Sambungan
oleh Frets A. Goraph, S.IP, M.IP (Alumni Unsrat dan Dosen Universitas Halmahera)
Setiap parpol pasti mempunyai kader terbaik yang dipersiapkan menjadi pemimpin, lalu mau jadi apa negeri ini kedepan jika mendapatkan rekomendasi partai politik saja terjadi barter politik milyaran rupiah sehingga kader terbaik pun dilupakan.
Sangat tidak mungkin kehadiran partai politik hanya semata-mata mencari profit, jika kemudian hal itu terjadi maka parpol menghianati AD/ART, ideologi parpol, dan mengancam demokrasi itu artinya pimpinan partai politik sebagai Yudas partai.
Kecurigaan penulis kemudian adalah apa benar sejak lahirnya parpol sebagai mesin pencetak uang ataukah representasi politik rakyat, sehingga kehadirannya sampai saat ini menjadi masalah tersendiri dalam memperkuat demokrasi. Jumlah uang milyaran rupiah yang diminta tanpa ragu-ragu dan itu diluar akal sehat.
Derma politik menjadi praktek elitis penentu keluarnya rekomendasi partai politik guna mendukung calon tersebut. Kesempatan dan peluang bagi kader terbaik partai menjadi sangat kecil sampai-sampai ada kader partai karena uangnya tidak cukup banyak untuk membayar sebuah rekomendasi maka ia pun menggundurkan diri.
Banyak kader parpol yang keluar-masuk partai karena kebijakan partai yang tidak berpihak pada kadernya sendiri.
Kesemerawutan partai politik dalam membangun manajemen partai yang baik dan solid tidak lagi terjadi yang nampak hanya Lintah politik artinya apa bahwa memberdayakan kemampuan kader guna eksisnya sebuah partai politik namun pada kondisi berbeda (kondisi pemilu) partai politik menyamaratakan kader dan calon sebagai mesin pencetak uang untuk membayar “Mahar Politik” istilah PKS dan bahasa saya sebagai “Derma Politik”.
Pada kondisi pemilukada kader partai politik bukan jaminan sebagai calon kepala daerah melainkan calon siapa yang mempunyai uang milyaran rupiah dialah bakal menjadi calon kepala daerah.
Partai politik tidak terlembaga lagi karena kekuasaan partai politik menjadi dominan. Kelembagaan partai politik menjadi kacau-balau karena ulah elit-elit partai yang rakus kekuasaan.
Padahal kelembagaan partai politik akan mendukung tercapainya demokrasi dalam sebuah negara. Harusnya kekuasaan partai politik menjadi jembatan antara rakyak dan negara, tetapi jika partai politik dalam menjalankan tugas dan fungsi dengan mempertahankan kekuasaan dan memerintah dengan kekuasaan maka yang terjadi adalah kekuasaan tidak terbatas pada partai politik.
Faktanya Derma politik terjadi karena adanya praktek elitis partai dan terjadi praktek oligarki partai politik yang mengakar serta mengancam demokrasi dan itu artinya Derma politik; derma calon kepala daerah sebagai antidemokrasi dan mengancam keberlangsungan sebuah negara demokrasi. (*)
Sambungan
oleh Frets A. Goraph, S.IP, M.IP (Alumni Unsrat dan Dosen Universitas Halmahera)
Setiap parpol pasti mempunyai kader terbaik yang dipersiapkan menjadi pemimpin, lalu mau jadi apa negeri ini kedepan jika mendapatkan rekomendasi partai politik saja terjadi barter politik milyaran rupiah sehingga kader terbaik pun dilupakan.
Sangat tidak mungkin kehadiran partai politik hanya semata-mata mencari profit, jika kemudian hal itu terjadi maka parpol menghianati AD/ART, ideologi parpol, dan mengancam demokrasi itu artinya pimpinan partai politik sebagai Yudas partai.
Kecurigaan penulis kemudian adalah apa benar sejak lahirnya parpol sebagai mesin pencetak uang ataukah representasi politik rakyat, sehingga kehadirannya sampai saat ini menjadi masalah tersendiri dalam memperkuat demokrasi. Jumlah uang milyaran rupiah yang diminta tanpa ragu-ragu dan itu diluar akal sehat.
Derma politik menjadi praktek elitis penentu keluarnya rekomendasi partai politik guna mendukung calon tersebut. Kesempatan dan peluang bagi kader terbaik partai menjadi sangat kecil sampai-sampai ada kader partai karena uangnya tidak cukup banyak untuk membayar sebuah rekomendasi maka ia pun menggundurkan diri.
Banyak kader parpol yang keluar-masuk partai karena kebijakan partai yang tidak berpihak pada kadernya sendiri.
Kesemerawutan partai politik dalam membangun manajemen partai yang baik dan solid tidak lagi terjadi yang nampak hanya Lintah politik artinya apa bahwa memberdayakan kemampuan kader guna eksisnya sebuah partai politik namun pada kondisi berbeda (kondisi pemilu) partai politik menyamaratakan kader dan calon sebagai mesin pencetak uang untuk membayar “Mahar Politik” istilah PKS dan bahasa saya sebagai “Derma Politik”.
Pada kondisi pemilukada kader partai politik bukan jaminan sebagai calon kepala daerah melainkan calon siapa yang mempunyai uang milyaran rupiah dialah bakal menjadi calon kepala daerah.
Partai politik tidak terlembaga lagi karena kekuasaan partai politik menjadi dominan. Kelembagaan partai politik menjadi kacau-balau karena ulah elit-elit partai yang rakus kekuasaan.
Padahal kelembagaan partai politik akan mendukung tercapainya demokrasi dalam sebuah negara. Harusnya kekuasaan partai politik menjadi jembatan antara rakyak dan negara, tetapi jika partai politik dalam menjalankan tugas dan fungsi dengan mempertahankan kekuasaan dan memerintah dengan kekuasaan maka yang terjadi adalah kekuasaan tidak terbatas pada partai politik.
Faktanya Derma politik terjadi karena adanya praktek elitis partai dan terjadi praktek oligarki partai politik yang mengakar serta mengancam demokrasi dan itu artinya Derma politik; derma calon kepala daerah sebagai antidemokrasi dan mengancam keberlangsungan sebuah negara demokrasi. (*)