Tomohon, BeritaManado.com — Suasana politik tanah air kian hangat, setelah beberapa nama muncul kepermukaan untuk maju diajang kontestasi Pemilihan Presiden Tahun 2024.
Namun, tak disangka-sangka muncul satu wacana yang mengejutkan publik, yaitu 3 Periode Presiden Joko Widodo.
Sedangkan, masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia telah diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Dalam perjalanannya, aturan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden mengalami beberapa perubahan sebelum dan setelah amandemen.
Pada Pasal 7 UUD 1945 setelah amandemen dengan jelas dan tegas dinyatakan bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.
Meski konstitusi telah membatasi masa jabatan hanya dalam 2 (dua) periode, namun sebagian kelompok masyarakat menghendaki 3 (tiga) periode.
Wacana ini menimbulkan polemik pro dan kontra belakang ini.
Parameter Politik Indonesia merilis hasil survei mengenai 3 periode yang dilakukan terhadap 1.200 responden dan mayoritas responden menolak masa jabatan Presiden Jokowi menjadi 3 periode.
Meski demikian, terdapat 25.3% responden yang setuju Jokowi kembali memimpin di periode mendatang. Sedangkan sebagian dari mereka sebanyak 50,6% menolak dengan mempertimbangkan aspek konstitusi.
Meski Jokowi sendiri menegaskan dirinya menolak wacana tersebut, dengan sikap terhadap konstitusi yang membatasi masa jabatan presiden hanya dua periode.
Namun muncul Relawan Joko Widodo-Prabowo Subianto (Jokpro) untuk 2024, dengan alasan untuk menghindari adanya perpecahan bangsa yang muncul akibat polarisasi yang saat ini masih ada di tengah masyarakat.
Relawan Jokpro mengggap Jokowi dan Prabowo adalah simbol dari dua kubu yang terpecah sejak 2014 silam. Jika Jokowi dan Prabowo maju bersama pada 2024, mereka memperkirakan hanya ada satu pasang calon yang akan maju di Pilpres.
Beragam tanggapan dari para ahli hukum dan pengamat terkait munculnya wacana dan dukungan melalui relawan Presiden 3 Periode, menilai wacana masa jabatan presiden menjadi tiga periode bukan soal minat atau tidaknya Jokowi terkait hal tersebut, ini adalah gorengan para politikus yang merugikan dan merusak demokrasi yang telah di bangun selama ini.
Bahkan ada yang menilai, wacana 3 periode Presiden menunjukkan ketidakpahaman demokrasi mengenai pembatasan kekuasaan, karena akan menjadikan Presiden menjabat sebanyak 15 tahun tanpa ada sirkulasi elit.
Untuk membahas lebih lanjut, Pusat Studi Kepemiluan Fisip Unsrat akan mengadakan kajian melalui webinar terkait polemik pro dan kontra di berbagai kalangan mengenai wacana Presiden 3 periode ini.
Dengan menghadirkan, Pengamat Politik, Ferry Laindo, Kepala Pusat Penelitian Polemik LIPI, Firman Noor, Dosen Universitas Trisakti, Radian Syam.
“Tujuan dari webinar ini adalah untuk mengkaji isu serta polemik yang saat ini hangat diperbincangkan di publik mengenai wacana Presiden 3 periode menuju Pemilu 2024 mendatang,” ujar Penyelenggara, Mineshia Lesawengen.
Lanjutnya, Output dari kegiatan webinar ini adalah agar civitas akademika Fisip Unsrat terlebih Mahasiswa yang tergabung dalam Pusat Studi Kepemiluan, serta para pegiat pemilu dan demokrasi boleh mendapat pemahaman yang mendalam terkait polemik isu wacana Presiden 3 Periode melalui kajian akademik yang bisa diperoleh dari narasumber dan hasil diskusi dalam kegiatan tersebut.
“Diskusi ini akan digelar, Selasa (29 Juni 2021) besok, pukul 15.00 Wita, melalui zoom,” tandasnya.
(Dedy Dagomes)