MANADO – Panti Sosial Bina Netra (PSBN) “Tumou Tou” Manado merupakan unit pelaksana teknis dibawah Kementerian Sosial Republik Indonesia yang melaksanakan program pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat netra, agar mereka mampu memenuhi kebutuhan dan mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat.
Jasman S.ST. MSi selaku Humas PSBN kepada beritamanado, Jumat (11/02) mengatakan, bahwa pelayanan dan rehabilitasi sosial bertujuan membantu
penyandang cacat (tuna netra dan tuna daksa) mendapatkan kepercayaan diri, memiliki pengetahuan dan keterampilan sehingga dapat memiliki kemandirian dalam kehidupan sehari-hari.
“Kebanyakan yang di bina di panti berasal dari luar daerah khususnya Indonesia wilayah bagian timur, rata-rata yang dikembalikan telah berhasil ditempat dia bekerja,” tutur Jasman.
Rekan Jasman, Udan Suheli, AKS. MPd menambahkan bahwa di Sulut telah ada 17 panti pijat milik pribadi penyandang cacat tuna netra hasil binaan PSBN yang masing-masing menghasilkan rata-ratanya berkisar Rp 3 juta per
bulan. Tidak hanya sampai disitu, pihaknya rutin melakukan pantauan selama 2 tahun setelah keluar dari asrama.
Namun Suheli merasa kecewa dengan mereka yang pernah dibina lantas menjadi penjual kacang di pusat kota. Menurutnya, pihaknya tidak
pernah mendidik penyandang cacat menjadi penjual kacang karena sama saja dengan pengemis. (mois)
MANADO – Panti Sosial Bina Netra (PSBN) “Tumou Tou” Manado merupakan unit pelaksana teknis dibawah Kementerian Sosial Republik Indonesia yang melaksanakan program pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang cacat netra, agar mereka mampu memenuhi kebutuhan dan mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat.
Jasman S.ST. MSi selaku Humas PSBN kepada beritamanado, Jumat (11/02) mengatakan, bahwa pelayanan dan rehabilitasi sosial bertujuan membantu
penyandang cacat (tuna netra dan tuna daksa) mendapatkan kepercayaan diri, memiliki pengetahuan dan keterampilan sehingga dapat memiliki kemandirian dalam kehidupan sehari-hari.
“Kebanyakan yang di bina di panti berasal dari luar daerah khususnya Indonesia wilayah bagian timur, rata-rata yang dikembalikan telah berhasil ditempat dia bekerja,” tutur Jasman.
Rekan Jasman, Udan Suheli, AKS. MPd menambahkan bahwa di Sulut telah ada 17 panti pijat milik pribadi penyandang cacat tuna netra hasil binaan PSBN yang masing-masing menghasilkan rata-ratanya berkisar Rp 3 juta per
bulan. Tidak hanya sampai disitu, pihaknya rutin melakukan pantauan selama 2 tahun setelah keluar dari asrama.
Namun Suheli merasa kecewa dengan mereka yang pernah dibina lantas menjadi penjual kacang di pusat kota. Menurutnya, pihaknya tidak
pernah mendidik penyandang cacat menjadi penjual kacang karena sama saja dengan pengemis. (mois)