Pemerintahan SBY-Boediono harus segera mengambil kebijakan strategis terhadap maraknya kasus suap dan korupsi. Keduanya juga harus cepat dan genueine untuk menanggulangi berlarut-larutnya kasus suap dan korupsi yang masih lamban dalam penanganannya. Apabila lamban dan tidak tegas maka dikhawatirkan masa akhir pemerintahan mereka akan hard landing.
Dalam hasil penelitian media content analysis yang dilakukan Founding Fathers House (FFH), tujuh dari 10 berita yang frekuensi tinggi adalah tentang kasus suap dan korupsi yakni kasus wisma atlet kasus suap pemilihan DGS BI, kasus korupsi pengadaan simulator SIM di Korlantas Mabes Polri, kasus suap proyek Hambalang, skandal penggelapan dana pajak di Ditjen Pajak oleh Dhana Widyatmika, kasus Nazaruddin, dan kasus suap dana program percepatan pembangunan infrastruktur daerah (PPID).
Kasus wisma atlet menjadi materi berita yang paling sering dipublikasikan yakni 1310 kali (4%). Disusul, isu berita calon presiden 1089 (4%), kasus suap pemilihan DGS BI 1067 (4%), kasus korupsi pengadaan simulator SIM di Korlantas Mabes Polri 764 (3%), kasus suap proyek Hambalang 738 (3%), Pesawat Superjet Sukhoi Rusia jatuh 534 (2%), skandal penggelapan dana pajak di Ditjen Pajak oleh Dhana Widyatmika 503 (2%), kasus Nazaruddin 455 (2%), kenaikan harga BBM 433 (1%), kasus suap dana program percepatan pembangunan infrastruktur daerah (PPID) 424 (1%), dan topik lainnya (75%).
“Kasus suap dan korupsi paling sering muncul di media. Dan yang paling mencengangkan adalah pelakunya anak muda dan DPR,” kata Peneliti Utama FFH Dian Permata, di Jakarta (24/10/2012).
Untuk pemuda dan DPR itu ada di materi berita Kasus suap wisma atlet, kasus suap proyek Hambalang, kasus Nazaruddin, kasus suap dana program percepatan pembangunan infrastruktur daerah (PPID), dan skandal penggelapan dana pajak di Ditjen Pajak oleh Dhana Widyatmika.
Prilaku tersebut tentu saja sangat kontras berbanding terbalik dengan cita-cita para pendiri bangsa (founding fathers) . Para pahlawan dan founding fathers Indonesia bekerja demi kemerdekaan tanah air tercinta, demi kehidupan anak cucu mereka bebas dari penjajahan dan hidup lebih baik. Bukan hanya harta benda dan raga, jiwapun mereka persembahkan untuk negeri ini.
Coba kita bandingkan dengan pemuda di era Dr Soetomo, Muh Yamin, Soekarno dan Hatta. Mereka di usianya berjuang demi sebuah keyakinan untuk kemerdekaan. Bukan keyakinan untuk memerkaya diri. “Ini tidak. Syahwat mereka justeru memerkaya diri sendiri. Berbeda jauh dengan prilaku para founding fathers kita. Prilaku mereka (koruptor) seolah menjadi kado kemerdekaan yang paling tidak mengenakkan bagi founding fathers,” tambah Sekjen FFH Syarial Nasution.
Ironisnya, lanjut Dian, pelaku suap dan korupsi, tidak segan-segan menghalalkan segala cara untuk melakukannya. Bahkan, dilakukan dengan secara terbuka atau secara kasat mata dapat dilihat. Para pelaku korupsi saat ini banyak yang bergelut di pusaran kebijakan publik dan kekuasaan. Seperti Angelina Sondakh, Muhammad Nazarudin dan Wa Ode Nurhayati. Mereka adalah anggota DPR yang notabene adalah orang yang dipercaya oleh publik untuk mengemban amanat masyarakat
Apabila, SBY lamban dalam mensikapi kasus-kasus tersebut maka dikhawatirkan citra PD akan lebih terpuruk. Bahkan, kasus ini akan menimbulkan multiplayer effect kepada pemerintahan SBY-Boediono yakni berakhirnya masa pemerintahan mereka dengan crash dan turbulence politik yang kuat.
Penelitian dilaksanakan 28 Oktober 2011 hingga 22 Oktober 2012. Data riset analisa isi media (media content analysis) tersebut bersumber dari 28971 materi publikasi dari 12 media cetak yakni Bisnis Indonesia 1136 artikel (7%, Indo Pos 1409 (8%), Jurnal Indonesia 714 (4%), Kompas 1893 (11%), Koran Tempo 1994 (12%), Media Indonesia 2076 (13%), Rakyat Merdeka 1253 (8%), Republika 1685 (10%), Seputar Indonesia 1948 (12%), Sinar Harapan 522 (3%), Suara Pembaruan 786 (5%),dan The Jakarta Post 1214 (7%).
Enam (6) televisi yakni Metro TV 661 (19%), RCTI 532 (16%), SCTV 551 (15%), Trans TV 147 (4%), TV One 897 (26%), dan TVRI Pusat 665 (20%). Tujuh (7) media online yakni, Antara 963 (11%), Detik, 1802 (20%), Inilah 1661 (19%)m Kompas 1192 (13%), Okezone 1186 (13%), Tempointeraktif 693 (8%), Vivanews 1431 (16%). Riset menggunakan metodelogi purposive sampling. Locus riset terhadap berita tematik dan berdasarkan kategori politik, hukum, dan ekonomi.
Dalam paparan itu hadir pembanding yakni Ketua Presidium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Twedy Noviady, Ketua Indonesia Media Watch (IMW) Ardinanda, dan Pemuda FFH Martin Wilson. Twedy Noviady menilai, banyaknya kasus suap dan korupsi yang melibatkan pemuda, dilantarbelakangi olah adanya kesalahan model rekrument dan kaderisasi. Fatalnya, jika tidak dilanjuti dan diperbaiki maka kepercayaan masyarakat terhadap pemuda akan merosot. “Padahal pemuda adalah penerus keberlanjutan sebuah bangsa dan negara,” katanya.
Ardinanda berpendapat, maraknya pemberitaan tentang kasus suap dan korupsi menjadi early warning system bagi kondisi bangsa dan negara. Alasannya, ini menjadi gambaran kecil apa yang terjadi di Republik ini. Baginya, media tetap harus mengkritisi dari setiap fenomena yang sedang terjadi di masyarakat. “Sehingga media tetap jadi watch dog,” ujarnya.
Martin Wilson lebih menyoroti bahwa budaya malu untuk melakukan koruspi sudah tidak ada lagi. Ini dapat dilihat dari makin tingginya kasus korupsi yang mengemuka. Ia coba membandingakan pemuda dari masa ke masa. Di usia 20 tahun, Dr Soetomo sudah menggagas pendirian cikal bakal gerakan pemuda Nasional Boedi Oetomo. Di usia 25 tahun, Muh Yamin menjadi salah satu deklarator dan perumus Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928. Di usia 29 tahun, Soekarno sudah berjuang untuk kepentingan bangsa dan Negara Indonesia dalam Pledoi Indonesia Menggugat (1930). Di usia 20 tahun, Muhammad Hatta, sudah berkecimpung dalam gerakan Indonesische Vereeniging dan kelanjutannya mengganti nama Nederland Indie menjadi Indonesia—salah satu cikal bakal gerakan pemuda yang bercita-cita Indonesia merdeka . “Kondisi ini kontras terhadap apa yang dilakukan Angelina Sondakh (35 tahun), Dhana Widyamika (38 tahun), Muhammad Nazaruddin (35 tahun), dan Wa Ode Nurhayati (31 tahun),” imbuhnya.
Founding Fathers House (FFH) adalah lembaga nirlaba yang bergerak dibidang riset dan kajian terhadap kebijakan publik. Lembaga ini bergerak secara luwes tanpa dibatasi oleh ikatan-ikatan motif politik, ekonomi, atau lainnya. Hadirnya lembaga ini merupakan reaksi atas melemahnya peran kontrol lembaga-lembaga Negara, termasuk partai politik, dalam menjalankan fungsi pengawasan ditengah dominasi pemerintah terhadap masyarakat. (**/edit jry)