BULAN Mei bagi bangsa Indonesia sangat berkesan.
Mei juga mencatat peristiwa monumental sebagai titik awal reformasi bangsa.
Pada Mei 1998, menjadi kejatuhan kepemimpinan Soeharto yang berkuasa 32 tahun.
Awal pergerakkan reformasi, diikuti dengan kejadian kelam.
Terjadi pertumpahan darah.
Yang paling teringat adalah petistiwa Trisakti dan hilangnya banyak aktifis mahasiswa.
Pada Mei itu juga, kita menyaksikan jejak karir seorang Jenderal Prabowo Subianto yang cukup menonjol.
Ia disegani.
Selain perwira ABRI di masa itu, Prabowo merupakan menantu Presiden Soeharto yang dikenal berkharismatik dan otoriter.
Prabowo tidak lepas dari lingkungan cendana yang monumental.
Kini, Prabowo menjadi sosok yang diperbincangkan.
Karena lewat partainya Gerinda, ia maju sebagai bakal calon Presiden RI di Pilpres 2024.
Di sisi lain, Prabowo masih meninggalkan cerita panjang dalam perjalanan sejarah bangsa.
Itu juga sulit dilupakan sebagian penyintas pejuang reformasi.
Memang, Indonesia membutuhkan pemimpin yang secara batin dekat dengan rakyat, tanpa sekat dan batas.
Namun, di perjalanan 25 tahun reformasi, masih banyak pergumulan dan peristiwa berdarah yang belum terjawab.
Tentunya, kewaspadaan agar hal ini tidak terulang harus menjadi perhatian kita.
10 tahun terakhir ini, Indonesia dipimpin oleh Presiden Jokowi dengan gaya kerakyatan dan dicintai rakyat.
Tahun 2024 mungkin saja menjadi pertarungan antara feodalisme dan kerakyatan.
Secara kasat mata, sosok Ganjar Pranowo yang lahir dari lingkungan kerakyatan itu menjadi harapan.
Harapan mayoritas rakyat yang masih menginginkan roh kepemimpinan Jokowi diteruskan kepada Ganjar.
Manado, 29 Mei 2023
Penulis adalah Pengamat Sosial dan Politik, Mantan Anggota DPRD Sulut dan Staf Khusus Gubernur Sulut