Manado, BeritaManado.com — Kampanye hanya 75 hari dan pelaksanaan sudah dimulai 28 November 2023.
Namun, masih banyak peserta pemilu di Sulut yang belum memanfaatkan momentum kampanye ini.
Dosen Kepemiluan Universitas Sam Ratulangi, Ferry Liando, menyebut kampanye tidak harus memobilisasi massa, karena ada banyak metode seperti pertemuan terbatas, tatap muka, penyebaran bahan kampanye pemilu kepada umum, pemasangan alat peraga, menggunakan media sosial, iklan media massa, rapat umum dan kegiatan lain yang tidak melanggar perundang-undangan.
Namun demikian, kata Ferry, sepinya kampanye baik oleh parpol maupun kandidat disebabkan biaya kampanye yang mahal.
“Apalagi jika harus memobilisasi massa. Peserta yang datang harus dapat uang jalan dan konsusmi. Ada juga biaya pengadaan panggung, baliho hingga sewa sound system. Biaya yang tidak kalah besar adalah menyewa artis lawak atau artis-artiis dangdut. Tanpa itu, kampanye akan sepi,” kata Ferry, Selasa (5/12/2023).
Kedua, lanjut Ferry, kampanye ternyata tidak efektif dalam mempengaruhi pemilih.
Sebab metode kampanye dalam bentuk apapun tidak secara otomatis membuat parpol atau kandidat mendapat dukungan.
Menurut Ferry, hal itu dipicu oleh karena perilaku masyarakat yang cenderung pragamatis, sosiologis, psikologis dan apatis.
Dikatakan, pemilih pragamatis tidak akan terpengaruh dengan kampanye, tapi oleh imbalan atau uang dari calon.
Sementara pemilih sosioligis bergantung pada hubungan emosional dengan calon.
Kesamaan emosional bisa memilih karena sama agama, etnik atau sama ras.
“Pemilih psikologis lebih besar dipengaruhi oleh kondisi fisik dari calon. Jika fisiknya menarik maka rentan untuk dipilih oleh kalangan ini. Beberapa calon pilpres membuat gimik. Cara itu bisa jadi daya tarik bagi tipe pemilih psikologis yang sebagian besar adalah pemilih meilenial atau pemilih ibu-ibu,” jelasnya.
Ferry menuturkan, untuk pemilih apatis adalah pemilih yang menyatakan sikap tidak akan memilih.
Sikap itu terjadi karena tidak ada satupun calon yang dipercayainya.
“Empat karakter pemilih yang dominan ini menyebabkan banyak calon yang urung atau tidak akan berkampanye. Karena kampanye dianggap tidak efektif berpengaruh pada elektabilitas. Pada Pemilu 2019, banyak caleg tidak berkampanye selama tahapan. Anggaranmya ditabung dan diedarkan pada sehari sebelum pencoblosan,” bebernya.
Modus ini, tambah Ferry, wajib menjadi perhatian Bawaslu Sulut dan jajaran karena diduga banyak yang akan curang di masa tenang atau beberapa saat sebelum pencoblosan alias ‘serangan fajar’.
(Alfrits Semen)