MANADO – Pernyataan menarik diutarakan Billy Johanis, Tokoh Pemuda Sulut kepada beritamanado, dia menyatakan, setiap gubernur yang telah memimpin Sulut mempunyai kelebihan. ”Khusus Gubernur EE Mangindaan, dan AJ Sondakh, kelebihannya mampu menjaga keamanan Sulut di saat daerah sekitar sedang bergolak, dan mampu merangkul kaum muda, LSM, Ormas Pemuda, dan Ormas lainnya sebagai potensi untuk memajukan daerah ini,” ujar Billy meyakinkan.
Billy, mengatakan, rakyat Sulut tidak akan pernah lupa saat eforia reformasi 1998, kerusuhan Ambon dan Poso, Mangindaan mampu menjaga keamanan rakyat Sulut, serta merangkul tokoh muda untuk menjaga keamanan.
Begitu juga saat kepemimpinan AJ Sondakh, sebagai Gubernur Sulut, dia mampu menopang Pemuda GMIM di Sulut, KGPM, GPDI, dan pemuda lintas agamai lainnya, untuk menolak penambahan 7 kata di sila pertama Pancasila, dengan men-support Ir Marhanny Pua dan tokoh muda lintas agama lainnya untuk meyakinkan DPR RI, dan pemerintah pusat saat itu, bahwa bunyi sila pertama seperti saat ini, yakni ”Ketuhanan yang Maha Esa, sudah final, dan tidak akan pernah berubah, apalagi dengan menambah tujuh kata yaitu, ”wajib menjalankan syariat Islam”,” ujarnya mengenang saat itu. (abm)
MANADO – Pernyataan menarik diutarakan Billy Johanis, Tokoh Pemuda Sulut kepada beritamanado, dia menyatakan, setiap gubernur yang telah memimpin Sulut mempunyai kelebihan. ”Khusus Gubernur EE Mangindaan, dan AJ Sondakh, kelebihannya mampu menjaga keamanan Sulut di saat daerah sekitar sedang bergolak, dan mampu merangkul kaum muda, LSM, Ormas Pemuda, dan Ormas lainnya sebagai potensi untuk memajukan daerah ini,” ujar Billy meyakinkan.
Billy, mengatakan, rakyat Sulut tidak akan pernah lupa saat eforia reformasi 1998, kerusuhan Ambon dan Poso, Mangindaan mampu menjaga keamanan rakyat Sulut, serta merangkul tokoh muda untuk menjaga keamanan.
Begitu juga saat kepemimpinan AJ Sondakh, sebagai Gubernur Sulut, dia mampu menopang Pemuda GMIM di Sulut, KGPM, GPDI, dan pemuda lintas agamai lainnya, untuk menolak penambahan 7 kata di sila pertama Pancasila, dengan men-support Ir Marhanny Pua dan tokoh muda lintas agama lainnya untuk meyakinkan DPR RI, dan pemerintah pusat saat itu, bahwa bunyi sila pertama seperti saat ini, yakni ”Ketuhanan yang Maha Esa, sudah final, dan tidak akan pernah berubah, apalagi dengan menambah tujuh kata yaitu, ”wajib menjalankan syariat Islam”,” ujarnya mengenang saat itu. (abm)