MANADO – DPRD Sulut tampaknya sangat serius membantu masyarakat yang kehilangan hak kepemilikan tanah akibat ulah para mafia hukum dan mafia tanah yang merajalela di daerah ini. Untuk itu ketua komisi 1 deprov Jhon Dumais mendesak pihak PN Manado menunda rencana eksekusi tanah sambil menunggu pembahsan Pansus Tanah di DPRD Sulut.
“Sehubungan banyaknya kasus tanah, di tingkat pimpinan melalui komisi 1 akan membentuk Pansus Tanah. Pansus ini nantinya bertugas menginventarisir, mengevaluasi dan mengidentifikasi permasalahan serta mengeluarkan rekomendasi masalah-masalah tanah. Sambil menunggu terbentuknya pansus, kepada lembaga pengadilan untuk mempending segala rencana eksekusi tanah,” tegas ketua komisi 1 deprov Jhon Dumais kepada wartawan, Senin (21/11) siang.
Hal tersebut mendapat dukungan anggota komisi 4 Benny Rhamdani. Menurutnya, kronisnya masalah pertanahan di daerah ini membutuhkan penyelesaian cepat pemerintah termasuk lembaga dewan. DPRD baginya harus lebih serius menyelesaikan masalah ini, serta peran aktif masyarakat melakukan perlawanan terhadap kesewenang-wenangan para mafia tanah dan mafia hukum yang bergentayangan.
“Jika sistem tidak berjalan, jikalau lembaga formal tidak bisa diharapkan, jika pemerintah dan DPRD bahkan hanya menyampaikan janji yang hingga kini tidak terealisasi, maka saya sarankan rakyat melakukan perlawanan dengan cara rakyat sendiri,” tukas Brani, panggilan akrabnya dengan nada tinggi.
Diketahui, setelah masyarakat Titiwungen Selatan (Sario Dalam), masyarakat Pandu, dan Bumi Beringin, terakhir masyarakat Kombos Atas pekan lalu melakukan aksi besar-besaran menolak rencana eksekusi tanah oleh PN Manado. Tanah seluas lebih dari 30 hektar yang didiami lebih dari 200 KK terancam dieksekusi atas nama Ani Gumerung dan Megasari.
Padahal menurut warga yang mengaku sudah puluhan tahun menempati tanah tersebut, asal mulanya tanah dimiliki Sartje Kalengkongan yang memiliki anak tunggal bernama Sinyo Arnold, warga Belanda. Namun dikemudian hari diklaim milik Ani Gumerung dengan alasan diwariskan. Tanah tersebut telah dikonversi kepada Gumerung dari Sartje Kalengkongan.
“Setelah Arnold meninggal dunia seterusnya tidak ada ahli waris, maka sesuai undang-undang pokok agraria tanah ini menjadi milik negara. Apalagi Gumerung tidak dapat menunjukkan bukti surat wasiat ahli waris,” tutur warga.
Bahkan putusan terakhir pihak pengadilan bahwa tanah tersebut sudah menjadi milik perusahaan Megasari. (jry)