Manado – Kawasan timur Indonesia termasuk Sulawesi Utara sesungguhnya memiliki figur-figur potensial yang tidak kalah dengan figur-figur yang ada di pulau Jawa. Tetapi tokoh-tokoh potensial dari Sulut dan kawasan timur Indonesia (KTI) mengalami kesulitan akses untuk meraih jabatan puncak.
Dikatakan pengamat politik yang juga akademisi Unsrat, Ferry Liando ketika menjadi pembicara pada Forum Group Disscution (FGD) mencari figur pemimpin dari timur yang dilaksanakan oleh Indopolling Network Research and Consulting di Hotel Yuta, Sabtu (15/02/2014), ada dua faktor yang menyebabkan tokoh-tokoh Sulut sulit tampil di level nasional.
“Pertama, sistem demokrasi yang digunakan tidak menguntungkan atau tidak berpihak pada tokoh-tokoh dari Sulut. Sistem demokrasi yang digunakan saat ini adalah sistem 50 tambah 1. Kesalahan dan kebenaran atau menang kalah ditentukan oleh suara terbanyak,” ujar Liando.
Lanjutnya, meskipun Sulut memiliki banyak figur pemimpin potensial, tetapi akan sulit terpilih karena pemilih mayoritas ada di pulau Jawa yang tentunya akan lebih memilih figur-figur dari Jawa. Orang Jawa tidak akan mungkin memilih calon dari luar pulau Jawa.
“Kecenderungan pemilih saat ini mayoritas irasional yaitu, sikap politik dalam pemilih besar dipengaruhi oleh faktor kekerabatan, etnik dan agama. Pemilih A cenderung memilih calon yang satu eknik dengan pemilih A. Begitu juga dengan kesamaan agama dan hubungan genetik,” tukasnya.
Menurutnya, pemilih di Indonesia berbeda karakter dengan pemilih di Amerika Serikat yang rasional. Sikap pemilih yang tidak ditentukan oleh kesamaan warna kulit, etnik atau agama. Tetapi mereka memilih karena kapasitas dari calon.
“Obama berkulit hitam tapi terpilih sebagai Presiden Amerika Serikat yang mayoritas berkulit putih. Jadi, tokoh-tokoh potensial dari timur akan terhalang meraih jabatan presiden akibat pemilih yang masih irasional dan sistem demokrasi suara terbanyak yang tentu belum menguntungkan kita,” pungkas Liando. (Jerry)