
Manado, BeritaManado.com — Fenomena caleg pindah partai jelang pemilu atau sering diungkapkan dengan ‘kutu loncat’ disebabkan berbagai alasan.
Dosen Kepemiluan Universitas Sam Ratulangi Manado, Ferry Daud Liando, menyebut beberapa penyebab yang membuat aksi ‘kutu loncat’ terjadi.
Pertama, kata Ferry Liando, bisa terjadi karena parpol lama tidak lagi lolos menjadi peserta pada Pemilu 2024.
Bisa juga, kata Ferry, karena kontestasi yang sangat dinamis dalam internal parpol untuk memperebutkan tiga hal seperti dapil, nomor urut dan tiket pencalonan.
“Anggota yang tidak mendapatkan kesempatan sebagaimana keinginannya, tentu mencari peluang di parpol lain,” kata Ferry kepada BeritaManado.com, Jumat (12/5/2023).
Menurutnya, salah satu faktor sebagian besar parpol tidak datang mendaftar di awal disebabkan tarik-menarik tiga hal tersebut.
Lanjut Ferry, meski penentuan perolehan kursi bukan oleh nomor urut namun deretan paling atas kerap menjadi rebutan.
Hal lainnya, karena parpol semakin kesulitan memenuhi persyararatan menjadi peserta pemilu di dapil.
Dikatakan, parpol wajib menyertakan paling kurang 30 persen perempuan dalam daftar caleg di masing-masing dapil.
“Jika syarat itu tak terpenuhi, parpol tidak bisa ikut pemilu di dapil itu. Karena kesulitan ini maka masing-masing parpol saling mencaplok kader perempuan parpol lain,” bebernya.
Ferry juga melihat Undang-undang Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, memiliki kelemahan.
Harusnya, tegas Ferry, ada persyaratan yang diwajibkan bagi semua caleg yaitu ketentuan telah menjadi anggota parpol selama beberapa tahun.
Jika syarat masa keanggotaan diwajibkan undang-undang, maka dua hal positif diperoleh yaitu menghindari kutu loncat dan mencegah parpol hanya dimanfaatkan orang untuk mendapatkan jabatan di DPR atau DPRD.
“Banyak caleg yang tidak memiliki riwayat keanggotaan parpol dalam waktu lama. Mereka mendapatkan kartu tanda anggota (kta) parpol sebagai syarat menjadi caleg dengan cara gampang atau mungkin ada yang bersedia membeli KTA,” tandasnya.
(Alfrits Semen)