Manado – Sebagian masyarakat memandang bahwa politik itu tabu dan kotor. Image itu muncul karena pemahaman masyarakat bahwa cara-cara yang di lakukan elit-elit politik untuk mendapatkan kekuasaan selalu dilakukan dengan cara tidak bermoral dan beretika.
Demikian pemaparan Dr Ferry Daud Liando, ketika menjadi narasumber diskusi dengan judul “Politik Kristiani” di Perkemahan Pemuda GMIM di perkebunan Desa Tumaluntung, Kabupaten Minahasa Utara, Rabu (28/6/2017).
“Mulai dari money politik berebut suara, tindakan intimidasi, isu SARA dalam meraih simpati, serta saling menjelekan satu sama lain. Padahal dalam pemahaman keilmuan, politik itu sebenarnya mengandung tujuan mulia yaitu untuk kebaikan bersama,” jelas Ferry Liando di perkemahan juga menghadirkan pembicara, Herwyn Malonda, Ardiles Rotinsulu dan Billy Lombok.
Ferry Liando mengutip salah-satu ayat dalam alkitab: “usahakanlah kesejahteraan kota karena kesejahteraan kota adalah kesejahteraanmu juga”. Penggalan nats alkitab ini sama seperti apa yang menjadi cita-cita politik.
Artinya cita-cita politik sama seperti cita-cita gereja. Politik memiliki cita-cita yang sangat mulia sebagaimana UUD 1945, yaitu menuju masyarakat adil dan makmur. Lantas mengapa banyak orang mempersoalkan tentang eksistensi politik saat ini.
Akar persoalannya adalah kekuasaan politik. Dalam upaya pencapaian tujuannya, politik membentuk kekuasaan sebagai alat atau instrumen dalam usaha penyampaian tujuan itu. Cuma saja cara-cara baik dalam mendapatkan kekuasaan atau dalam menjalankan kekuasaan oleh elit-elit politik telah menyimpang dari tujuan sebenarnya.
Cita-cita politik saat ini masih tersandera oleh prilaku elit-elit politik yang mengendalikan kekuasaan. Untuk mendapatkan kekuasaan, elit-elit politik kerap menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. Mulai dari penggunaan jabatan gerejawi untuk berebut suara jemaat, menggunakan politik uang, hingga kerap menjatuhkan derajat dan wibawa lawan-lawan politik,” terang Ferry Liando.
Lanjut Ferry Liando, setelah jabatan kekuasaan itu diperoleh, kewenangan yang dimiliki para elit hanya dimanfaatkan untuk kepentingan diri termasuk memperkaya diri sendiri. Jadi persoalan negara saat ini bukan pada politiknya tapi kekuasaan sebagai instrumen politiklah yang bermasalah. Oleh karena itu wajib bagi GMIM untuk mempersiapakan warga gerejanya sebagai calon-calon pemimpin.
Calon pemimpin berarti telah mempersiapkan diri sejak dini. Bukan nanti ketar-ketir pada saat menjelang pencalonan. Calon pemimpin harus dipersiapkan dari aspek kecerdasan, keterampilan dan integritas yang baik. Selain mempersiapakan calon pemimpin, GMIM juga harus mempersiapkan warga jemaatnya menjadi pemilih-pemilih yang baik. Sebab salah-satu sebab rusaknya demokrasi adalah ketika para pemilih menuntut imbalan sebelum mencoblos,” tandas Ferry Liando. (JerryPalohoon)
Manado – Sebagian masyarakat memandang bahwa politik itu tabu dan kotor. Image itu muncul karena pemahaman masyarakat bahwa cara-cara yang di lakukan elit-elit politik untuk mendapatkan kekuasaan selalu dilakukan dengan cara tidak bermoral dan beretika.
Demikian pemaparan Dr Ferry Daud Liando, ketika menjadi narasumber diskusi dengan judul “Politik Kristiani” di Perkemahan Pemuda GMIM di perkebunan Desa Tumaluntung, Kabupaten Minahasa Utara, Rabu (28/6/2017).
“Mulai dari money politik berebut suara, tindakan intimidasi, isu SARA dalam meraih simpati, serta saling menjelekan satu sama lain. Padahal dalam pemahaman keilmuan, politik itu sebenarnya mengandung tujuan mulia yaitu untuk kebaikan bersama,” jelas Ferry Liando di perkemahan juga menghadirkan pembicara, Herwyn Malonda, Ardiles Rotinsulu dan Billy Lombok.
Ferry Liando mengutip salah-satu ayat dalam alkitab: “usahakanlah kesejahteraan kota karena kesejahteraan kota adalah kesejahteraanmu juga”. Penggalan nats alkitab ini sama seperti apa yang menjadi cita-cita politik.
Artinya cita-cita politik sama seperti cita-cita gereja. Politik memiliki cita-cita yang sangat mulia sebagaimana UUD 1945, yaitu menuju masyarakat adil dan makmur. Lantas mengapa banyak orang mempersoalkan tentang eksistensi politik saat ini.
Akar persoalannya adalah kekuasaan politik. Dalam upaya pencapaian tujuannya, politik membentuk kekuasaan sebagai alat atau instrumen dalam usaha penyampaian tujuan itu. Cuma saja cara-cara baik dalam mendapatkan kekuasaan atau dalam menjalankan kekuasaan oleh elit-elit politik telah menyimpang dari tujuan sebenarnya.
Cita-cita politik saat ini masih tersandera oleh prilaku elit-elit politik yang mengendalikan kekuasaan. Untuk mendapatkan kekuasaan, elit-elit politik kerap menghalalkan segala cara untuk mendapatkannya. Mulai dari penggunaan jabatan gerejawi untuk berebut suara jemaat, menggunakan politik uang, hingga kerap menjatuhkan derajat dan wibawa lawan-lawan politik,” terang Ferry Liando.
Lanjut Ferry Liando, setelah jabatan kekuasaan itu diperoleh, kewenangan yang dimiliki para elit hanya dimanfaatkan untuk kepentingan diri termasuk memperkaya diri sendiri. Jadi persoalan negara saat ini bukan pada politiknya tapi kekuasaan sebagai instrumen politiklah yang bermasalah. Oleh karena itu wajib bagi GMIM untuk mempersiapakan warga gerejanya sebagai calon-calon pemimpin.
Calon pemimpin berarti telah mempersiapkan diri sejak dini. Bukan nanti ketar-ketir pada saat menjelang pencalonan. Calon pemimpin harus dipersiapkan dari aspek kecerdasan, keterampilan dan integritas yang baik. Selain mempersiapakan calon pemimpin, GMIM juga harus mempersiapkan warga jemaatnya menjadi pemilih-pemilih yang baik. Sebab salah-satu sebab rusaknya demokrasi adalah ketika para pemilih menuntut imbalan sebelum mencoblos,” tandas Ferry Liando. (JerryPalohoon)