Manado – Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan Sulawesi Utara (Sulut) bersama para pemimpin berbagai media lokal yang ada di Sulut baik cetak, elektronik seperti Online, TV serta Radio melakukan workshop dengan tema “Kupas Tuntas Pemeriksaan BPK RI TA 2011 dan Hasilnya”, Jumat (7/12) yang diselenggarakan di Hotel Gran Puri Manado.
Dari pertemuan tersebut para peserta mempertanyakan fungsi dan kewenangan BPK terhadap tindak lanjut Laporan Kerja Pemerintah Daerah (LKPD) tahun anggaran 2011, dimana dari hasil pemeriksaan pada tahun 2010 hingga 2011 banyak daerah mengalami penurunan status penilaian (opini) dari BPK.
Provinsi Sulut misalnya, untuk tahun 2010 mendapat predikat opini WTP dari BPK tetapi tahun berikutnya mengalami penurunan menjadi opini WDP. Atas hal itu Karel Polakitan dari media Antara dan Ryo dari Tribun Manado meminta penjelasan terhadap penurunan penilaian tersebut dan mempertanyakan apa yang menjadi penghambat Provinsi Sulut mendapatkan opini WTP dari BPK, karena sepengetahuannya Pemprov sendiri bermasalah pada aset beberapa puluh tahun yang lalu.
“Apa yang menjadi kendala terhadap laporan keuangan Pemprov sehingga Pemprov mendapat opini WDP dari BPK untuk tahun 2011 padahal tahun sebelumnya mendapat opini WTP. Apakah oknum dari Pemprov sendiri yang bego dalam penyusunan laporan atau BPK yang semakin garang atau standart penilaian yang semakin tinggi,” ujar Ryo.
Menanggapi hal tersebut Direktorat Litbang BPK RI Dadek Nandemar ditemani Kepala Sub Auditoral BPK RI perwakilan Sulut Bagus Pantja, mengatakan misalkan pada dokumen-dokumen tahun yang lalu pemeriksaan dilakukan sampai detail, pada tahun yang lalu BPK melihat apakah datail masuk didalam dokumen-dokumen kontraknya sudah benar atau tidak dan tercatat, bagaimana dengan kondisi sekarang.
“Setelah dilakukan cukup lagi kami mendapati biasanya, beberapa catatan menyangkut aset khususnya, kami melihat bahwa catatan-catatan tadi kita menerapkan pendekatan yang agak berbeda dari tahun yang kemarin, selain kita melihat catatan wajar atau tidak kita juga mencek secara fisik di lapangan. Nah ternyata dari mekanisme dokumen pastinya yang bermasalah, dari penjelasan mereka (pemberi laporan) kita memberikan catatan salah, yah salah, dokumen pastinya bukannya tidak ada tetapi mungkin tercecer, begitu,” ujar Pantja. (Jrp)