Menko Polhukam dan Kapolri Bentuk Tim Khusus Selidiki Kasus Mesuji
Jakarta – Kasus dugaan pembantaian di Mesuji, Lampung, telah sampai ke telinga Presiden SBY. SBY segera meminta pembantunya untuk menyelesaikan kasus tersebut.
“Mengenai kasus yang terjadi di Mesuji kemarin, Pak Presiden telah memerintahkan Menko Polhukam dan Kapolri yang intinya tujuan melakukan suatu pembuktian fakta,” kata Jubir Kepresidenan, Julian A Pasha, di Gedung Bina Graha, Jalan Veteran, Jakarta Pusat, Kamis (15/12/2011).
Dikatakan dia, Presiden SBY memerintahkan agar masalah di Mesuji bisa segera diselesaikan dan berharap solusi yang terjadi adalah pilihan terbaik yang melibatkan semua unsur, baik aparat, perusahaan, warga masyarakat dan Komnas HAM yang memiliki perhatian dan data terhadap kasus tersebut.
“Itu langsung ditindaklanjuti Menkopolhukkam dan Kapolri dan telah dibentuk tim untuk kasus tersebut,” ujarnya.
Menurut Julian, apabila ada unsur kesengajaan dan kesalahan dari aparat maka sanksi tegas akan dijatuhkan.
“Bila benar ada fakta yang seperti kita dengar maka oknum dari unsur mana pun apakah aparat atau pun unsur pengamanan atau masyarakat itu harus ditindak terhadap unsur itu,” kata Julian.
Ia menambahkan tim khusus akan dibentuk oleh Kepolisian dan diharapkan segera bisa mencari solusi terbaik dalam kasus itu. “Nanti akan dilaporkan dari unsur Kepolisian juga pihak-pihak lain yang bekerja untuk menyampaikan kepada Presiden apa yang terjadi,” ujar Julian.
Polri Diminta Tangkap Pelaku dan Tak Bela Perusahaan Sawit
Jakarta – Pemerintah diminta tidak apriori atas Insiden Mesuji, di Lampung dan Sumsel. Perlu digelar penyelidikan secara transparan guna menangkap pelaku kekerasan. Apalagi ada petani yang menjadi korban.
“Konflik yang bermula ketika dua perusahaan swasta yang mendapat hak konsesi dari Departemen Kehutanan yaitu PT SWA di wilayah Sungai Sodong Mesuji, Sumatera Selatan, dan PT SI di wilayah Mesuji, Lampung, memperluas lahan untuk penanaman kelapa sawit dan karet pada tahun 2003. Lahan yang diperluas tersebut sebagian adalah lahan yang dikelola oleh masyarakat setempat dan diklaim sebagai tanah ulayat,” jelas Koordinator Setara Institute, Hendardi dalam siaran pers, Kamis (15/12/2011).
Ketika perusahaan itu melakukan perluasan lahan, terjadilah benturan dan tentangan dari masyarakat setempat. Konflik memuncak ketika kedua perusahaan tersebut, dengan mempekerjakan penjaga bayaran atau disebut PAM Swakarsa yang juga dibekingi aparat kepolisian untuk mengusir penduduk dan masyarakat adat dari lahan tersebut.
Sejak tahun 2009 terjadi peningkatan kekerasan di lahan sengketa di kedua wilayah. Beberapa kali terjadi peristiwa kekerasan antara masyarakat petani dengan perusahaan dan penjaga bayaran serta antara masyarakat dengan pihak kepolisian.
“Masyarakat yang mempertahankan tanahnya mengalami pengusiran, penganiayaan, penangkapan, kekerasan seksual bahkan pembunuhan. Terakhir pada 10 November terjadi penembakan terhadap seorang petani yang mengakibatkan meninggalnya 1 orang dan beberapa orang lainnya tertembak peluru tajam,” jelas Hendardi.
Atas alasan terjadinya kekerasan itu, Setara mendesak kepolisian untuk melakukan pengusutan tuntas terhadap pelaku, keterlibatan, dan pembiaran oleh aparat keamanan. Proses ini harus dilakukan secara adil dan transparan, agar tidak semakin memperburuk pandangan publik terhadap kepolisian yang sering kali dicap menjadi pelindung (backing) kepentingan pemodal.
“Komnas HAM harus mempublikasi laporan investigasi bentrokan Mesuji tentang meninggal dan tertembaknya beberapa masyarakat petani pada bulan November 2011. Setara Institute juga mendesak Komnas HAM membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) yang melibatkan tokoh sipil yang berwibawa untuk melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap peristiwa-peristiwa pelanggaran HAM yang terjadi sejak beroperasinya kedua perusahan tersebut,” jelasnya.
6 Tersangka Siap Disidang, 8 Masih DPO
Jakarta – Terkait kasus tragedi Mesuji, yakni antara PT Sumber Wangi Alam (SWA) dengan warga di Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), Polri menyatakan 6 tersangka sudah siap disidangkan. Sedangkan 8 orang lainnya, masih menjadi daftar pencarian orang.
“Dari proses peristiwa itu, polisi sudah melakukan langkah-langkah penyelidikan. Kita juga melakukan penangkapan di lapangan. Ada 6 pelaku yg berhasil ditangkap dan diproses secara hukum. Berkas 6 pelaku sudah P21 oleh JPU Sumsel,” jelas jelas Kabag Penum Polri, Kombes Pol Boy Rafli Amar.
Hal itu disampaikan Boy di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Kamis (15/12/2011).
Boy menambahkan, dari 6 tersangka yang siap disidangkan, 5 di antaranya dari pihak perusahaaan yang melakukan tindak pidana penganiayaan yang menyebabkan 2 warga tewas. Kemudian satu orang dari 6 tersangka itu adalah warga yang terlibat kericuhan sejak awal.
Polri masih mengejar 8 DPO lagi. “Kemudian polisi masih punya 8 DPO, yang terlibat tindak kekerasan yang dilakukan warga terhadap pegawai PT SWA,” jelas Boy.
8 DPO ini mayoritas adalah petani lokal. Berdasarkan pemeriksaan saksi, mereka terlibat dalam penganiayaan berat yang mengakibatkan tewasnya beberapa pegawai PT SWA.
“Dari tindakan yang dilakukan ini bisa dikatakan cukup, bahkan ada yang dipenggal kepalanya. Itu yg dipenggal dari karyawan, dari PT SWA yang pada saat masyarakat datang sudah tidak dapat melawan lagi, masyarakat sudah brutal dan pembakaran camp dan sarananya,” jelas Boy.
Kronologi
Menurut Polri, kekerasan di Mesuji, Sumsel terjadi pada 21 April 2011. Saat itu PT SWA sedang panen kebun kelapa sawit. Panen ini kemudian dilihat warga yang merasa lahan PT SWA itu milik mereka.
“Jadi sebenarnya konflik lahan ini sudah lama terjadi dan upaya penyelesaian dari Pemda sudah ada. Tapi pada waktu itu terjadi bentrok fisik terhadap warga yang berusaha melarang pihak perusahaan untuk tidak melakukan kegiatan panen di lahan yang dianggap milik mereka. Itu versi mereka (warga),” tutur dia.
Akibat bentrok antara Petugas PAM Swakarsa dengan warga, akibatnya di pihak warga meninggal di lokasi satu orang dan satu orang lainnya berhasil melarikan diri tapi meninggal juga. “Jadi yang meninggal dua orang totalnya,” jelas Boy.
Hal ini mengakibatkan reaksi dari masyarakat Desa Sungai Sodong yang pasca peristiwa itu sekitar pukul 13.30 datang ke lokasi menggunakan 4 truk, mobil pick up, dan sepeda motor, estimasi ada sekitar 400 warga. Dengan kondisi ini, para pegawai dari PT SWA berusaha melarikan diri dan meninggalkan camp.
“Tapi dari pegawai yang tidak melarikan diri, terjadi aksi kekerasan yang dilakukan oleh warga. Jadi akibatnya meninggal 5 orang di tempat itu, dari karyawan PT SWA,” tutur Boy.
Sebelumnya, Komnas HAM menyebutkan kasus antara PT SWA dengan warga di Sungai Sodong, Kecamatan Mesuji, Provinsi Sumsel terjadi 21 April 2011. Ada pembunuhan, yakni 2 warga disembelih. Pembunuhan terhadap warga ini membuat warga marah karena menduga 2 warga tewas korban dari PT SWA. Akhirnya, warga menyerang PT SWA yang menyebabkan 5 orang tewas yaitu 2 orang PAM Swakarsa dan 3 orang karyawan perusahaan. (detik.com)