Manado – Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sulawesi Utara Moh. Edy Mahmud mengatakan tingkat kemiskinan Sulawesi Utara mengalami penurunan pada periode Maret 2014 sampai September 2014, kemudian naik sebanyak dua kali pada kondisi maret 2015 dan September 2015.
Namun tingkat kemiskinan Sulut kembali menunjukkan tanda posistif dengan mengalami penurunan pada Maret 2016 hingga September 2016, Edy Mahmud dalam rilisnya.
Semenjak Maret 2014, tingkat kemiskinan Sulut stabil berada di atas angka 8 persen dan hampir menyentuh angka 9 persen pada September 2015.
“Secara umum kemiskinan Sulawesi Utara pada periode 2014 – 2016 berfluktuasi dengan kecenderungan menurun,” tutur Edy Mahmud.
Pada rentang Maret 2014 – Maret 2015 dari data BPS angka kemiskinan Sulut mengalami penurunan dari 8,75 persen menjadi 8,65 persen atau turun sebesar 0,10 persen.
Secara absolut, jumlah penduduk miskin sedikit naik dari 208,23 ribu jiwa menjadi 208,54 ribu jiwa atau naik sekitar 0,31 ribu jiwa. Pada September 2014 sempat turun ke angka 8,26 persen atau turun sebesar 0,49 persen dibanding Maret 2014.
Data BPS juga menunjukan jumlah penduduk miskin pada periode ini turun dari 208,23 ribu jiwa menjadi 197,56 ribu jiwa atau turun sebanyak 10,67 ribu jiwa.
Bertolak belakang dengan periode September 2014 sampai September 2015, penurunan persentase kemiskinan yang besar terjadi pada tahun 2016. Bahkan, tingkat kemiskinan September 2016 merupakan titik terendah selama 3 tahun terakhir.
“Pada maret 2016, tingkat kemiskinan Sulawesi Utara menunjukkan angka 8,34 persen atau turun sebanyak 0,64 persen dibandingkan September 2015 yang merupakan titik tertinggi kemiskinan 3 tahun belakangan ini. Penurunan tingkat kemiskinan kembali terjadi pada September 2016, meskipun tidak setajam penurunan yang terjadi pada Bulan Maret 2016,” katanya.
Hal menurut Edy Mahmud yang perlu diketahui mengenai Garis Kemiskinan adalah bahwa Garis Kemiskinan merupakan patokan di daerah tertentu saja. Sehingga, jika ada penduduk miskin di suatu daerah, belum tentu penduduk tersebut merupakan penduduk miskin di daerah lain.
“Begitu juga sebaliknya, penduduk yang tidak miskin di suatu daerah belum tentu juga miskin di daerah yang lainnya, misalnya, jika satu penduduk dikategorikan penduduk miskin di Manado, belum tentu penduduk tersebut juga dikategorikan miskin di Bolaang Mongondow,” ujar Edy Mahmud.
Dia menambahkan, Garis Kemiskinan Sulut pada September 2016 sebesar Rp. 318.914 per kapita per bulan. Artinya, jika ada satu rumah tangga terdiri dari ayah, ibu dan 2 anak, maka rumah tangga tersebut dikatakan miskin ketika pengeluaran konsumsinya kurang dari Rp. 1.275.936 dalam sebulan. Semua orang di dalam rumah tangga tersebut dikategorikan kedalam penduduk miskin.
Sebaliknya, jika rumah tangga tersebut pengeluaran konsumsinya lebih besar dari Rp. 1.275.936 dalam sebulan, maka rumah tangga tersebut tidak dikatakan rumah tangga miskin. Semua orang di dalam rumah tangga tersebut tidak dikategorikan ke dalam penduduk miskin, jelasnya. (***/ Rizath Polii)