MANADO – Setelah Kantor Gubernur dan Kejaksaan Tinggi Sulut, ribuan warga yang melakukan aksi turun ke jalan mengatasnamakan Aliansi Rakyat Menggugat yang terdiri dari SBSI, AMALTA, AMAB Bengkol, Masyarakat Sario Dalam, Masyarakat Pandu eks pengungsi, Masyarakat Bumi Nyiur korban penggusuran, Gerakan Mahasiswa Islam Indonesia, HMI MPO, HMI DIPO, Mahkota, FOMAKATI, HPMHT, PMHU,HKMP, Organisasi Masyarakat Adat Bantik Kalasey, dan organisasi masyarakat lainnya, melanjutkan aksinya ke Kantor BPN di Jalan 17 Agustus, Manado.
Aksi di Kantor BPN ini sempat memacetkan lalu lintas selama dua jam. Aksi ini menuntut Kakanwil BPN Sulut Andreas Ginting untuk bertanggung jawab terhadap oknum-oknum BPN Sulut yang bekerja sama dengan pengusaha-pengusaha bajingan serta mafia-mafia hukum yang merampok tanah rakyat yang ada di Pandu, Titiwungen, Bumi Nyiur dan tempat-tempat lain di Sulut dengan cara menerbitkan sertifikat diatas sertifikat. Mengeluarkan sertifikat tanpa berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait seperti kelurahan dan pihak lainnya dengan mengeluarkan sertifikat tanah tanpa prosedur yang benar.
Koordinator aksi, Benny Rhamdani dan beberapa pimpinan aksi ini mengancam akan melakukan aksi yang lebih besar lagi bila tuntutan mereka tidak ditindak lanjuti oleh Kakanwil BPN Sulut.
Rhamdani juga meminta jaminan dari Kakanwil BPN Sulut agar masyarakat Pandu yang terdiri dari 800 rumah itu tetap aman, mengingat rumah-rumah tersebut terancam digusur oleh pihak pemenang di pengadilan.
“Kita meminta jaminan Kakanwil agar masyarakat Pandu yang 800 rumah itu tetap aman, karena itu program yang dibiayai oleh negara dan diSK-kan oleh Gubernur tapi dirampok oleh pihak lain para mafia tanah,” ujar Ramdani seraya menambahkan bahwa 43 sertifikat yang diterbitkan pihak BPN dinyatakan fiktif karena diterbitkan bekerja sama dengan oknum-oknum, mafia-mafia pemerintah (maksudnya Dinas Perkebunan) yang bertentangan dengan aturan dan norma agama serta tidak berprikemanusiaan. (jrp)