Manado – Sejauh ini khususnya di Sulawesi Utara belum terlihat ada penyimpangan yang signifikan dilakukan oleh para calon anggota legislatif yang akan bersaing untuk meraih kursi legislatif dalam Pemilihan Umum 2019 mendatang, termasuk politik uang.
ML Denny Tewu, Tokoh masyarakat asal Sulawesi Utara yang maju memperebutkan kursi DPD RI ini menyampaikan pandangannya, Senin (15/10/2018), terkait politik uang yang bisa saja terjadi dalam masa kampanye.
Politik Uang, lanjutnya beda-beda tipis dengan politik memanfaatkan kekuasaan. Bisa dirasakan tapi sulit dibuktikan.
“Perlu kerja keras Bawaslu untuk bisa membuktikan penyimpangan yang ada. Kalau saja ada insentif seperti pada kasus pelapor korupsi, mungkin saja bisa lebih semangat Bawaslu menangkap para penyimpang,” usul mantan Ketua Umum PDS ini.
Ia kemudian menceritakan perihal satu Kabupaten di Sulut, Minahasa Tenggara. Bupati disana mengeluarkan SK larangan atas organisasi agama dan masyarakat meminta sumbangan sumbangan dalam berbagai bentuk terhadap caleg.
“Saya salut untuk kebijakan tersebut. Kalau saja semua kepala daerah lakukan hal yang sama, tentu kompetisi akan menjadi lebih sehat dan bermartabat,” kata Ketua Umum Rukun Keluarga Besar Tewu/Tewuh ini pula.
Bapak tiga anak ini juga melihat adanya korelasi antara korupsi dan politik uang. Menurut dia, kalau dari awal caleg sudah berpikir bahwa uang atau kekuasaan bisa menyelesaikan semuanya, maka hasil akhirnya pasti akan merugikan masyarakat dan caleg itu sendiri.
Kampanye yang berlangsung saat ini memang adalah yang terlama menuju Pemilihan Umum, dan baru pertama kali bersamaan dilakukan Pileg dan Pilpres.
“Pada umumnya caleg masih melihat dan menunggu, harus mengatur nafas panjang untuk kampanye yang akan dilakukannya. Masyarakat, masih lebih banyak terfokus dengan isu kampanye capres dan cawapres, jelas Denny Tewu
(***/PaulMoningka)
Manado – Sejauh ini khususnya di Sulawesi Utara belum terlihat ada penyimpangan yang signifikan dilakukan oleh para calon anggota legislatif yang akan bersaing untuk meraih kursi legislatif dalam Pemilihan Umum 2019 mendatang, termasuk politik uang.
ML Denny Tewu, Tokoh masyarakat asal Sulawesi Utara yang maju memperebutkan kursi DPD RI ini menyampaikan pandangannya, Senin (15/10/2018), terkait politik uang yang bisa saja terjadi dalam masa kampanye.
Politik Uang, lanjutnya beda-beda tipis dengan politik memanfaatkan kekuasaan. Bisa dirasakan tapi sulit dibuktikan.
“Perlu kerja keras Bawaslu untuk bisa membuktikan penyimpangan yang ada. Kalau saja ada insentif seperti pada kasus pelapor korupsi, mungkin saja bisa lebih semangat Bawaslu menangkap para penyimpang,” usul mantan Ketua Umum PDS ini.
Ia kemudian menceritakan perihal satu Kabupaten di Sulut, Minahasa Tenggara. Bupati disana mengeluarkan SK larangan atas organisasi agama dan masyarakat meminta sumbangan sumbangan dalam berbagai bentuk terhadap caleg.
“Saya salut untuk kebijakan tersebut. Kalau saja semua kepala daerah lakukan hal yang sama, tentu kompetisi akan menjadi lebih sehat dan bermartabat,” kata Ketua Umum Rukun Keluarga Besar Tewu/Tewuh ini pula.
Bapak tiga anak ini juga melihat adanya korelasi antara korupsi dan politik uang. Menurut dia, kalau dari awal caleg sudah berpikir bahwa uang atau kekuasaan bisa menyelesaikan semuanya, maka hasil akhirnya pasti akan merugikan masyarakat dan caleg itu sendiri.
Kampanye yang berlangsung saat ini memang adalah yang terlama menuju Pemilihan Umum, dan baru pertama kali bersamaan dilakukan Pileg dan Pilpres.
“Pada umumnya caleg masih melihat dan menunggu, harus mengatur nafas panjang untuk kampanye yang akan dilakukannya. Masyarakat, masih lebih banyak terfokus dengan isu kampanye capres dan cawapres, jelas Denny Tewu
(***/PaulMoningka)