MARIE Mandang sudah renta kini. Lansia 80-an berdarah Sonder ini masih ingat benar salah satu bagian hidupnya puluhan tahun lalu, ketika tinggal bersama Erents Alberth (EA) Mangindaan dan istri di Tomohon. Tugas Marie saat itu menjaga Evert Erenst, putra sulung keluarga.
“Om Erents senang main bola, hampir setiap hari olah raganya itu,” kata oma Marie soal EA Mangindaan pada beritamanado, ketika ditemui di Kilo 5 Tuminting Selasa (4/12). Ada lapangan bola di samping rumah mereka di Tomohon saat itu. Di situlah pria kelahiran 22 November 1910, menyalurkan hobinya menendang si kulit bundar. Dia cukup konsisten pada posisi gelandang jangkar yang sering bertahan.Dia tutup usia di Kampung Halaman, Desa Pondang Minsel, 3 Juni 2000 pada usia 89 tahun.
Di masa tuanya, EA akrab disapa Opa Mangindaan. Dialah salah satu tokoh sepak bola nasional asal Sulut, yang memiliki kiprah mendunia. Banyak yang mengenal ayah EE Mangindaan itu sebagai salah satu pendiri PSSI. Namun sedikit yang tahu, Opa Mangindaan punya andil vital pada masa kejayaan sepakbola Indonesia, apalagi saat Timnas Indonesia menahan imbang negara kuat Uni Soviet di perempat final Olimpiade Melbourne 1956.
EA Mangindaan merupakan asisten pelatih Anton ‘Tony’ Pogacnik asal Yugoslavia. Dia diajak Tony menangani Timnas karena berprestasi gemilang membawa PSM Makassar menjuarai kompetisi nasional. Ketika menangani tim Garuda, opa mengajak punggawa jagoannya di PSM seperti Suwardi, Nursalam serta si kaki geledek Rusli Ramang.
Bersama Maulwi Saelan, Ramlan Yatim, Endang Wittarsa serta Tan Liong Houw, skuad Timnas lainnya, Opa Mangindaan berjuang membawa Garuda dalam laga tak pernah terlupakan dengan Uni Soviet. Indonesia dengan gagah berani harus menahan gempuran tim yang dimotori penyerang cepat Valentin Ivanov, playmaker Igor Netto, serta kiper terhebat sepanjang masa, si laba-laba hitam Lev Yashin. (ady/bersambung)