Langowan, BeritaManado.com — Pahlawan Nasional asal Sulawesi Utara Maria Walanda Maramis ternyata memiliki seorang cucu seorang biarawati Ursulin.
Biarawati tersebut bernama Suster Raunkonda Albertina Paulina Tilaar OSU yang secara tidak terduga dipertemukan dengan BeritaManado.com, Minggu (30/7/2023) di Desa Noongan melalui perantara seorang teman Jefifani Mawei.
Dari perjumpaan tersebut terungkaplah banyak kisah masa lalu yang menjadi kilas balik perjalanan panggilan untuk menjadi Biarawati Ursulin yang berada dibawah kaul kebiaraan, yaitu ketaatan, kemurnian dan kemiskinan.
Suster Konda sapaan akrabnya, perjumpaan yang terjadi di kediaman kerabat dekatnya di Desa Noongan Kecamatan Langowan barat itu, baginya sulit dipahami dengan pikiran manusia.
“Bagaimana bisa dua orang yang sebelumnya tidak saling kenal, dalam beberapa saat bisa jadi akrab, seperti sudah kenal lama. Saya yakin, bahwa ini adalah karya Tuhan. Bagi saya, apapun yang terjadi dengan manusia, itu bukan kebetulan, namun karena skenario Tuhan,” ungkap Suster Konda.
Dalam bincang-bincang yang berlangsung sejak sore hingga jelang malam hari ini, Suster Konda mengaku mendapatkan pengalaman tak terbayangkan sebelumnya, justeru dengan orang-orang yang tidak memiliki hubungan keluarga.
“Mama saya adalah anak dari Pahlawan Nasional bernama Maria Walanda Maramis yang makamnya ada di wilayah Maumbi, Kabupaten Minahasa Utara saat ini. Jadi status saya adalah cucu,” ujarnya.
Suster Konda juga menuturkan tentang keberadaan Rumah Sakit Noongan pada zaman Belanda dikenal dengan istilah Sanatorium.
“Rumah sakit ini sangat erat kaitannya dengan papa dan mama (tiri) saya, dimana saat itu merupakan yang pertama di Rumah Sakit Sanatorium Noongan sebagai kepala atau direktur untuk sebutan saat ini. Mama saya yang bernama Maria J Tilaar- Ratulangi juga merupakan Kepala Perawat di Sanatorium Noongan,” ujarnya.
Menariknya, Suster Konda menekankan, bahwa meski status Maria Tilaar-Ratulangi adalah ibu tiri, dirinya sama sekali tidak merasa sebagai anak tiri.
“Ketiga orang ini adalah bagain dari diri saya dalam ikatan keluarga. Meski berbeda kepercayaan, saya Katolik dan keluarga lainnya merupakan penganut Protestan, namun saya tidak merasa terasingkan. Meski demikian, perbedaan ini justru merupakan pengalaman hidup yang tidak bisa dilupakan,” ujarnya.
Masih banyak hal lagi yang disampaikan Suster Konda, namun dirinya mengatakan akan meluangkan waktu meski sudah akan kembali ke Biara di Malang, Jawa Timur, Senin (31/7/2023) besok.
“Saya titipkan nomor handphone, dan kita bisa berkomunikasi lewat WhatsApp. Saya percaya, momen sore hingga malam hari ini adalah cara Tuhan untuk memeprtemukan orang-orang yang sebelumnya tidak saling kenal, namun pada akhirnya menjadi seperti saudara,” tuturnya.
Pada bagian lain, Jefifani Mawei sendiri mengaku sebelum pertemuan di Desa Noongan, mereka belum saling kenal dan belum pernah bertemu.
(Frangki Wullur)