Manado – Kata-Kata dan sabda pejabat pada hakikatnya dapat mencerminkan karakter kepemimpinan seorang pejabat, demikian halnya setiap pernyataan Rektor dalam suatu Universitas harusnya mencerminkan sikap yang mampu dicontohi karena sikap dan prilaku pimpinan menjadi dasar pijak dalam sikap dan bertindak seluruh elemen dalam Perguruan Tinggi tersebut dan bahkan akan mempengaruhi secara nyata kepada civitas akademika yang dipimpinnya.
Kebijakan-kebijakan ini termasuk juga kata-kata yang diucapkan oleh seorang pejabat terhadap bawahannya yang menjadi acuan dalam bertindak, biasanya ini disebut sabda yg berkuasa.
Terkait dengan hal ini, mengkritisi pernyataan dan tanggapan dari para Pejabat di lingkungan Universitas Sam Ratulangi menyangkut pemberitaan-pemberitaan di media dan dalam setiap kesempatan, pada rapat kerja maupun pada apel dinas, dari waktu ke waktu semakin sulit untuk dimengerti dari sudut pandang keilmuan dan semakin tidak bisa dipahami dari aspek norma dan etika., bahkan banyak pernyataan para pejabat saling bertentangan dengan aturan hukum yang ada serta aplikasinya dalam prakteknya sangat berbeda.
Secara Normatif pengertian kebijakan dapat dimaknai secara positif dan negatif, pada ranah positif diartikan sebagai kebijakan yang membawa kebermanfaatan bagi semua pihak, sedangkan pada ranah negatif, kebijakan itu merupakan hasil pikiran penguasa untuk membenarkan hal yang salah untuk kepentingan bersama, parahnya justru pada bagian yang negatif ini justru dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi para pengambil kebijakan, lalu pada konteks ini hukum dipakai sebagai alat rekayasa untuk mensahkan hal yang salah sebagai alasan pembenar.
Terkait dengan kebijakan-kebijakan seorang rektor terhadap bawahannya dalam menyikapi setiap persoalanya seharusnya mengacu pada satu aturan dalam peraturan perundang-undangan yang penerapannya harus secara objektif bukan berdasarkan interpretasi, salah satu contoh dalam hal penerapan sanksi dan hukuman yang diberikan Rektor dan Pimpinan Fakultas tidak jelas dasar hukumnya, cenderung diskriminasi dan sarat kepentingan namun pada bagian lain penerapan ini pada bagian ini pemimpin seperti ini cenderung menginterpetasikan setiap peraturan perundang-undangan sesuai pikiran dan kepentingannya.
Jika hal ini terjadi maka asas kepemimpinan yang buruk menjadi dominan karena pemimpin menggunakan asas suka atau tidak suka “like unlike atau “like and dislike” jika benar demikian saya dapat mengatakan anak Sekolah Dasar pun bisa menjadi Rektor Unsrat.
Hal ini disampaikan oleh salah satu Tim 10 dengan inisila PK, yang menilai kepemimpinan Rektor Unsrat masih lemah dalam memanejemen kepemimpinan di internal lembaga yang dipimpinnya.(*/gn)
Manado – Kata-Kata dan sabda pejabat pada hakikatnya dapat mencerminkan karakter kepemimpinan seorang pejabat, demikian halnya setiap pernyataan Rektor dalam suatu Universitas harusnya mencerminkan sikap yang mampu dicontohi karena sikap dan prilaku pimpinan menjadi dasar pijak dalam sikap dan bertindak seluruh elemen dalam Perguruan Tinggi tersebut dan bahkan akan mempengaruhi secara nyata kepada civitas akademika yang dipimpinnya.
Kebijakan-kebijakan ini termasuk juga kata-kata yang diucapkan oleh seorang pejabat terhadap bawahannya yang menjadi acuan dalam bertindak, biasanya ini disebut sabda yg berkuasa.
Terkait dengan hal ini, mengkritisi pernyataan dan tanggapan dari para Pejabat di lingkungan Universitas Sam Ratulangi menyangkut pemberitaan-pemberitaan di media dan dalam setiap kesempatan, pada rapat kerja maupun pada apel dinas, dari waktu ke waktu semakin sulit untuk dimengerti dari sudut pandang keilmuan dan semakin tidak bisa dipahami dari aspek norma dan etika., bahkan banyak pernyataan para pejabat saling bertentangan dengan aturan hukum yang ada serta aplikasinya dalam prakteknya sangat berbeda.
Secara Normatif pengertian kebijakan dapat dimaknai secara positif dan negatif, pada ranah positif diartikan sebagai kebijakan yang membawa kebermanfaatan bagi semua pihak, sedangkan pada ranah negatif, kebijakan itu merupakan hasil pikiran penguasa untuk membenarkan hal yang salah untuk kepentingan bersama, parahnya justru pada bagian yang negatif ini justru dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi para pengambil kebijakan, lalu pada konteks ini hukum dipakai sebagai alat rekayasa untuk mensahkan hal yang salah sebagai alasan pembenar.
Terkait dengan kebijakan-kebijakan seorang rektor terhadap bawahannya dalam menyikapi setiap persoalanya seharusnya mengacu pada satu aturan dalam peraturan perundang-undangan yang penerapannya harus secara objektif bukan berdasarkan interpretasi, salah satu contoh dalam hal penerapan sanksi dan hukuman yang diberikan Rektor dan Pimpinan Fakultas tidak jelas dasar hukumnya, cenderung diskriminasi dan sarat kepentingan namun pada bagian lain penerapan ini pada bagian ini pemimpin seperti ini cenderung menginterpetasikan setiap peraturan perundang-undangan sesuai pikiran dan kepentingannya.
Jika hal ini terjadi maka asas kepemimpinan yang buruk menjadi dominan karena pemimpin menggunakan asas suka atau tidak suka “like unlike atau “like and dislike” jika benar demikian saya dapat mengatakan anak Sekolah Dasar pun bisa menjadi Rektor Unsrat.
Hal ini disampaikan oleh salah satu Tim 10 dengan inisila PK, yang menilai kepemimpinan Rektor Unsrat masih lemah dalam memanejemen kepemimpinan di internal lembaga yang dipimpinnya.(*/gn)