
JAKARTA – Bank Sulut menargetkan untuk go public pada akhir tahun ini dengan rencana pelepasan saham perdana (initial public oofering/IPO) diharapkan bisa 40% untuk menopang ekspansi bisnis berkelanjutan tumbuh 20%-25% per tahun.
Dirut Bank Sulut Jeffry J Wurangian menuturkan manajemen akan meminta persetujuan untuk initial public offering pada rapat umum pemegang saham tahunan yang akan dilaksanakan pada awal April mendatang.
“Kami sih sebenarnya ingin segera melakukan IPO. Kalau bisa di kuartal IV tahun ini. Tapi kami masih harus meminta persetujuan Pemda Sulut sebagai pemegang saham,” ujar Direktur Utama PT Bank Sulut Jeffry J Wurangian di Jakarta, Senin (22/2).
Jeffry menjelaskan, rencana IPO tersebut saat ini masih dalam kajian manajemen dan proses perizinan dari Pemda Sulut sebagai pemegang saham. Pasalnya, IPO akan membuat kepemilikan Pemda Sulut secara otomatis terdilusi.
“Kami inginnya sih bisa 40% agar bisa mendapat keuntungan seperti insentif tax. Tapi itu tergantung pemegang saham. Nantinya, porsi pemerintah akan tetap mayoritas,” terangnya.
Dana hasil IPO itu, terang Jeffry, nantinya akan digunakan untuk peningkatan modal serta ekspansi bisnis. Ke depan, Bank Sulut ingin dapat dapat lebih berpartisipasi dalam pembangunan Sulawesi Utara. Selain itu juga, Bank Sulut juga mengincar peningkatan kredit untuk sektor kecil menengah.
Pertumbuhan Sulut saat ini, menurut Jeffry sangat baik. Dimana pertumbuhannya, mencapai 8,8%. “Sementara untuk nasional kan 4%. Tentu ini menjadi peluang bagi kami,” paparnya.
Rencana IPO tersebut, ungkap dia, sudah menjadi kajian perusahaan sejak dua tahun lalu. Pihak manajemen juga sudah melakukan sosialisasi rencana itu kepada pemegang saham, untuk mendukung rencana itu. Namun prosesnya memang tidak mudah, sehingga peluang untuk dapat merealisasikan IPO itu, baru mungkin terealisasi tahun ini.
Tahun ini, Bank Sulut menargetkan peningkatan kredit sebesar 25%,menjadi Rp2,75 triliun, dari pencapaian tahun lalu sebesar Rp2,2 triliun. Peningkatan kredit tersebut akan dilakukan dengan memaksimalkan sektor UMKM (usaha menengah kecil mikro). Dimana tahun lalu, sektor tersebut baru memberi kontribusi sebesar Rp 220 miliar atau 10% dari total kredit.
“Porsi terbesar kredit memang lebih banyak ke PNS (pegawai negeri sipil) sebesar 90%, sisanya UMKM,” tegasnya. (*)