Bitung – Sengketa lahan dua sekolah di Kelurahan Bitung Barat Satu Kecamatan Maesa berawal saat pemilik lahan mengingkari perjanjian jual beli dengan Yayasan Guppi.
Menurut Kuasa Hukum Yayasan Guppi, Refly Pantow SH, tahun 1976, Yayasan Guppi yang didalamnya ada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama telah menempati lahan itu
Namun tiba-tiba ada pemilik lahan atau tanah datang mengklaim tanah yang ditempati kedua sekokah dan Yayasan.
“Yayasan kemudian melakukan negosiasi dengan pemilik tanah dan disepakati tanah tersebut dijual kepada pihak Yayasan dengan harga Rp100 juta,” kata Refly, Selasa (21/11/2017).
Namun pemilik lahan dan Yayasan sepakat sebagai tanda jadi atau uang muka Rp10 juta, serta sisanya Rp90 juta setelah pemilik lahan menyelesaikan pembuatan sertifikat.
“Tapi sayangnya, hingga pihak Yayasan mendaftarakan gugatan ke Pengadilan Negeri Kota Bitung, sertifikat itu tak kunjung ada,” katanya.
Lebih membingungkan lagi kata Refly, tiba-tiba ada pihak lain yang datang menyegel bangunan sekolah Yayasan Guppi dan mengklaim lahan itu telah dibeli.
“Pihak yang menyegel sekolah telah menunjukkan sertifikat kepemilikan dan mengaku telah membeli dari pemilik lahan yang sebelumnya sudah ada kesepakatan jual beli dengan Yayasan,” katanya.
Rupanya kata dia, pemilik lahan diam-diam telah menjual lahan itu ke pihak lain dan mengabaikan kesepakatan jual beli dengan Yayasan, kendati telah menerima uang muka Rp10 juta.
“Ini jelas tindakan melawan hukum, pemilik tanah telah menjual lagi kepada pihak lain yang jelas melanggar hukum,” katanya.
Ia menyatakan, dirinya akan membuktikan di persidangan Pengadilan Negeri Kota Bitung tentang pebuatan hukum yang dilakukan pemilik tanah dan pemegang sertifikat.
“Disini Yayasan yang dirugikan, makanya kami menempuh jalur hukum agar semuanya jelas,” katanya.
(abinenobm)
Baca juga:
Bitung – Sengketa lahan dua sekolah di Kelurahan Bitung Barat Satu Kecamatan Maesa berawal saat pemilik lahan mengingkari perjanjian jual beli dengan Yayasan Guppi.
Menurut Kuasa Hukum Yayasan Guppi, Refly Pantow SH, tahun 1976, Yayasan Guppi yang didalamnya ada Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama telah menempati lahan itu
Namun tiba-tiba ada pemilik lahan atau tanah datang mengklaim tanah yang ditempati kedua sekokah dan Yayasan.
“Yayasan kemudian melakukan negosiasi dengan pemilik tanah dan disepakati tanah tersebut dijual kepada pihak Yayasan dengan harga Rp100 juta,” kata Refly, Selasa (21/11/2017).
Namun pemilik lahan dan Yayasan sepakat sebagai tanda jadi atau uang muka Rp10 juta, serta sisanya Rp90 juta setelah pemilik lahan menyelesaikan pembuatan sertifikat.
“Tapi sayangnya, hingga pihak Yayasan mendaftarakan gugatan ke Pengadilan Negeri Kota Bitung, sertifikat itu tak kunjung ada,” katanya.
Lebih membingungkan lagi kata Refly, tiba-tiba ada pihak lain yang datang menyegel bangunan sekolah Yayasan Guppi dan mengklaim lahan itu telah dibeli.
“Pihak yang menyegel sekolah telah menunjukkan sertifikat kepemilikan dan mengaku telah membeli dari pemilik lahan yang sebelumnya sudah ada kesepakatan jual beli dengan Yayasan,” katanya.
Rupanya kata dia, pemilik lahan diam-diam telah menjual lahan itu ke pihak lain dan mengabaikan kesepakatan jual beli dengan Yayasan, kendati telah menerima uang muka Rp10 juta.
“Ini jelas tindakan melawan hukum, pemilik tanah telah menjual lagi kepada pihak lain yang jelas melanggar hukum,” katanya.
Ia menyatakan, dirinya akan membuktikan di persidangan Pengadilan Negeri Kota Bitung tentang pebuatan hukum yang dilakukan pemilik tanah dan pemegang sertifikat.
“Disini Yayasan yang dirugikan, makanya kami menempuh jalur hukum agar semuanya jelas,” katanya.
(abinenobm)
Baca juga: