Catatan Proyeksi Pariwisata Sulut di 2018 Oleh DINO GOBEL
SEJAK akhir Desember 2017 hingga memasuki pekan pertama di bulan Januari 2018 ini, linimasa laman Facebook saya banyak ditag sejumlah postingan, dari kawan-kawan pelaku pariwisata Sulut maupun di tingkat nasional, tentang optimisme resolusi perjalanan pariwisata Sulut di tahun baru 2018 ini.
Salah satu postingan, yang saya terima melalui kiriman WhatsApp messenger, datang dari salah seorang sahabat, yang merupakan salah satu pejabat di Divisi Promosi Asia Pasifik Kementerian Pariwisata, Bapak Vincent Jemadu.
‘’Sulawesi Utara mengalami kemajuan pesat di bidang pariwisata sejak paroh 2016 hingga 2017. Ayo Bung, lanjutkan 2018 sebagai tahun penuaian manfaat positif hebat pariwisata bagi masyarakat Sulut Bersama Gubernur dan Wagub mu yang sangat concern itu!’ tulis Vincent Jemadu.
Percakapan tentang perjalanan capaian keberhasilan pariwisata Sulut di 2017 lalu memang menyisakan banyak catatan positif, jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
Sebut saja, yang bagi saya pribadi, saya suka menyebutkan sebagai ‘’closing manis’’ atau klimaks capaian keberhasilan pembangunan pariwisata di 2017.
Apa itu? Yah, sektor pariwisata Sulut yang ditukangi duet kepemimpinan daerah ini Gubernur Olly Dondokambey dan Wagub Steven Kandouw, mencatat prestasi puncak di penghujung 2017 lalu adalah saat Menteri Pariwisata RI Bapak Arief Yahya pada Rakornas Pariwisata Indonesia 12 Desember 2017 lalu mengumumkan, Manado kembali masuk dalam Destinasi Unggulan Nasional.
Tak itu saja. Sebab oleh Kementrian Pariwisata, melalui pengumuman Menteri saat itu, menetapkan Manado sebagai Destinasi Unggulan Nasional yang akan dijual Bersama 17 destinasi unggulan nasional dalam Promosi Visit Wonderful Indonesia (VIWI) 2018 ke mancanegara.
Pengumuman ini jelas memiliki keistimewaan tersendiri bagi kita di Sulut. Bahkan, saya sebutkan ini sebagai closing manis atau klimaks kinerja pembangunan pariwisata Sulut di 2017. Sebab, pada 2015 lalu, imej pariwisata Sulut sempat dibikin down oleh pernyataan Kementrian Pariwisata yang ketika itu tak memasukkan Manado, Sulut, dalam 10 destinasi unggulan nasional.
Saya ingat persis, pada Mei akhir 2016 saat mulai menukangi tugas sebagai Gubernur, Bapak Olly Dondokambey sempat memberikan keyakinan kepada kami tim pariwisata. Kami diajak untuk optimime dan penuh keyakinan bekerja. Maraknya aneka rumor miring tentang Manado tak dimasukkan dalam 10 destinasi unggulan pariwisata nasional saat itu, disebut Gubernur Olly ketika itu harus dihadapi sebagai motivasi positif.
“Kita fokus kerja, kerja saja. Bersama kita bersinerji dengan semua stakeholder, industry pariwisata dan semua kabupaten kota,” begitu penegasan Pak OD, sapaan akrabnya.
Optimisme dengan gaya bekerjanya yang khas: tenang namun hasilnya menghebohkan, diperlihatkan Pak OD. Dibantu tandem nya sang Wakil Gubernur Steven Kandouw, berbagai pembenahan dengan pola kerja bersinerji nan kolaboratif mulai dijalin. Dan, hasilnya luarbiasa!
REGULAR FLIGHT LION AIR
KONEKTIVITAS udara dari dan ke Manado menggunakan penerbangan langsung dari luar negeri kian terbuka. Maskapai Lion Air yang selama ini melakukan charter flight dengan sebuah travel agent, kian percaya diri. Buktinya, Lion Air malah membuka regular flight ke Tiongkok dari Manado pada Oktober 2017.
Walhasil, selama 2017 lalu, Sulut berhasil menerima kunjungan 100 ribu lebih turis asing. Dan ini membuat Kementrian Pariwisata pun terbuka matanya. Mereka membuktikan itu dengan “kembali mentahtakan” Sulut di destinasi pariwisata unggulan nasional.
Seiring dengan itu, komitmen kuat Gubernur Olly majukan pariwisata, disadari stakeholder sebagai momentum emas yang tak bisa dilewatkan begitu saja. Stakeholder yang saya maksudkan adalah, para pelaku pariwisata yang tergabung dalam berbagai asosiasi industry pariwisata, instansi pemerintah dari berbagai lintas hingga pimpinan daerah di 15 kab/kota. Semua mau bersinerji dalam satu garis komando OD-SK, tanpa mengutamakan warna atau kepentingan politik.
Terbukti, kekompakan dan sinerjitas terlihat dalam lingkup asosiasi pariwisata di daerah ini. Terjadi sebuah pergerakan satu arah pada satu kepentingan bersama: komit bersatu untuk kebaikan pariwisata Sulut.
Lihat saja bagaimana kemesraan terjadi antara 4 asosiasi industry pariwisata seperti ASITA, ASPPI, HPI hingga PHRI dan network hoteliers.
‘’Terjadi kenaikan jumlah anggota dan tingginya kualitas pertemuan antara asosiasi untuk bersinerji,’’ tegas Ketua ASITA Sulut Merry Karouwan dan Ketua HPI Sulut Royke Berthy.
MANADO FIESTA
KEMAJUAN pariwisata juga melahirkan fenomena menarik bahkan spirit baru di bidang politik daerah ini. Sejumlah Kepala Daerah, Bupati maupun Walikota, Bersama Gubernur terlihat kompak menciptakan aneka event dan atraksi pariwisata, tanpa memandang perbedaan warna politik, sebagaimana waktu sebelumnya kerap terjadi dan menjadi kendala kemajuan pariwisata.
Setidaknya ini terlihat di Manado yang diperlihatkan duet Vicky Lumentut–Mor Bastiaan. Manado, yang sempat tenggelam dengan big event pasca Festival Bunaken dan Danau Tondano yang heboh di era kepemimpinan Walikota ketika itu Ir LH Korah MSi, mendadak memunculkan ikon big event baru di Sulut: MANADO FIESTA. Even itu sukses dihelat pada September 2017 lalu dan menghadirkan turis asing serta nusantara yang luarbiasa.
PARIWISATA SEBAGAI SEKTOR UNGGULAN
KEBERANIAN duet OD-SK yang menjadikan pariwisata sebagai sektor unggulan, juga terlihat pada bagaimana pariwisata kemudian tampil menggandeng kebangkitan sektor potensial lainnya di Sulut.
Lihat saja catatan BPS Sulut pada ekspose data Agustus 2017 lalu. Instansi ini menyodorkan catatan positif terhadap kemajuan pariwisata yang mulai menjadi sektor unggulan sekaligus pemicu perbaikan ekonomi. Hal mana sebelumnya, pariwisata hanya terkesan menjadi pelengkap dibandingkan sektor unggulan lain seperti pertanian, industry dan perikanan.
Sektor tenaga kerja merupakan salah satu yang paling terasa dampaknya di balik perkembangan sektor pariwisata. Data Agustus 2017 lalu, BPS menyebutkan, mengalami perbaikan.
Terbukti kalau sebelumnya serapan tenaga kerja di Sulut didominasi sektor pertanian, maka kini sektor pariwisata yang menggandeng bidang perdagangan, akomodasi dan jasa menjadi sektor penyerap tenaga kerja yang tidak sedikit. Bahkan menurut data, jumlah tenaga kerja di Sulut pada Agustus 2017 sebanyak 1,12 juta orang, atau turun 137,7 ribu orang dibanding Februari 2017 (semester lalu), dan turun sebanyak 62,4 ribu orang dibandingkan periode yang sama Agustus 2016 lalu. Sementara, tak kalah menarik angka pengangguran juga mengalami penurunan berarti.
Di sektor perikanan, pariwisata memicu tingginya permintaan terhadap seiring terbukanya banyak restoran dan rumah makan di Manado dan sekitarnya. Sehingga 50 ribuan nelayan kecil, dari total sebanyak 150 ribu lebih nelayan di Sulut yang didata Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Provinsi Sulut mengaku terjadinya peningkatan kualitas hidup nelayan Terbukti, pada 2017, DKP mencatat Nilai Tukar Nelayan (NTN) Sulut ikut mengalami perbaikan, dibandingkan 2016, NTN tahun 2017 lalu naik 100 persen lebih.
Bahkan selama 2017 lalu, BPS juga menyebutkan angka kemiskinan di Sulut pun mengalami penurunan.
Sektor lain yang ikut merasakan dampak kemajuan pariwisata adalah, property dan retail, juga terlihat. Investor retail raksasa seperti Trans Corp pada pertengahan dan akhir 2017 membuka tak kurang dari 2 lokasi bisnis retail mereka dengan bendera Carefour dan TransMart.
‘’Kami berani berinvestasi di Sulut karena daerah ini mengalami kemajuan pesat, khususnya di sektor pariwisata. Ini menjanjikan bagi bisnis retail kedepan,’’ kata Chaerul Tandjung kepada wartawan di Manado, usai menghadiri peresmian TransMart di ibukota provinsi ini.
Sebelumnya, bisnis perhotelan di Sulut kian diperkuat dengan hadirnya hotel bintang lima Four Point yang dimanej Sheraton Group. Dan semua itu menyerap tenaga kerja yang tidak sedikit tentu nya.
Keberhasilan pembangunan pariwisata Sulut pun membuka kepercayaan dunia internasional. Aneka undangan negara sahabat, mulai dari pemerintah Tiongkok di Beijing, Australia, New Zealand, Amerika Serikat, Korea, Jepang, Prancis hingga Singapore berdatangan.
Gubernur dan Wagub kewalahan menghadapi undangan berupa ajakan sharing keberhasilan dan tawaran kerjasama bisnis dan kemasyarakatan diperlihatkan negara negara tersebut untuk Sulut.
INTROSPEKSI: JANGAN TAKABUR
Keberhasilan di tahun 2017 yang baru lewat tentu menjadi keyakinan di tahun 2018 untuk mengembangkan pariwisata sebagai sektor unggulan yang paling cepat mengentaskan kemiskinan dan memajukan daerah ini.
Meski begitu, kiranya keyakinan itu tidak membuat kita terlena dan takabur. Sebab seiring dengan keberhasilan ini, terungkap juga masih banyak kekurangan yang perlu dibenahi.
Sebut saja sejumlah kekurangan itu. Masih banyaknya destinasi di 15 kab/kota yang lemah dari sisi 3A.
Akses jalan masuk dan fasilitas transportasi lainnya, Amenities terkait fasilitas toilet umum, air bersih dan listrik serta akses komunikasi, hingga Atraksi berupa kurangnya venue tarian dan suguhan atraksi budaya khas daerah dan souvenir memadai.
Sisi promosi. Sulut masih belum menguasai promosi digital. Sebab fakta, hingga kini belum ada website atau aplikasi promosi yang dikelola untuk menjawab kebutuhan pasar wisata dunia berbasis digital, yg sudah menjadi tren saat ini.
Dari sisi SDM. Masih dijumpai banyaknya SDM yang masih minim dalam penguasaan Bahasa asing khususnya Mandarin serta penguasaan Hospitality dalam melayani tamu disertai sertifikasi profesi berdasarkan ketentuan yang diharapkan.
Bahkan khusus di lingkup wilayah kepariwisataan sendiri, masih dijumpai oknum aparat, yang tidak berpikir sejalan dengan OD-SK, bahwa pariwisata harusnya sebagai sebuah cara membangun perbaikan ekonomi jangka Panjang.
Sebaliknya oknum oknum ini masih memanfaatkan pariwisata untuk kepentingan sesaat mereka semata. Dengan modus bersembunyi di balik kemeriahan aneka proyek dan pelaksanaan event pariwisata.
Nah. Jika dibiarkan, oknum oknum ini tentu akan menjadi kendala bagi capaian target pariwisata kedepan.
Dengan kata lain, saatnya dilakukan pembenahan dalam tim. Saatnya, dibutuhkan tim yang komit dan mau fokus kerja.
Sebab, Undang Undang Kepariwisataan nomor 10 tahun 2009, mewarning kita bahwa, sebuah destinasi wisata harus tetap introspeksi dengan memaintain daerahnya agar turis kian banyak dan turis mau balik lagi ke daerah itu. Yakni, perlu mewaspadai 3 hal: yaitu produk, pelayanan dan pemeliharaan kualitas.
Jangan karena pola oknum yang takabur dan berpikir sesaat, maka booming pariwisata di Sulut hanya akan menjadi pesta sementara saja.
Begitu pula sinerjitas lintas sectoral lainnya amat sangat dibutuhkan. Sinerji dan kolaborasi yang sudah ada, perlu dipertajam lagi, sebagaimana sudah diwujudkan selama ini. Semangat membangun Bersama lintas sektor, baik Pemprov dengan Kementrian Kehutanan, Lingkungan hingga Perhubungan dan Bea Cukai, harus dipertajam lagi kedepan.
Dengan begitu, di 2018, pembangunan pariwisata dengan target mendatangkan turis asing sebanyak 200 ribu orang yang sudah dicanangkan Gubernur Bapak Olly, bisa tercapai dan pariwisata tak saja sebagai sektor unggulan memajukan daerah, tapi juga dampak kemajuan pariwisata, akan ikut dirasakan secara menyeluruh oleh semua lapisan masyarakat di daerah ini.
Sehingga tak ada lagi anggapan, keberhasilan pariwisata tak hanya dinikmati seseorang atau kelompok bahkan perusahan tertentu saja.
Dan pariwisata tak akan menjadi pesta sesaat di Sulawesi Utara tercinta ini!
Ini momentum emas yang sayang untuk dilewatkan dengan kebanyakan OmDo alias Omong Doang tanpa hasil kerja nyata, nan pesimisme, cercaan dan saling menjatuhkan.
Mari Bersama: torang wujudkan Sulawesi Utara Hebat yang semakin hebat Bersama penyertaan Tuhan untuk daerah tercinta ini. Amin.
Semoga demikian.
Penulis, Kordinator Satgas Pariwisata Sulut dan Staf Khusus Wakil Gubernur Sulut Bidang Pariwisata.
Baca juga Catatan Dino Gobel lainnya:
- Catatan Dino Gobel: 6 Juta Sekali Santap? Ah Terlalu Murah!
- Catatan DINO GOBEL: Spirit OLLY DONDOKAMBEY dan Antusiasme Dispar Kab/Kota