir dimana-mana
Semangat juang ta’kendur sepanjang masa
Ketahanan bathin dan keyakinan takkan luntur
Pertolongan Bapa Samawi tumpuan segala harapan
Menampik ambisius kepentingan pribadi
Hai jiwa-jiwa kerdil! Penjilat dan pengkhianat!
Bertobatlah dan sadarlah, jalan pengampunan tetap terbuka
Aku tiada dendam sekalipun aku dikhianati
Maaf dan ampun ikhlas aku sampaikan
Semoga keadilan terwujud di hari kemudian
Melalui dacing Tuhan Yang Maha Kuasa”. (Anes Tumengkol)
Manado – Robby Mongisidi saudara Kandung Pahlawan Nasional Indonesia Robert Mongisidi membawakan puisi, dalam peringatan ke- 68 tahun gugurnya pahlawan Nasional Robert Wolter Monginsidi tahun 2017, di Lapangan Bantik Malalayang, Selasa (5/9/2017).
Puisi tersebut merupakan tulisan terakhir sebelum Wolter Mongisidi ditembak pada 5 September 1949 di Makassar.
Pantauan BeritaManado.com ratusan orang terpukau dengan puisi Wolter Mongisidi.
“Merdeka, merdeka,” kata Robi Mongisidi sebelum membacakan puisi.
Kucabik Belenggu
“Jangan cemas dan tetap tenang
Ku ajak diriku yakin pada sikap batin ini
Aku harus ada di dalam gelora segera bangsa
Kuhayati hakekat perjuangan martabat bangsaku
Sekalipun jelas resikonya amat sangat berat
Sebab bermacam firus bakteri melahap cipta mulia
Namun tekadKu tetap ikut mencabik belenggu tirani
Tegar! Teguh kokoh kuat dalam keyakinan
Meraup gapai tujuan agung
Kubertelut sembah kehadirat Allah Maha Perkasa
Mohon hikmat kekuatan Iman Bapa Samawi
Kucari jiwa -jiwa terbuang dan teraniaya
Merenda dan merajut serpihan-serpihan menjadi wujud
Kekuatan dahsyat runtuhkan kuasa penjajah!
Disela kisi-kisi himpitan penderitaan
Diantara benturan batu-batu penghambat martabat bangsaku
Ada mutiara-mutiara kehidupan indah cemerlang
Memancar sinar api kedamaian nan abadi
Terdengar jerit tangis anak bangsa tiada berkesudahan
Bagaikan alunan irama music symponi iringi derap revolusi
Mendorong gairah para Satria terjang hancurkan penguasa lalim
Sungguh kejam tangan tangan para algojo
Insan-insan tampa dosa disiksa didera tanpa ampun
Tulang belulang remuk patah bagaikan ranting
Daging, kulit biru lebam tak berbentuk
Tiada rintihan! Tiada teriakan ampun tanpa menyerah
Roman muka dipermak berubah bentuk tiada karuan lagi
Namun tak ada tetesan air mata setitikpun tanpa menyesal
Ini resiko terjun berjuang dalam Revolusi Bangsa
Sekalipun darah membanjir dimana-mana
Semangat juang ta’kendur sepanjang masa
Ketahanan bathin dan keyakinan takkan luntur
Pertolongan Bapa Samawi tumpuan segala harapan
Menampik ambisius kepentingan pribadi
Hai jiwa-jiwa kerdil! Penjilat dan pengkhianat!
Bertobatlah dan sadarlah, jalan pengampunan tetap terbuka
Aku tiada dendam sekalipun aku dikhianati
Maaf dan ampun ikhlas aku sampaikan
Semoga keadilan terwujud di hari kemudian
Melalui dacing Tuhan Yang Maha Kuasa”. (Anes Tumengkol)