
BeritaManado – TAK banyak peninggalan kebudayaan megalitik seperti ini. Watu Pinawetengan, bongkahan batu-batu besar yang memiliki guratan dengan motif beraneka ragam. Motif-motif unik pada batu itu menceritakan sebuah peradaban kuno yang pernah hidup di Sulawesi Utara, lebih dari 1.000 tahun silam.
Watu Pinawetengan terletak di Desa Pinabetengan, Kecamatan Tompaso, Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Berada di lereng Gunung Soputan sekitar 50 kilometer sebelah barat Kota Manado.
Bentuk memang tidak beraturan. Namun jika didekati, goresan-goresan berbagai motif yang jelas dibuat oleh tangan manusia. Goresan-goresan itu berbentuk gambar manusia, menyerupai kemaluan laki-laki dan perempuan, motif garis-garis, serta beberapa motif yang belum bisa diketahui apa maksudnya.
Menurut arkeolog, goresan-goresan ini merupakan simbol pada komunitas kebudayaan megalit. Masyarakat setempat percaya, di sinilah tempat bermusyawarah para pemimpin dan pemuka masyarakat Minahasa asli keturunan Toar-Lumimuut (nenek moyang masyarakat Minahasa) pada masa lalu.
Selain unik, Watu Pinawetengan juga bernilai sejarah. Pada tahun 1642, beberapa pemimpin subetnis Minahasa berkumpul di sini untuk merencanakan perlawanan terhadap penjajahan Spanyol. Pada tahun 1939, Dr Sam Ratulangi, pahlawan nasional dari Sulawesi Utara, juga mengumpulkan sejumlah pemimpin pergerakan di tempat ini untuk melawan penjajahan Belanda.
Sampai sekarang, tempat ini terus dikunjungi orang, termasuk wisatawan asing. Ada yang sekadar berwisata, banyak pula yang bertujuan ziarah. Bagi sebagian masyarakat Minahasa, Watu Pinawetengan juga bernilai magis, yaitu dapat menyembuhkan berbagai penyakit dengan cara berdoa di tempat tersebut (dari beberapa sumber)