Manado – Budayawan Sulut Reiner Ointu menyebut, zamen leiven atau baku piara tak hanya muncul di Minahasa, sebab ini bermunculan pada berbagai bangsa. Seperti yang diulasnya dari beberapa sudut pandang sejarah, seiring jamab budaya tersebut pun menrutnya mulai bergeser.
“Budaya baku piara dicetuskan oleh Walanda Maramis dan sifatnya positif, namun dalam perkembangan menjadi negatif karena muncul budaya gundik yang diintroduksi oleh ambtenaar, di Minahasa itu baku piara kultur permisif dan budaya itu ada pada semua bangsa,” ujar Reiner pada beritamanado, Rabu (27/3).
Baku piara lanjut dia, perlu ditinjau dari beberapa aspek, selain asas manfaatnya bagj solidaritas sosial masyarakat Minahasa masa lalu hingga kini, ada juga sisi budaya. Dengan mengulas fase sejarah, dikatakannya lagi bahwa baku piara baku piara telah hilang orientasinya melalui praktek generasi saat ini.
“Banyak perspektif yang muncul terkait tafsiran baku piara ini. Ada beberapa nama-nama yang dipakai untuk istilah ini, termasuk. Nyai, Gundik, kumpulkebo, samen lieven, kawin siri, nikah mut’ah, dan lain-lain. Pola relasi antara pasangan ini disebut secara psikososial, intimacy,” sebut Reiner. (amc)