Manado – Undang-Undang memutuskan SMA dan SMK menjadi tanggung-jawab pemerintah provinsi. Namun keputusan tersebut sempat digugat walikota Blitar agar pengelolaan dikembalikan ke kabupaten/kota.
Namun Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak gugatan sehingga pengelolaan SMA/SMK tetap oleh pemerintah provinsi.
Anggota Komisi D DPRD Kota Manado, Markho Tampi, yang bermitra dengan dinas pendidikan, sepakat dengan keputusan MK agar SMA/SMK tetap dikelola pemerintah provinsi.
“Wewenang sudah di provinsi kalau dikembalikan ke kabupaten kota kita juga tidak masalah, karena selama ini memang SMA/SMK dari dulu berada di kabupaten/kota,” kata Markho Tampi kepada BeritaManado.com, Senin (24/7/2017).
Sementara anggota Komisi D lainnya, Vanda Pinontoan, sepaham dengan apaya yang disampaikan oleh Markho Tampi, walau lebih condong SMA/SMK dikelola pemerintah provinsi.
“Lebih bagus ke provinsi, karena kabupaten/kota sudah terlalu banyak mengurus SD hingga SMP, sehingga terbagi rata persolannya, mulai dari penerimaan dan guru sertifikasi. Intinya bagi kita itu tidak menjadi persoalan, jadi ikuti saja kebijakan pemerintah,” kuncinya. (Yohanes Tumengkol)
Manado – Undang-Undang memutuskan SMA dan SMK menjadi tanggung-jawab pemerintah provinsi. Namun keputusan tersebut sempat digugat walikota Blitar agar pengelolaan dikembalikan ke kabupaten/kota.
Namun Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak gugatan sehingga pengelolaan SMA/SMK tetap oleh pemerintah provinsi.
Anggota Komisi D DPRD Kota Manado, Markho Tampi, yang bermitra dengan dinas pendidikan, sepakat dengan keputusan MK agar SMA/SMK tetap dikelola pemerintah provinsi.
“Wewenang sudah di provinsi kalau dikembalikan ke kabupaten kota kita juga tidak masalah, karena selama ini memang SMA/SMK dari dulu berada di kabupaten/kota,” kata Markho Tampi kepada BeritaManado.com, Senin (24/7/2017).
Sementara anggota Komisi D lainnya, Vanda Pinontoan, sepaham dengan apaya yang disampaikan oleh Markho Tampi, walau lebih condong SMA/SMK dikelola pemerintah provinsi.
“Lebih bagus ke provinsi, karena kabupaten/kota sudah terlalu banyak mengurus SD hingga SMP, sehingga terbagi rata persolannya, mulai dari penerimaan dan guru sertifikasi. Intinya bagi kita itu tidak menjadi persoalan, jadi ikuti saja kebijakan pemerintah,” kuncinya. (Yohanes Tumengkol)