Ferry Liando
Amurang – Bila sampai batas waktu pendaftaran kedua calon bupati/wakil bupati Minsel tetap nihil, maka, dipastikan Pilkada Minsel bakal ditunda. Karena hanya satu pasangan calon (Paslon) Christiany Eugenia Paruntu dan Franky Donny Wongkar (CEP-FDW) yang diusung PDIP dan Partai Golkar yang resmi mendaftar. Dengan demikian, bila terjadi diatas, rakyatlah yang dirugikan.
Akan hal ini, jika terjadi rakyat mengecam sejumlah parpol yang tidak mampu mengusung kandidatnya dan dinilai kurang mampu menciptakan kaderisasi yang handal yang bisa bersaing.
Ferry Liando Pemerhati politik Sulut asal Minahasa Selatan (Minsel) menjelaskan, jika tanpa pemimpin, maka pembangunan pasti tanpa kepastian. Karena UU No.8 tahun 2015 tentang pemilihan kepala daerah (Pilkada) jelas tertulis, jika masa jabatan kepala daerah telah habis sebelum pemilihan. Maka akan diisi oleh penjabat kepala daerah.
“Jadi, jika suatu daerah hanya dipimpin oleh penjabat, maka pembangunan akan stagnan. Dan pasti, rakyat yang akan dirugikan. Penjabat kepala daerah akan sangat terbatas dalam hal kewenangan. Karena legitimasinya sangat lemah dimana tidak dipilih oleh rakyat namun hanya ditunjuk oleh Gubernur. Dengan demikian yang bersangkutan, tidak bisa membuat keputusan-keputusan strategi termasuk terbatas dalam menggerakkan birokrasi,’’ tukas Liando, saat menghubungi sejumlah wartawan.
Menurutnya lagi, kewenangan seorang pejabat yang ditunjuk oleh gubernur nanti akan sangat lemah, sehingga tak mungkin bisa diandalkan. Selain itu yang bersangkutan, belum tentu bisa membangun cemistri dengan DPRD Minsel. Karena, yang bersangkutan bukan dari partai politik.
“Pengalaman selama ini, bahwa komunikasi politik yang buruk antara eksekutif dan legislative berdampak pada gangguan-gangguan dalam membangun daerah. Uang miliaran berasal dari APBD dipersiapkan untuk Pilkada hanya dibuang dengan percuma,” tegas Liando.
Dijelaskannya lagi, langkah yang paling gampang untuk tidak perlu ada penundaan pilkada, adalah perlu regulasi khusus bagi daerah yang minim pendaftar.
“Menurut saya yang paling sederhana adalah setiap partisipasi politik dapat mengajukan calon lebih dari satu pasang. Kebijakan ini untuk memenuhi persyaratan jumlah pasangan sebagaimana UU No.8 tahun 2015 tentang Pilkada. Nah, disitu menyebutkan bahwa jumlah pasangan minimal diikuti 2 pasang calon, sebutnya,” pungkas Liando. (sanlylendongan)