Kotamobagu – Mendekati musim proyek khususnya SHT (Sisa Hasil Tender) di Dinas PU Kotamobagu yang dikabarkan berjumlah 27 paket, memunculkan tanggapan negatif berbagai kalangan. Ada pun sumber kepada Beritamanado.com mengungkap blak-blakan bahwa SHT merupakan sasaran empuk para ‘kontraktor musiman’ di daerah ini.
Hal ini dinilai karena kontraktor musiman tersebut, hanya mengandalkan kedekatan dengan pejabat tertentu guna mendapat keinginannya, namun sesuai kenyataan di lapangan banyak kejadian proyek yang tidak selesai, terlambat kelar, dan lain-lain.
“Hal ini memang sudah bukan rahasia lagi, ada upaya-upaya settingan dari pejabat tertentu untuk memberikan proyek kepada orang-orang terdekat mereka, guna mengamankan berbagai kepentingan politik” tutur sumber yang enggan namanya dikorankan ini.
Ia menambahkan hal itu akhirnya berpengaruh terhadap kualitas pekerjaan yang dilaksanakan. “Ada juga yang melupakan prosedur, serta tidak menguasai teknis dan administrasi proyek, serta hanya mengandalkan lobi-lobi, akibatnya proyek amburadul pada akhirnya” ujarnya.
Sementara itu, sumber lainnya yang juga malang melintang di dunia proyek, mengatakan bahwa kejadian seperti ini sudah lazim di berbagai daerah di Sulawesi Utara khususnya di Bolmong Raya. “Kalau mengandalkan kedekatan dengan pejabat, untuk mendapat proyek, sudah hal biasa di mana-mana. Yang aneh, kalau kontraktor hanya meminjam CV (badan usaha) dari orang lain, untuk ikut proyek” tegasnya.
“Saya rasa banyak kontraktor yang memenuhi syarat, seperti memiliki badan usaha sendiri, dan terutama profesional dalam bekerja di daerah ini, dibanding dengan harus selalu mengandalkan jasa kontraktor musiman” tukasnya. (zmi)
Kotamobagu – Mendekati musim proyek khususnya SHT (Sisa Hasil Tender) di Dinas PU Kotamobagu yang dikabarkan berjumlah 27 paket, memunculkan tanggapan negatif berbagai kalangan. Ada pun sumber kepada Beritamanado.com mengungkap blak-blakan bahwa SHT merupakan sasaran empuk para ‘kontraktor musiman’ di daerah ini.
Hal ini dinilai karena kontraktor musiman tersebut, hanya mengandalkan kedekatan dengan pejabat tertentu guna mendapat keinginannya, namun sesuai kenyataan di lapangan banyak kejadian proyek yang tidak selesai, terlambat kelar, dan lain-lain.
“Hal ini memang sudah bukan rahasia lagi, ada upaya-upaya settingan dari pejabat tertentu untuk memberikan proyek kepada orang-orang terdekat mereka, guna mengamankan berbagai kepentingan politik” tutur sumber yang enggan namanya dikorankan ini.
Ia menambahkan hal itu akhirnya berpengaruh terhadap kualitas pekerjaan yang dilaksanakan. “Ada juga yang melupakan prosedur, serta tidak menguasai teknis dan administrasi proyek, serta hanya mengandalkan lobi-lobi, akibatnya proyek amburadul pada akhirnya” ujarnya.
Sementara itu, sumber lainnya yang juga malang melintang di dunia proyek, mengatakan bahwa kejadian seperti ini sudah lazim di berbagai daerah di Sulawesi Utara khususnya di Bolmong Raya. “Kalau mengandalkan kedekatan dengan pejabat, untuk mendapat proyek, sudah hal biasa di mana-mana. Yang aneh, kalau kontraktor hanya meminjam CV (badan usaha) dari orang lain, untuk ikut proyek” tegasnya.
“Saya rasa banyak kontraktor yang memenuhi syarat, seperti memiliki badan usaha sendiri, dan terutama profesional dalam bekerja di daerah ini, dibanding dengan harus selalu mengandalkan jasa kontraktor musiman” tukasnya. (zmi)