Manado – Tekanan inflasi Sulawesi Utara pada januari 2016, sesuai rilis BPS tercatat sebesar 0,18 % (mtm) atau 6,12 % (yoy).
Kondisi ini relatif sesuai dengan proyeksi Bank Indonesia sebelumnya.
Menurunnya tekanan inflasi pada bulan laporan di pengaruhi oleh menurunnya tekanan inflasi pada kelompok volatile food dan koreksi pada kelompok administered prices, seiring normalisasi tingkat permintaan pasca perayaan hari besar keagamaan dan pengaruh harga BBM di awal tahun.
Kedepan, Bank Indonesia akan meningkatkan upaya pengendalian harga mengingat masih tingginya votalitas harga khususnya pada komoditas barito (bawang, rica, tomat).
Pada bulan januari 2016, bawang tercatat mengalami kenaikan cukup tinggi dan menjadi komoditas penyumbang utama inflasi.
Pada bulan mendatang, tekanan inflasi diperkirakan mengalami peningkatan dengan proyeksi 0,38 % (mtm).
Tekanan diperkirakan berasal dari kelompok core seiring penyesuaian harga sewa tempat tinggal di awal tahun serta potensi peningkatan harga kelompok volatile foof khususnya pada komoditi bawang dan beras.
“Bank Indonesia masih mencatat berbagai resiko di sepanjang 2016. Resiko tekanan muncul dari komoditi tanaman bahan makanan seiring mundurnya masa tanam akibat fenomena El-Nino yang terjadi tahun lalu. Selain itu beberapa resiko di sisi administered prices juga masih membayangi khususnya terkait pengalihan pelanggan listrik 450VA dan 900 VA. Faktor cuaca serta permasalahan tata niaga juga masih menjadi pekerjaan rumah bersama yang perlu mendapat perhatian semua pihak,” ujar Direktur Kantor Perwakilan BI Sulut Peter Jacobs.
Pada tahun 2016, Bank Indonesia juga memperkirakan inflasi Sulut relatif stabil dan berada di kisaran kurang lebih 4,5 (yoy).
Hal tersebut tentunya dapat dicapai dengan upaya bersama dalam pengendalian inflasi melalui wadah tim pengendali inflasi daerah. (TPID). (risat)