Tondano, BeritaManado.com – Terkait polemik di Universitas Negeri Manado (Unima), Jemmy Mokolensang selaku Kuasa Hukum Rektor Unima menegaskan bahwa kabar miring terkait kliennya adalah tidak tepat alias fitnah.
Kerja sama pengembangan bidang pendidikan dan pengabdian kepada masyarakat di Kabupaten Yapen, Provinsi Papua tahun 2011 silam disebutnya tidak ada kaitan dengan kliennya, yakni Prof Dr Deitje Katuuk MPd.
Demikian juga beberapa dugaan kasus lainnya yang diangkat, menurutnya, beberapa sudah melewati proses hukum, sedangkan lainnya dalam proses hukum.
Dirinya menduga ada oknum yang sengaja ingin menjatuhkan, tapi menurutnya, semua ada aturan hukum.
“Menyangkut kerja sama dengan Papua, itu sudah ada tersangka. Ingat, semua dekan saat itu telah dipanggil sebagai saksi, bukan tersangka. Jadi jangan seakan-akan setelah ibu jadi rektor akhirnya diarahkan jadi tersangka,” ungkap Jemmy Mokolensang di Unima Tondano, Senin (27/2/2023).
“Pastinya semua hal yang dipermasalahkan tidak tepat dan fitnah, apalagi sampai disebut Unima gawat darurat, apanya yang gawat,” pungkasnya.
Sementara dugaan masalah lainnya yang diangkat adalah berkaitan dengan Pusat Mentalitas Pancasila dengan banderol Rp82 Miliar.
“Ini kan lagi gugat perdata, belum ada putusan. Sedangkan TUN-nya sudah menang, jadi mana korupsinya,” katanya.
Adapun beberapa hal lain yang menjadi polemik adalah berkaitan dengan kelayakan dalam menduduki suatu jabatan akibat menjadi terpidana.
Salah satunya adalah terkait jabatan WR I yang dijabat inisial O dan jabatan lainnya yang dipegang inisial D, di mana mereka berdua disebut sebagai terpidana.
“Ada dua yang dipermasalahkan, salah satunya terkait pencemaran nama baik, satunya lagi menabrak orang dan meninggal. Itu tidak ada kaitannya dengan kampus karena ini personal,” katanya.
Dijelaskannya, lain halnya jika hal ini berhubungan dengan tindak pidana pelecehan seksual atau pidana korupsi.
Belum lagi menurutnya, salah satu di antaranya sudah selesai jalani proses hukum, sedangkan satunya lagi masih kasasi dan belum inkrah (Putusan yang Berkekuatan Hukum Tetap,red).
“Bagaimana kalau dia bebas, siapa yang tanggung jawab? Namun terkait hal ini, Ibu Rektor sudah mengatakan bahwa akan tetap koordinasikan dengan Kementerian Pendidikan,” jelasnya.
Dirinya pun memastikan bahwa siap melawan sesuai dengan hukum yang berlaku atas kabar-kabar hoax atau bohong yang beredar.
Di lain pihak, Jellij Dondokambey, juga selaku kuasa hukum menyebut bahwa hal ini jelas dipolitisasi.
Ditegaskannya, jabatan O dan D dipertanyakan karena tersandung kasus pidana, satunya tabrak orang hingga meninggal, sedangkan satunya pencemaran nama baik.
“Soal jabatan ini, kalo memang dirasakan mereka tidak layak lagi, gunakan sarana hukum yang ada, dalam hal ini lembaga Peradilan Tata Usaha Negara untuk membatalkan hal itu,” tandasnya.
Sementara Humas Unima Drs Titof Tulaka SH MAP mengatakan bahwa kasus-kasus ini sudah lama, bahkan sebagian besar sudah dijalani.
Lanjut berkaitan dengan Pusat Mentalitas Pancasila, kata dia, jangan disamakan seperti hambalang.
“Ini keterlambatan waktu, proyek ini tetap jalan dan dananya itu ada. Semua dalam proses dan diberi kesempatan hingga Maret ini,” jelasnya.
Dijelaskannya, semuanya ada proses dan berkaitan dengan program di Unima, usai mendapat legitimasi dari Dikti sebagai atasan, selalu akan kembali lagi ke sana.
“Ibu Rektor juga selalu berkoordinasi ke sana. Tidak ada satu pun kewenangan dari Ibu Rektor yang bertindak melakukan hal tertentu di sini,” tuturnya.
(jenlywenur)