Amurang– Pelaku usaha kecil di Kabupaten Minahasa Selatan (Minsel), khususnya di Desa Kapitu, Kecamatan Amurang Barat mengaku sangat kecewa dengan pelayanan Kantor Pelayanan Perijinan Terpadu Satu Pintu.
Betapa tidak, saat sumber yang meminta namanya tak ditulis saat mengurus perijinan usahanya, namun apa yang didapatnya sangat tidak disangka, sebab biaya pengurusan ijin hampir menyentuh Rp1 juta.
Sontak saja dirinya tak terima dengan besarnya uang yang nantinya dikeluarkan, padahal usahanya kecil dan masih butuh modal. Olehnya dirinya mengurungkan niatnya untuk mengurus ijin penjualan minuman beralkohol.
“Kita baru mo rintis usaha ini,dan perlu modal lagi, masakan ini KPPTSP meminta bayaran pengurusan perijinan begitu banyak, sekitar Rp 900 ribu lebih. Jadi kita nda jadi ba urus ijinpe mahal bagitu doe,” ketus sumber geram, saat bersua dengan wartawan, Kamis (15/3).
Lanjut sumber membeberkan bahwa, biaya yang nantinya dikeluarkan untuk pengurusan ijin usahanya yakn biaya survey Rp 250 ribu, biaya transportasi Rp 250ribu, padahal jaraknya tempu tidak begitu jauh. Belum lagi soal fee kepada tim yang diketahui beranggota hingga lima orang masing-masing Rp 50 ribu, biaya administrasi Rp 50 ribu bahkan lembaran ijin-pun harus dibayar Rp 60 ribu. “Deng modal kami Cuma sadiki so kaluar doi bagitu banyak,bagimana lepemerintah mo tunjang usaha kecil,sedangakanurus ijin saja mo sampe satu juta,” tudingnya dengan nada tinggi.
Mirisnya lagi, saat ditelusuri, ternyata pungutan tersebut belumadaPerda aliaspayung hukum yang menaungi pungutan tersebut, sehingga pimpinan terkesan membiarkan pungutan liar atau pungli di isntansinya.
Sementara itu, Kepala KPPTSP Minsel Lucky Gerungan, ketika dikonfirmasi, Kamis (15/3) tak menampik dengan adanyapungutan-pungutan tersebut tanpa adanya Perda. Meski begitu dirinya membantah danan yang dipungut tidak sebesar itu,”Kami melihat kemampuan pelaku usahan tersebut, jika tak mampu maka tidak dipungut biaya,” jelasnya.
“Soal pungutan itu, memang kami bebankan kepada pelaku usaha, sebab tak ada anggaran unntuk itu. Jadi pelaku usaha ini, paling tidak menyiapkan biaya transport atas tim kami yang akan melakukan survey, dan jika pelaku memiliki kendaraanatau menyeweahkan sendir dipersilahkan,jika tidak dibebankan Rp 250 ribu ini-pun diwilayah yang agak jauh seperti di Kecamatan Tompasobaru dan Modoinding dan di tareran, Tatapaan dan sekitarnya,” elaknya.
Ia menambahkan, jika tidak begitu, bisa saja pelaku usaha berbohong kalau tidak dilakukan survey. Sedangkan survey lapangan membutuhkan biaya, jadi karena tak dianggarkan maka dibebankan ke pihak pelaku usaha yang menanggungnya, Untuk dananya fleksibel, tapi tak sampai Rp 1 juta, terkecuali ijin Fiskal sebesar Rp 250 ribu, harus dibayar demikian sebab sesuai Perda,”elaknya. (and)