Manado – Banjir yang melanda kota Manado beberapa hari terakhir ini kembali menjadi pembicaraan dan pembahasan yang hangat di berbagai lapisan masyarakat.
Tak jarang sementara pihak saling menyalahkan dan lempar tanggung jawab. Akan tetapi, seperti halnya banjir itu sendiri yang datang dan pergi, maka pembicaraan hangat tentang banjir itu akan ikut surut seiring dengan surutnya banjir dan akan kembali mengahangat dan ‘ribut-ribut’ kembali saat musim berganti dan banjir kembali datang berulang. Begitulah, akhirnya hingga persoalan banjir dari waktu ke waktu tak pernah selesai.
Bagi pasangan calon Walikota dan calon Wakil Walikota Louis Nangoy, SH. dan KH. Drs. Rizali M. Noor, persoalan banjir adalah salah satu hal yang harus diseriusi sebagai bagian dari penataan pemukiman dan lingkungan yang serasi dan lestari yang menjadi salah satu misi yang diusung oleh pasangan dari jalur independen ini.
“Sebagai sebuah bencana alam, banjir adalah sebuah keniscayaan yang tidak mungkin ditolak. Akan tetapi kita bisa berupaya semaksimal mungkin untuk mengeliminir faktor-faktor penyebab banjir serta meminimalisir dampaknya kata Louis Nangoy,” saat ditemui diruang kerjanya, Selasa (25/5) kemarin.
Louis memaparkan, masalah banjir adalah masalah multi dimensi, sehingga memerlukan program penanganan yang multi dimensi pula. Dalam menanggulangi banjir sendiri paling tidak ada tiga pilihan yang bisa dilakukan.
Pertama, memindahkan warga dari daerah rawan banjir meskipun belum tentu warga mau bersedia pindah, walau setiap tahun rumah mereka terendam banjir. Kedua, memindahkan banjir keluar dari warga, diantaranya dengan melakukan normalisasi sungai, mengeruk endapan lumpur, dan berbagai tehnik lain dan yang ketiga adalah hidup akrab bersama banjir.
“Cara yang pertama dan kedua, memiliki konsekuensi biaya yang sangat besar. Itupun, seperti yang sudah saya katakana, hanya akan meminimalisir dampak banjir. Sedangkan cara yang ketiga relatife lebih murah. Di Vietnam contohnya, warga yang bermukim di sepanjang aliran sungai Mekong yang dulunya menginginkan bebas banjir, kini beralih orientasi menjadi hidup akrab bersama banjir. Misalnya dengan membuat rumah-rumah panggung” ujarnya.
Lebih jauh Louis menambahkan, saat ini para ahli bahkan sedang mengembangkan rumah apung yang aman untuk dijadikan pemukiman di daerah rawan banjir.
Ketika ditanya soal besarnya dana yang harus dianggarkan, pria energik ini membenarkan hal tersebut, sebab itu, menurutnya harus dibuatkan proram jangka panjang, sehingga pelaksanaannya bisa dilakukan bertahap dan berkelanjutan.
“Dan itu harus dimuali dari sekarang” tegas Louis. “Saya dengan Kyai Rizali yakin dengan komitmen kami untuk tidak korupsi dan melakukan penghematan, kami bisa memaksimalkan anggaran yang ada untuk memulai proyek tersebut. Dengan begitu, mungkin hanya dalam dua atau tiga periode saja, Manado sudah bisa menjadi daerah yang bebas banjir,” pungkas Louis.
Manado – Banjir yang melanda kota Manado beberapa hari terakhir ini kembali menjadi pembicaraan dan pembahasan yang hangat di berbagai lapisan masyarakat.
Tak jarang sementara pihak saling menyalahkan dan lempar tanggung jawab. Akan tetapi, seperti halnya banjir itu sendiri yang datang dan pergi, maka pembicaraan hangat tentang banjir itu akan ikut surut seiring dengan surutnya banjir dan akan kembali mengahangat dan ‘ribut-ribut’ kembali saat musim berganti dan banjir kembali datang berulang. Begitulah, akhirnya hingga persoalan banjir dari waktu ke waktu tak pernah selesai.
Bagi pasangan calon Walikota dan calon Wakil Walikota Louis Nangoy, SH. dan KH. Drs. Rizali M. Noor, persoalan banjir adalah salah satu hal yang harus diseriusi sebagai bagian dari penataan pemukiman dan lingkungan yang serasi dan lestari yang menjadi salah satu misi yang diusung oleh pasangan dari jalur independen ini.
“Sebagai sebuah bencana alam, banjir adalah sebuah keniscayaan yang tidak mungkin ditolak. Akan tetapi kita bisa berupaya semaksimal mungkin untuk mengeliminir faktor-faktor penyebab banjir serta meminimalisir dampaknya kata Louis Nangoy,” saat ditemui diruang kerjanya, Selasa (25/5) kemarin.
Louis memaparkan, masalah banjir adalah masalah multi dimensi, sehingga memerlukan program penanganan yang multi dimensi pula. Dalam menanggulangi banjir sendiri paling tidak ada tiga pilihan yang bisa dilakukan.
Pertama, memindahkan warga dari daerah rawan banjir meskipun belum tentu warga mau bersedia pindah, walau setiap tahun rumah mereka terendam banjir. Kedua, memindahkan banjir keluar dari warga, diantaranya dengan melakukan normalisasi sungai, mengeruk endapan lumpur, dan berbagai tehnik lain dan yang ketiga adalah hidup akrab bersama banjir.
“Cara yang pertama dan kedua, memiliki konsekuensi biaya yang sangat besar. Itupun, seperti yang sudah saya katakana, hanya akan meminimalisir dampak banjir. Sedangkan cara yang ketiga relatife lebih murah. Di Vietnam contohnya, warga yang bermukim di sepanjang aliran sungai Mekong yang dulunya menginginkan bebas banjir, kini beralih orientasi menjadi hidup akrab bersama banjir. Misalnya dengan membuat rumah-rumah panggung” ujarnya.
Lebih jauh Louis menambahkan, saat ini para ahli bahkan sedang mengembangkan rumah apung yang aman untuk dijadikan pemukiman di daerah rawan banjir.
Ketika ditanya soal besarnya dana yang harus dianggarkan, pria energik ini membenarkan hal tersebut, sebab itu, menurutnya harus dibuatkan proram jangka panjang, sehingga pelaksanaannya bisa dilakukan bertahap dan berkelanjutan.
“Dan itu harus dimuali dari sekarang” tegas Louis. “Saya dengan Kyai Rizali yakin dengan komitmen kami untuk tidak korupsi dan melakukan penghematan, kami bisa memaksimalkan anggaran yang ada untuk memulai proyek tersebut. Dengan begitu, mungkin hanya dalam dua atau tiga periode saja, Manado sudah bisa menjadi daerah yang bebas banjir,” pungkas Louis.