Manado – Pengamat pemerintahan dan politik Sulawesi Utara Taufik Tumbelaka menilai, permintaan sejumlah warga Malalayang dari suku Bantik agar posisi camat dan Lurah di Malalayang ditempati oleh warga Bantik adalah suatu hal yang sah-sah saja dalam demokrasi, dikarenakan itu bagian dari aspirasi. Namun dalam konteks pemerintahan yang modern maka parameter dari penilaian seorang pamong atau birokrasi yang bertugas adalah kinerja.
Jadi bukan hal-hal yang berhubungan dengan sentimen primordial, baik itu agama, suku, ras atau lainnya – Taufik Tumbelaka.
Apalagi menurut dia, dalam menilai orang yang memegang jabatan karier (bukan jabatan politik) harus objektif hal ini dikarenakan para birokrat tersebut dalam meniti karier dimulai dari bawah dan berhubungan dengan azas kapabilitas (kepantasan) dan aksebilitas (kemampuan).
“Tapi kalau ada birokrat yg berdarah Bantik memiliki kapabilitas ditambah aksebilitas yang mumpuni serta secara administratif memenuhi syarat, maka ada baiknya sosok itu dijagokan,” katanya.
Namun anak mantan gubernur Sulut ini menambahkan, jika nanti memang mendapat jabatan itu, harus dilihat karena yang bersangkutan dianggap layak, bukan karena dia dari sub etnis tertentu. Jabatan birokrat idealnya harus dijauhi dari sistem jatah-jatahan agar tidak merusak sistem.
Seperti diketahui, sejumlah warga Malalayang yang mengatasnamakan suku Bantik melakukan demo di kantor walikota Manado, meminta walikota Manado agar mengganti Camat Malalayang, Lurah Malalayang Barat, dan Lurah Malalayang Satu karena menurut mereka Camat serta Lurah yang ada bukanlah orang dari suku Bantik. (Rizath Polii)