Manado, BeritaManado.com – Tidak ada salahnya jika KPU tetap akan melantik Limpepas bersaudara yang tersandung kasus politik uang.
“Karena belum ada putusan yang sifatnya inkrah, walaupun disatu sisi kedua bersaudara ini telah ditetapkan sebagai tersangka,” ungkap Josef Kairupan, pengamat politik Sulawesi Utara.
Dalam aspek hukum, kata dia, setiap ketetapan hukum bersifat mutlak dan mengikat.
“Oleh karenanya jika kasus ini terus berproses, maka akan memerlukan waktu,” kata Josef, Dosen di FISIP Universitas Sam Ratulangi Manado ini.
“Jika nantinya proses hukum sampai pada saat pelantikan dan telah memiliki keputusan hukum tetap, bisa jadi status sebagai caleg terpilih dibatalkan dan terancam tidak akan dilantik,” ucapnya lagi.
Karena sekali lagi, menurut dia, keputusan hukum pada prinsipnya memiliki kekuatan mengikat dan memaksa.
“Dari aspek politis, hal ini lebih mengerucut kepada parpol pengusungnya,” kata dia.
“Namun hal itu tidak signifikan, karena pada dasarnya semua parpol tidak ingin memilki kader yang cacat dan tersandung kasus hukum,” ujar dia.
Lanjut dia, apalagi kasus yang dianggap aib bagi Demokrasi seperti politik uang, hal itu akan membuat citra parpol tercoreng.
“Dapat diprediksi bahwa parpol pengusungnya akan mengambil tindakan melalui prosedur-prosedur yang ada di internal parpol,” terang Josef.
Sehingga, lanjut dia, sekalipun KPU akan melantik tetapi dapat saja dianulir oleh parpol pengusungnya.
“Justru dengan tindakan ini parpol pengusung semakin menunjukkan eksistensinya,” pungkasnya.
Kasus Politik Uang
Kasus politik uang, ibarat bagaikan buah simalakama.
Jika dilihat dari sisi pragmatisme pemilih yang transaksional membuat kontestan mengambil langkah untuk melakukan ‘vote buying’.
Karena jika ingin menang hal itu seperti keharusan untuk dilakukan.
Kecuali jika kontestan hanya sebagai penggembira saja, pastinya tidak terlalu mementingkan politik uang yang saat ini sudah dianggap ‘cost politik’.
Pengamat politik Sulawesi Utara, Josef Kairupan berpendapat bahwa pergeseran paradigma perilaku pemilih dimasa sekarang telah menimbulkan ‘mindset’ berpikir bahwa dalam pesta demokrasi pasti pesta menerima hadiah.
“Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan pada pemilu di jaman orde baru,” kata Josef.
Lanjut dia, bagi seorang kontestan yang menang karena politik uang, pasti ada norma etika moral yang dilanggar secara hukum, tetapi dalam masyarakat pemilih hal itu belum tentu demikian.
“Karena sebagian besar masyarakat pemilih justru mengharapkan adanya imbalan jika memilih calon,” kata dia.
Sehingga, menurut dia, dampaknya hanya secara hukum, tetapi belum tentu berdampak bagi parpol yang mengusungnya.
“Karena sanksi sosial yang diberikan oleh publik kepada parpol tidak akan berpengaruh, karena parpol pengusungnya secara normatif tidak pernah membuat suatu keputusan atau kebijakan atau arahan kepada caleg yang diusungnya melalukan politik uang,” kata dia.
“Sehingga perbuatan politik uang itu merupakan tindakan oknum, tidak bisa digeneralisir menjadi perbuatan aib parpol,” ujarnya lagi.
TamuraWatung