Ditulis Oleh Anggelin A. Palit (Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sulawesi Utara)
Salam Adil dan Lestari
Lingkungan hidup menurut Undang Undang No. 23 Tahun 1997, adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Sedangkan ruang lingkup lingkungan hidup Indonesia meliputi ruang, tempat Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berwawasan Nusantara dalam melaksanakan kedaulatan, hak berdaulat, dan yurisdiksinya.
Dalam UU RI No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
Sebagai salah satu bagian di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Propinsi Sulawesi Utara dengan luas area seluas ± 15.069.00 km² (5,818.17 mil²), sejak dahulu memiliki kesatuan ruang rantai pasok ekosistem yang sangat kaya bagi seluruh penduduknya. Tetapi kini Lingkungan Hidup di Sulawesi Utara kini sudah rusak dan semakin terancam dengan masuknya kepentingan Investor dalam sector perekonomian dan politik dari para pejabat tinggi daerah ini, demi percepatan pembanguan daerah otonom yang tidak adil sehingga kini semakin merusak kesatuan jaringan dari Lingkungan Hidup yang sudah ada bahkan sangat jelas segala kegiatan yang dilakukan terkesan dipaksakan demi bersaing dengan propinsi lainnya.
Akibat kebutuhan perekonomian atas percepatan perekonomian daerah otonom yang dilakukan oleh pemerintah daerah ini, telah banyak menimbulkan polemic bagi penduduk Sulawesi Utara atas perampasan sumber daya alam yang dilakukan oleh para investor pendatang dan pemerintah yang lancarkan proses perijinan atas berbagai macam kepentingan yang ada. Seperti kasus yang saat ini dihadapi oleh masyarakat, seperti:
1. Kasus penyerobotan lahan masyarakat yang terdapat di Pulau Bangka, termasuk pulau kecil dengan luas area ± 4.800 ha, yang diijinkan oleh pemerintah daerah menjadi lokasi pertambangan dengan dokumen AMDAL-nya untuk tambang Biji Besi atas nama milik PT Mikgro Metal Perdana (MMP) dari negara Cina. Masyarakat dalam perlawanan yang dilakukan untuk mengeluarkan investor tersebut sudah melalui berbagai macam cara hingga masuk pada proses litigasi yang berakhir pada tingkatan MA dimana gugatan terhadap PTUN terhadap bupati Minahasa Utara dan PT MMP telah dimenangkan oleh masyarakat. Namun keputusan yang berstatus hukum tetap ini tidak membuat investor cina dan pemerintah kabupaten Minahasa Utara dan propinsi Sulawesi Utara upaya perusakan lingkungan Pulau Bangka dan tidak menghormati serta taat hukum.
2. Propinsi Sulawesi Utara pun memiliki keunikan dari Keanekaragaman Hayati flora & fauna yang saling ketergantungan satu dengan yang lainnya juga memiliki nilai plus bagi dunia Konservasi di seluruh pelosok dunia seperti status pangakuan yang dimiliki oleh Cagar Alam Tangkoko di Kota Bitung yang sangat terkenal di dunia sebagai salah satu wilayah cagar alam yang memiliki endemic flora-fauna yang khusus, namun kini telah terusik keberadaan habitatnya oleh pembangunan jalan lingkar untuk kepentingan wisata semata.
3. Reklamasi yang terjadi di seluruh pesisir kota manado sejak tahun 1990-an hingga saat ini masih terus dilakukan oleh para pengembang sepanjang kawasan boulevard, dimana secara ekosistem telah menutup/menahan laju aliran air dari beberapa sungai sehingga sangat berpotensi mendukung terjadinya banjir di Kota Manado terutama pada saat air pasang. Sehingga hilangnya garis pantai.
Dari berbagai macam even-even internasional yang telah terlaksana di Sulawesi Utara nampak pencitraan dan kepentingan poltik dari para pimpinan daerah ini semata dan sangat disayangkan tidak berdasarkan demi kepentingan serta kesejahteraan masyarakat Sulawesi Utara seutuhnya. Hal ini telah nyata dirasakan oleh masyarakat yang telah banyak melakukan aksi pertentangan sikap atas perampasan sumber daya alam yang dilakukan atas dasar watak kebijakan yang semakin membuka jalan bagi investor atau pemiliki modal secara sistematik terhadap hak atas lingkungan hidup, hak-hak sipil politik, maupun hak-hak ekonomi, sosial, budaya. Akibat dari kebijakan pengelolaan lingkungan hidup serta pembangunan politik, ekonomi dan sosial budaya diwarnai oleh semangat liberalisasi dan privatisasi yang memudahkan ekspansi modal dan globalisasi pasar.
Proses percepatan perekonomian daerah otonomi di Sulawesi Utara merupakan salah satu contoh kebijakan yang terjadi terus-menerus dipaksakan terjadi hingga hari ini, yang telah berdampak buruk bagi keberlangsungan hidup masyarakat & kerusakan pada pelestarian lingkungan hidup di Sulawesi Utara. (*)