
TINDAKLANJUT dari upaya yang Pak Gubernur Sulut Olly Dondokambey buka adalah bagian dari tugas para pelaksana teknis yang diampu oleh para Kepala Dinas terkait sampai ke Camat, Lurah dan Hukumtua/Sangadi/Kepala Desa.
Di sektor pariwisata, ada dua bidang, yaitu Pariwisata Alam dan Pariwisata Budaya.
Pariwisata alam, Sulut kalah jauh dari China, baik dari sisi keindahan, asri, perawatan dan pemeliharaannya apalagi dikaitkan dengan teknologi pembangunannya yang memudahkan para wisatawan bisa menjangkau lokasi wisata tertentu di atas bukit ataupun di lokasi rawan untuk dilakukan pendakian atau perjalanan darat.
Oleh karena itu, utamakan pariwisata alam di dekat laut dan pantai yang masih alami.
Pariwisata budaya, kita belum menyiapkan dengan baik kesatuan manajemen kegiatan pariwisata budaya dari 15 Kabupaten dan Kota se-Sulut.
Masih terkesan tidak saling menguatkan, belum saling kerjasama, belum saling mendukung satu sama lainnya sebagaimana di Bali dan Yogyakarta.
Kalau bisa janganlah hanya dimonopoli oleh tujuan wisata di daerah Minahasa Raya saja.
Lalu bagaimana Sangihe Talaud (Nusa Utara Raya) juga Bolaang Mongondow Raya? Bagaimana pembagian kesempatan menjadi tujuan pariwisata di Sulut?
Kalau boleh, para wisatawan dibuat betah berlama-lama di Sulut, dengan rangkaian perjalanan dari Minahasa Raya ke Bolaang Mongondow Raya (BMR) lewat perjalanan darat.
Kemudian lewat perjalanan laut meneruskan juga ke Sangihe Talaud, karena disana banyak sekali pariwisata alam yang terpendam.
Kita ambil contoh saja KEK Likupang dengan Destinasi Skala Prioritas, tindak lanjut yang telah dilakukan oleh Kepala Dinas terkait sudah seperti apa, agar para warga yg telah dilatih menyiapkan homestay di Likupang sudah bisa menerima kedatangan wisatawan dari Jepang setelah dibuka oleh Bapak Gubernur Olly Dondokambey penerbangan langsung dari Manado – Tokyo.
Saran saya, jangan hanya dibebankan tanggungjawab membangun kesiapan menerima wisatawan mancanegara ke Sulut, hanya oleh Dinas Pariwisata semata.
Lalu untuk pendidikan dan pelatihan tenaga kerja mulai dari lulusan SMK yang bisa mendukung Tataboga – Kuliner, Menjahit – pembuatan kerajinan tangan, Pariwisata – Perhotelan dan pramuwisata yang paham obyek wisata, dan sebagainya, pasti sangat memerlukan dukungan dan bantuan dari Dinas Pendidikan untuk melatih para guru-guru yang bukan hanya mampu mengajar saja, tetapi mampu menjadikan lulusan SMK siap kerja seperti tenaga kerja di Bali dan Yogyakarta.
Yang tidak kalah penting, yaitu penguatan pariwisata budaya berkelanjutan.
Keperluan ini bisa didukung oleh Dinas Kebudayaan dan para Camat juga para Hukumtua dan Lurah serta para ibu PKK, KNPI dan Karang Taruna untuk menyiapkan mindset masyarakat yang siap menerima para wisatawan seperti di Yogyakarta deng Bali.
Banyak sekali yg harus segera disiapkan secara MAPALUS di antara semua pemangku kepentingan termasuk masyarakat juga para LSM dan Ormas Pemerhati Pariwisata.(*)