Tomohon – Ilmu tentang manajemen memang relevan skali jika diaplikasikan pada berbagai bidang dan profesi, salah satunya dalam Satuan Sabhara Polri. Dalam hal ini seorang calon Kapolres atau pemimpin Polri dalam suatu wilayah perlu memiliki pemahaman yang komprehensif tentang Manajemen Sabhara itu sendiri.
Kepala Bagian Operasi dan Evaluasi Korps Sabhara Mabes Polri Kombes Pol Aridan J Roeroe kepada BeritaManado.com, Kamis (21/9/2017) kemarin menjelaskan banyak hal terkait Manajemen Sabhara itu sendiri. Bahkan, kepemimpinan yang merupakan bagian dari Manajemen Sabhara turut disinggung.
Terkait hal tersebut, Roeroe mengaku belum lama ini telah memberikan pembekalan kepada sepuluh perwira polisi berpangkat AKBP dengan latar belakang gelar akademik Magister (S2) dan Doktor (S3) di Sespimpol Mabes Polri. Kesepuluh perwira tersebut mengikuti jalur khusus Program Matrikulasi Sespim.
“Mereka adalah perwira polisi yang sangat berprestasi dan terpilih. Pengetahuan yang dibagikan yaitu tentang Manajemen Sabhara yang dalam aplikasinya mengenai cara yang baik memimpin institusi Polri dalam suatu wilayah (Polres), dimana didalamnya terdapat Satuan Sabhara,” kata Roeroe.
Salah satu topik yang dibahas yaitu mengenai patroli dengan memanfaatkan segala macam bentuk peralatan yang memang harus dimaksimalkan dalam bertugas dengan pusat konsentrasi yaitu pada kegiatan masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Kapolri dimana tujuannya untuk membuat daerah aman.
“Dalam wilayah tugas, polisi harus lebih banyak hadir di tengah-tengah masyarakat dengan segala atribut atau identitas resmi sebagai anggota Polri. Akan tetapi dalam hal ini, seorang anggota Polri di dalam Satuan Sabhara dengan pangkat Brigadir sekalipun harus punya kecakapan tentang kepemimpinan,” jelasnya.
Untuk hadir di tengah-tengah masyarakat, maka satu-satnya cara yang dapat dilakukan yaitu dengan kegiatan patroli. Apabila dalam kehadiran di suatu wilayah terjadi sesuatu, maka yang harus dihindari adalah tindakan gegabah dengan menggunakan senjata atau sejenisnya. Ada langkah-langkah yang harus dilakukan.
Pertama, anggota polisi yang tiba di lokasi kejadian harus memperkenalkan diri sekaligus menunjukkan identitas atau lambang Polri jika tidak berseragam lengkap. Kemudian beri perintah untuk menghentikan kejadian. Selanjutnya gunakan tangan kosong untuk melerai dan terakhir menggunakan tangan keras.
Tangan keras dalam hal ini berarti memakai peralatan seperti tongkat dan borgol untuk menghentikan tindakan pihak-pihak yang terlibat dalam suatu kejadian, misalnya perkelahian dan sebagainya. Langkah-langkah ini harus dilakukan seorang anggota polisi yang bertugas, jika tidak maka akan bersentuhan dengan pelanggaran HAM.
“Dari penjelasan tersebut, artinya tidak boleh ada tindakan terburu-buru untuk menggunakan kekuatan yang sebenarnya tidak sesuai prosedur apalagi sudah dengan senjata. Dalam hal ini Manajemen Sabhara itu adalah penting untuk dipahami dan dilaksanakan oleh pimpinan wilayah kepolisian dan jajarannya,” tuturnya.
Pada kesempatan istimewa tersebut muncul diskusi yang sangat produktif dan akhirnya melahirkan dua kesimpulan penting.
Pertama, jika demikian pentingnya tugas-tugas di Satuan Sabhara Polri, maka anggota dengan pangkat Brigadir Dua sekalipun harus dibekali dengan kemampuan tentang kepemimpinan. Artinya seorang Polisi Sabhara harus mampu tunjukan kemampuan seorang pemimpin saat menjalankan tugas.
Didalamnya menyangkut tanggung jawab pelayanan kepada masyarakat yang setiap saat harus ditingkatkan. Semuanya harus tercermin dari sikap anggota Polisi Sabhara itu sendiri. Dengan demikian, masyarakat juga akan memiliki sikap hormat terhadap kewibawaan seorang polisi.
Kedua, yaitu sikap pribadi. Jangan ada mental atau pikiran karena pangkat hanya brigadir, lantas kerja sekedar saja datang ke kantor atau pos jaga hanya untuk mengisi jadwal piket atau berkeliling untuk patroli. Untuk itu dalam hal ini dibutuhkan program pelatihan di satuan bersangkutan.
“Jadi intinya dapat disimpulkan yaitu baik dia seorang Kapolres atau polisi yang bertugas patroli di lapangan, sama-sama harus punya kecakapan tentang Manajemen Sabhara, dimana didalamnya ada kepemimpinan. Yang beda hanya pada kewenangan mengatur anggaran saja dan pengambilan keputusan strategis,” tutup mantan Kapolresta Manado ini. (frangkiwullur)
Tomohon – Ilmu tentang manajemen memang relevan skali jika diaplikasikan pada berbagai bidang dan profesi, salah satunya dalam Satuan Sabhara Polri. Dalam hal ini seorang calon Kapolres atau pemimpin Polri dalam suatu wilayah perlu memiliki pemahaman yang komprehensif tentang Manajemen Sabhara itu sendiri.
Kepala Bagian Operasi dan Evaluasi Korps Sabhara Mabes Polri Kombes Pol Aridan J Roeroe kepada BeritaManado.com, Kamis (21/9/2017) kemarin menjelaskan banyak hal terkait Manajemen Sabhara itu sendiri. Bahkan, kepemimpinan yang merupakan bagian dari Manajemen Sabhara turut disinggung.
Terkait hal tersebut, Roeroe mengaku belum lama ini telah memberikan pembekalan kepada sepuluh perwira polisi berpangkat AKBP dengan latar belakang gelar akademik Magister (S2) dan Doktor (S3) di Sespimpol Mabes Polri. Kesepuluh perwira tersebut mengikuti jalur khusus Program Matrikulasi Sespim.
“Mereka adalah perwira polisi yang sangat berprestasi dan terpilih. Pengetahuan yang dibagikan yaitu tentang Manajemen Sabhara yang dalam aplikasinya mengenai cara yang baik memimpin institusi Polri dalam suatu wilayah (Polres), dimana didalamnya terdapat Satuan Sabhara,” kata Roeroe.
Salah satu topik yang dibahas yaitu mengenai patroli dengan memanfaatkan segala macam bentuk peralatan yang memang harus dimaksimalkan dalam bertugas dengan pusat konsentrasi yaitu pada kegiatan masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Kapolri dimana tujuannya untuk membuat daerah aman.
“Dalam wilayah tugas, polisi harus lebih banyak hadir di tengah-tengah masyarakat dengan segala atribut atau identitas resmi sebagai anggota Polri. Akan tetapi dalam hal ini, seorang anggota Polri di dalam Satuan Sabhara dengan pangkat Brigadir sekalipun harus punya kecakapan tentang kepemimpinan,” jelasnya.
Untuk hadir di tengah-tengah masyarakat, maka satu-satnya cara yang dapat dilakukan yaitu dengan kegiatan patroli. Apabila dalam kehadiran di suatu wilayah terjadi sesuatu, maka yang harus dihindari adalah tindakan gegabah dengan menggunakan senjata atau sejenisnya. Ada langkah-langkah yang harus dilakukan.
Pertama, anggota polisi yang tiba di lokasi kejadian harus memperkenalkan diri sekaligus menunjukkan identitas atau lambang Polri jika tidak berseragam lengkap. Kemudian beri perintah untuk menghentikan kejadian. Selanjutnya gunakan tangan kosong untuk melerai dan terakhir menggunakan tangan keras.
Tangan keras dalam hal ini berarti memakai peralatan seperti tongkat dan borgol untuk menghentikan tindakan pihak-pihak yang terlibat dalam suatu kejadian, misalnya perkelahian dan sebagainya. Langkah-langkah ini harus dilakukan seorang anggota polisi yang bertugas, jika tidak maka akan bersentuhan dengan pelanggaran HAM.
“Dari penjelasan tersebut, artinya tidak boleh ada tindakan terburu-buru untuk menggunakan kekuatan yang sebenarnya tidak sesuai prosedur apalagi sudah dengan senjata. Dalam hal ini Manajemen Sabhara itu adalah penting untuk dipahami dan dilaksanakan oleh pimpinan wilayah kepolisian dan jajarannya,” tuturnya.
Pada kesempatan istimewa tersebut muncul diskusi yang sangat produktif dan akhirnya melahirkan dua kesimpulan penting.
Pertama, jika demikian pentingnya tugas-tugas di Satuan Sabhara Polri, maka anggota dengan pangkat Brigadir Dua sekalipun harus dibekali dengan kemampuan tentang kepemimpinan. Artinya seorang Polisi Sabhara harus mampu tunjukan kemampuan seorang pemimpin saat menjalankan tugas.
Didalamnya menyangkut tanggung jawab pelayanan kepada masyarakat yang setiap saat harus ditingkatkan. Semuanya harus tercermin dari sikap anggota Polisi Sabhara itu sendiri. Dengan demikian, masyarakat juga akan memiliki sikap hormat terhadap kewibawaan seorang polisi.
Kedua, yaitu sikap pribadi. Jangan ada mental atau pikiran karena pangkat hanya brigadir, lantas kerja sekedar saja datang ke kantor atau pos jaga hanya untuk mengisi jadwal piket atau berkeliling untuk patroli. Untuk itu dalam hal ini dibutuhkan program pelatihan di satuan bersangkutan.
“Jadi intinya dapat disimpulkan yaitu baik dia seorang Kapolres atau polisi yang bertugas patroli di lapangan, sama-sama harus punya kecakapan tentang Manajemen Sabhara, dimana didalamnya ada kepemimpinan. Yang beda hanya pada kewenangan mengatur anggaran saja dan pengambilan keputusan strategis,” tutup mantan Kapolresta Manado ini. (frangkiwullur)