Manado – Berawal pada tanggal 10 November 2011 ketika Community Education Smart Care (CESC) yang dikomandani oleh DR. Flora Kalalo, SH MH melaksanakan pertemuan dengar pendapat dengan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD-RI) utusan Sulawesi Utara di kantor perwakilan DPD RI yang ada ditikala.
Dalam kesempatan tersebut Kelompok Flora Cs. Yang menamai namanya dengan CESC ini di terima langsung oleh tiga orang personil DPD RI yaitu Ferry Tinggogoy, Arianty Baramuli dan Marhany Pua. Pada kesempatan tersebut Flora Kalalo mengungkapkan beberapa hal antara lain terkait dengan kasus dugaan penyalagunaan PNBP Fakultas Hukum dan Fisip, pungutan liar (pungli) dilingkungan Fakultas hukum serta permasalahan dari Dr. Julios Pontoh yang sampai saat ini tidak mendapatkan respon positif dari pihak unsrat, walaupun telah mempunyai kekatan hokum tetap dari pengadilan tata usaha Negara manado.
Dari hasil penjaringan aspirasi tersebut kemudian pihak DPD RI utusan sulut langsung memberikan raaksi pada salah satu aspirasi yaitu terkait dengan putusan PTUN yang memenangkan DR. Julius Potoh sebagai Dekan FMIPA namun tidak memperloh pelantikan dari Rektor Unsrat, Prof. Donald Rumokoy. yang menurut pandangan Ferry Tinggogoy pada saat itu adalah aspirasi yang sangat penting.
“Jadi untuk aspirasi dari bapak Julius kami akan memberikan respek lebih karena sudah berkekuatan hokum tetap,”papar Tinggogoy kepda sejumlah wartawan seusai rapat dengar pendapat pada saat itu.
Pernyataan dari personil DPD RI tersebut tak main-main, buktinya langsung dilakukan action dengan mengirimkan surat kepada Rektor Unsrat, Prof Donald Rumokoy kenapa tidak melaksanakan putusan PTUN tersebut.
“Bersamaan ini perkenandakn kami menindaklanjuti aspirasi dari masyarakat, khususnya dari Bpk. DR. Julius Pontoh, M.Sc sebagai penggugat yang dimenangkan sebagaimana putusan pengadilan tata usaha Negara manado no. 27 G.TUN?2006?PTUN. Mdo tanggal 20 maret 2007 jo putusan pengadilan tata usaha Negara makasar nomor 43/B-TUN/2007/PT.TUN.MKS tanggal 4 desember 2007 yang telah mempunyai kekuatan hokum tetap tetapi tidak dilaksanakan oleh rector universitas sam ratulangi manado,” demikian isi surat.
Hal tersebut langsung diklarifikasi oleh pihak Unsrat kepada DPD RI melalui surat yang bernomor 717/UN12/HK/2012 perihal penjelasan dan klarifikasi. Salah satu point kalrifikasi dalam surat tersebut menyebutkan bahwa Rektor Universitas Sam Ratulangi tidak mempunyai hak untuk mengeksekusi putusan PTUN tersebut karena tidak ditetapkan masa periodik dari putusan tersebut. sebab seperti diketahui masa periode dekan hanya 4 tahun.
“Bahwa saat itu jabatn dekan FMIPA periode 2006-2010 telah berakhir pada tanggal 18 septeber 2010, setelah kami mengkaji dan menelaa keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor 284/O/1999dan permendikbud nomor 67 tahun 2008 tentang pengangkatan dan pemberhentian dosen sebagai pimpinan perguruan tingi dan pimpinan fakultas, dan dalam keputusan tersebut menteri sebagai dasar pelaksanaan belum mengatur pengangkatan dekan sebagai pelaksanaan putusan pengadilan tata usaha Negara. Setelah menelaa dan mengkaji putusa menteri tersebut tidak dijelaskan terkait dengan adanya aturan dan tata cara pemberhentian dan pengangkatan dekan sebagai akibat dari eksekusi pelaksanaan putusan pengadilan tata usaha Negara yang telah mempunyai keuatan hokum tetap,” demikian kutipan salah satu point klarifikasinya Rektor ke DPD RI.
Setelah menerima surat dari pihak Rektor Unsrat yang berisi tentang klarifikasi tersebut, pihak DPD RI utusan Sulut merasa belum lengkap karena apa yang diklarifikasi telah dibandingkan dengan surat dari DR. Julius Pontoh kepada DPD RI. Maka berdasarkan hal tersebut DPD RI Utusan Sulut langsung menyurat Presiden RI pada tanggal 26 januari 2012 agar rector unsrat diberikan sanksi.
“Kami memohon presiden selaku pemegang kekuasaan pemrintahan tertinggi untuk memerintahkan rector unsrat, Prof. Donald Rumokoy untuk melaksanakan putusan PTUN sesuai dengan pasal 116 ayat 6 UU No 51 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas UU No 5 Tahun 1986 tentang PTUN dan bilamana tidak dilaksanakan maka sekiranya Presiden dapat menetapkan penjatuhan hukuman disiplin bagi PNS sesuai dengan UU Ri nomor 43 tahun 1999 tentang perubahan atas UU nno 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian, PP no 53 tahun 2010 tentang disiplin PNS dan peraturan lain yang berlaku,” demikian bunyinya.
Hal ini sesuai dengan kutipan surat DPD RI yang telah ditandatangani oleh Aryanthi Baramuli Putri SH MH Ferry Tinggogoy, Ir. Marhany Viktor P. Pua, MA dan Alvius Lomban, MSi.(jk)